Daftar Gugatan Ke PTUN, Evi Novida: Putusan DKPP Cacat Yuridis
Berharap PTUN memberikan putusan yang adil
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Medan, IDN Times - Evi Novida Ginting Manik didampingi Tim Advokasi Penegak Kehormatan Penyelenggara Pemilu secara resmi mendaftarkan Gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dengan Nomor 82/G/2020/PTUN.JKT, Jumat (17/4).
Dalam gugatannya meminta PTUN membatalkan Keputusan Presiden karena keputusan tersebut didasarkan pada Putusan DKPP 317/2019 mengandung kekurangan yuridis essential yang sempurna dan bertabur cacat yuridis yang tidak bisa ditoleransi dari segi apapun.
"Meskipun yang mengandung kekurangan yuridis essential Putusan DKPP 317/2019, sayangnya menurut Sistem Hukum Indonesia yang menanggung akibatnya adalah Keputusan Presiden 34/P Tahun 2020, yang harus dijadikan objek gugatan dan dimintakan pembatalan kepada Pengadilan," ungkap Evi saat dikonfirmasi Sabtu (18/4).
Baca Juga: Hina Lagu Aisyah Istri Rasulullah, Youtuber Medan Jadi Tersangka
1. Gugatan yang dilayangkan di PTUN adalah demi pengabdian dirinya selama 17 tahun di korps Penyelenggara Pemilu
Evi menegaskan, gugatan yang dilayangkan di PTUN adalah demi pengabdian dirinya selama 17 tahun di korps Penyelenggara Pemilu. "Ini demi menjaga kemandirian yang menjadi kehormatan Penyelenggara Pemilu, yang selama 17 (tujuh belas) tahun hidup Saya menjadi tempat mengabdikan diri sepenuh hati, saya memilih menempuh upaya hukum gugatan di PTUN terhadap Keppres yang ditetapkan atas dasar Putusan DKPP 317/2019," kata Anggota KPU masa jabatan 2017 - 2022 itu.
Adapun tiga poin gugatan yang dilayangkan Evi adalah meminta PTUN menetapkan Putusan yang menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34/P Tahun 2020 tanggal 23 Maret 2020 yang memberhentikan dirinya secara tidak hormat sebagai Anggota KPU Masa Jabatan 2017-2022. Kemudian mewajibkan Presiden untuk mencabut Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34/P Tahun 2020 tanggal 23 Maret 2020 yang memberhentikan dirinya secara tidak hormat sebagai Anggota KPU Masa Jabatan 2017-2022. Serta mewajibkan Presiden untuk merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukan dirinya sebagai Anggota KPU Masa Jabatan 2017-2022 seperti semula sebelum diberhentikan.
Evi kembali menjelaskan bahwa kekurangan yuridis yang essential dari Putusan DKPP 317/2019 adalah karena mengkhianati tujuan dari Putusan DKPP yaitu untuk menyelesaikan perselisihan etika antara Pengadu dan Teradu sebagaimana diatur Pasal 155 ayat (2) UU 7/2017 tentang Pemilu. Serta karena DKPP mengkhianati prinsip keramat penyelesaian perselisihan yaitu asas audi et alteram partem atau kewajiban menggelar sidang pemeriksaan perselisihan demi mendengar semua pihak yang berselisih dan berkepentingan.
"Putusan DKPP 317/2019 amar nomor 3 yang memberhentikan saya sebagai Anggota KPU, ditetapkan DKPP tanpa memeriksa Pengadu maupun saya selaku Teradu. Saya bertanya-tanya, apakah ada prosedur penyelesaian perselisihan etika di DKPP selain dari prosedur yang berpedoman kepada prinsip audi et alteram partem. UU 7/2017 tentang Pemilu, Peraturan DKPP 3/2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilu sebagaimana diubah dengan Peraturan DKPP 2/2019 menganut prinsip audi et alteram partem secara tersurat lagi tegas," ungkap Evi.
Baca Juga: Dicari Relawan COVID-19, Gaji Berkisar Rp4-15 Juta