Ilustrasi narapidana (IDN Times/Arief Rahmat)
Dari rangkuman data yang dihimpun oleh Imparsial sepanjang 2019-2021, setidaknya terdapat 115 Vonis hukuman mati yang terdiri dari 82 kasus narkotika, 33 kasus pembunuhan dan 1 kasus terorisme. Terpidana hukuman mati didominasi oleh pelaku tindak pidana narkotika. Sebagai contoh, pada tahun 2018, 81 persen hukuman mati dijatuhkan untuk kejahatan terkait narkotika; kejahatan lainnya adalah pembunuhan berencana 17 persen dan terorisme 2 persen.
Rahmat menjelaskan, dalam sebulan belakangan ini KontraS Sumatera Utara mencoba menghimpun berbagai temuan terkait praktek hukuman mati di Sumatera Utara. Berdasarkan data Kementerian Hukum dan HAM terdapat 37 narapidana mati (sudah inkracht) di lapas kelas 1 kanwil Sumut yang tengah menunggu eksekusi.
“Angka tersebut terdiri dari 27 kasus narkotika, 8 kasus pembunuhan, dan 2 kasus perampokan. Ini bisa bisa bertambah mengingat beberapa terpidana mati masih dalam proses hukum di pengadilan” Kata Rahmat
Menentang hukuman mati bukan berarti menjadikan KontraS Sumut membenarkan atau membela pelaku kejahatan. Itu adalah dua persoalan yang berbeda. Mereka yang telah kehilangan orang yang dicintai dalam kejahatan yang keji berhak melihat pelaku kejahatan dimintai pertanggungjawaban melalui pengadilan yang adil tanpa harus melalui hukuman mati.
Rahmat menambahkan, Dukungan publik yang kuat untuk hukuman mati seringkali berdasarkan kurangnya informasi terpercaya tentang hal itu. Paling sering adalah keyakinan keliru bahwa hukuman mati akan mengurangi angka kejahatan. Banyak pemerintah yang tergesa-gesa menyebarkan keyakinan keliru ini meski tanpa bukti yang mendukungnya
Lebih jauh, KontraS melihat tidak ada korelasi yang jelas antara hukuman mati dengan menurunnya jumlah kejahatan. Salah satu narasi yang dibangun penggunaan hukuman mati untuk memerangi narkotika.
“Faktanya hukuman mati sama sekali tidak efektif menurunkan angka kejahatan terutama peredaran narkotika. Sumut merupakan salah satu wilayah dengan angka terpidana mati yang tengah menanti eksekusi tertinggi justru menjadi provinsi dengan angka peredaran narkotika terbesar di Indonesia”, pungkasnya.