Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Fakta Menarik Tur Buku Dee Lestari "Tanpa Rencana" di Medan

Tur buku baru Dee Lestari bertajuk "Tanpa Rencana" di USU (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Medan, IDN Times - Nama Dee Lestari sebagai seorang novelis telah harum dan merebak ke mana-mana. Karya-karya fenomenalnya seperti Aroma Karsa, Supernova, hingga Perahu Kertas berhasil mendobrak pasar perbukuan, sehingga menempatkannya sebagai sosok yang selalu dielu-elukan bagi para penikmat sastra.

Hari ini Dee Lestari menyambangi Kota Medan sebagai tempat terakhir pelaksanaan tur buku terbarunya yang berjudul "Tanpa Rencana". Ia bercerita banyak soal mahakaryanya yang satu ini.

Di antaranya adalah bagaimana seorang Dee Lestari mengeksplorasi perasaannya pasca 2 pria terdekatnya meninggal dunia dalam waktu yang terbilang dekat, yakni suami dan ayahnya sendiri.

Kota Medan bagi Dee Lestari menjadi tempat yang spesial. Selain dirinya yang semasa kecil pernah tinggal beberapa tahun di kota Melayu Deli ini, Medan juga menjadi satu-satunya kota di luar Pulau Jawa yang ia kunjungi dalam tur buku "Tanpa Rencana".

1. Buku baru Dee Lestari bertajuk "Tanpa Rencana" tercipta secara spontan, pembaca ikut menyumbang ide-ide yang menarik

Dee Lestari spoiler banyak hal soal buku terbarunya (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Seperti tajuknya "Tanpa Rencana", Dee Lestari mengatakan bahwa di balik pengkaryaan ini banyak spontanitas yang tercipta. Namun meskipun begitu, Dee mengaku bahwa ia banyak menyajikan perasaannya dalam maha karyanya kali ini yang lahir setelah jeda panjang bersosial media.

"Saya mulai menulis lagi di 2023, ada mungkin 2 atau 3 cerita, lalu tiba-tiba saya diundang oleh Ubud Writers Festival mengisi untuk tahun 2024. Baru saya kemudian betul-betul mengisi buku yang saya rencanakan ini yang judulnya 'Tanpa Rencana'. Jadi ini kontradiktif, tapi menarik. Tentu semua di dalam 'Tanpa Rencana' spontan. Ini antologi yang besar sekali artinya bagi saya. Karena saya rasa karya ini begitu personal. Kadang-kadang saya masuk menjadi karakter, kadang-kadang hidup saya yang real itu masuk dalam buku ini, sesuatu yang sebenarnya jarang saya lakukan," kata Dee Lestari, Sabtu (8/2/2025).

Perempuan berusia 49 tahun ini tak sungkan untuk menyebutkan bahwa banyak hal-hal yang belum pernah ia lakukan dalam menulis justru ia tuangkan. Seperti salah satu cerita yang berjudul "Asam Garam" di dalam buku "Tanpa Rencana".

Dee yang selalu memiliki waktu jauh hari melakukan riset untuk novel-novel sebelumnya, maka berbeda dengan bukunya kali ini. Di cerita "Asam Garam", Dee melakukan riset alih-alih sembari saat dirinya sedang menulis.

"Ada satu lagi yang juga tidak pernah saya lakukan sebelumnya dan terjadi di buku 'Tanpa Rencana', yaitu membuka ide pembaca. Jadi waktu itu saya kasih kesempatan pembaca saya untuk mengirimkan ide. Karena saya berpikir saya melakukan ini secara spontan, kenapa gak saya lakukan ini juga kepada ide sumbangan orang lain? Dan ternyata betul, bisa! Dari 18, ada 3 cerita yang idenya disumbangkan dari pembaca saya. Termasuk certa 'Asam Garam' itu sendiri," akunya.

2. Buku "Tanpa Rencana" merupakan karya paling personal dari Dee Lestari

Buku "Tanpa Rencana" karya Dee Lestari (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Di Kota Medan Dee Lestari berkesempatan menyelenggarakan diskusi bedah buku baru miliknya. Acara ini terselenggara atas kerja sama Bentang Pustaka bersama Ngobrol Buku, Kede Buku Obelia, Program Studi Sastra Indonesia USU, KBSI (Keluarga Bahasa dan Sastra Indonesia), dan himpunan mahasiswa jurusan Sastra Indonesia USU.

"Tanpa Rencana" merupakan karya paling personal dari Dee Lestari yang menghadirkan 18 cerita. Buku ini mengeksplorasi berbagai tema, seperti kehidupan, kematian, kehilangan, penerimaan, dan spiritualitas. Melalui "Tanpa Rencana", pembaca diajak untuk lebih mengenal sisi personal dari sang penulis.

"Karena sifatnya spontan, penulisan 'Tanpa Rencana' ini akhirnya mengangkat hal hal bersifat katarsis. Tahun 2022 saya kehilangan suami saya, sosok yang begitu penting bagi saya. Kemudian 2024 saya kehilangan ayah saya. Artinya, dalam waktu berdekatan saya kehilangan 2 sosok pria yang paling utama dalam hudup saya. Sehingga saat saya menulis 'Tanpa Rencana', saya rasa perasaan-perasaan yang kuat itulah yang banyak terangkat," aku Dee Lestari.

Contohnya ada cerita karyanya dalam buku "Tanpa Rencana" yang berjudul "Bapak Aku Mencoba". Itu ditulis Dee Lestari saat dirinya sedang berada di meja makan. Di mana ia menulis dalam keadaan menangis sejadi-jadinya. 

"Saya curiga itu air mata yang tertahan, belum sempat keluar. Sampai anak saya bingung. Saya sendiri tidak tahu saya akan menangis, tidak ada rencananya. Waktu itu memang saya sudah keburu buka laptop, saya mau menulis tahu-tahu ada emosi yang begitu kuat. Jadi saya anggap itu proses kreatif saya," bebernya.

Lewat buku barunya ini, Dee Lestari juga mengaku menemukan kelegaan dan penyembuhan dalam taraf tertentu. Ia lebih memahami apa yang terjadi pada dirinya sendiri secara emosional.

"Karena dalam menulis itu kita berusaha mengkomunikasikan apa yang sebelumnya abstrak menjadi lebih konkret. Dan dalam berkarya, kita menciptakan itu agar indah dan bisa dinikmati orang lain. Upaya itulah yang membuat rasa kita jadi lebih jelas. Itu yang terjadi dalam 'Tanpa Rencana'," aku Dee Lestari.

3. Dee Lestari spoiler buku berikutnya yang ia tulis, hasil kolaborasi antara ia dan almarhum suami

Tur buku baru Dee Lestari bertajuk "Tanpa Rencana" di USU (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Buku "Tanpa Rencana" telah mencapai penjualan lebih dari 5.000 eksemplar selama masa pre-order. Hal ini tentu mencerminkan sambutan yang luar biasa dari masyarakat.

Dalam mempromosikan bukunya, Dee telah mengunjungi sejumlah kota besar, yaitu Bali, Bandung, Jakarta, Surabaya, Malang, Yogyakarta, Magelang, dan Medan. Di depan banyak penggemarnya, Dee memberikan spoiler karya-karya terbaru yang saat ini sedang ia garap. 

"Dalam tahun 2025 ini saya akan nulis 3 manuskrip. Manuskrip yang pertama adalah Aroma Karsa 2 yang berbicara soal semesta yang sama (dari buku sebelumnya). Manuskrip yang kedua adalah buku nonfiksi, begitu juga dengan manuskrip yang ketiga," beber Dee Lestari.

Lebih rinci, manuskrip yang akan ia garap merupakan tulisan kolaborasi antara dirinya dengan almarhum suaminya, Reza Gunawan. Di mana semasa hidup dulu Reza disebutnya sangat ingin sekali memiliki buku karyanya sendiri.

"Kan jarang saya berkolaborasi, ya. Tapi ini kolaborasi saya sama almarhum suami saya. Jadi tahun ini adalah tahun ketiga (kepergian Reza). Tahun ketiga dalam tradisi Buddishme, adalah peringatan terakhir, 1.000 harinya. Saya mau membuat sesuatu yang berdampak. Reza itu punya cita-cita mau menulis dan pengen bikin buku, sayangnya tak pernah kesampaian. Jadi saya mau mewujudkan keinginannya dan mengangkat tulisan dia yang lama terkubur di laptopnya. Itu yang akan saya tulis ulang dan akan saya rangkai bersama. Karya berikutnya nonfiksi juga yang rencana terbitnya di Januari 2026. Makanya manuskripnya saya bikin di 2025," pungkasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Eko Agus Herianto
EditorEko Agus Herianto
Follow Us