Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Alasan Psikologis Kita Suka Membeli yang Gak Kita Butuh, Sadari!

ilustrasi belanja (unsplash.com/Arturo Rey)
ilustrasi belanja (unsplash.com/Arturo Rey)
Intinya sih...
  • Dipicu emosi: Bosan, stres, dan dopamin. Belanja jadi pelarian saat sedih atau lelah, tapi gak menyelesaikan masalah. Alternatif sehat: jalan kaki, ngobrol sama teman, atau hobi.
  • Pengaruh sosial dan gengsi. Perbandingan sosial mendorong beli barang demi tampil lebih keren. Kita peduli gimana orang lain lihat kita daripada kebutuhan nyata.
  • Diskon, stok terbatas, atau trik marketing. Strategi menciptakan rasa terburu-buru dan keputusan impulsif tanpa mikir panjang. Setelah beli baru sadar barangnya gak penting.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pernah gak sih kamu mikir, kenapa kita sering beli barang yang sebenernya gak kita butuh? Rasanya impuls itu tiba-tiba muncul pas lagi scroll online shop atau lewat depan toko yang lagi diskon.

Nah, ini dia 5 alasan psikologis kenapa kita suka beli barang tanpa mikir panjang, apa pengaruhnya ke hidup kita, dan gimana cara menyikapinya biar lebih bijak. Yuk simak!

1. Dipicu emosi: Bosan, stres, dan dopamin

ilustrasi belanja (unsplash.com/freestocks)
ilustrasi belanja (unsplash.com/freestocks)

Salah satu penyebab utama kenapa kita suka belanja barang yang gak penting adalah karena perasaan. Saat lagi bosan, sedih, stres, atau lelah, otak kita nyari sesuatu yang bisa bikin senang secepat mungkin, dan belanja jadi pelariannya. Aktivitas ini memicu dopamin, hormon yang bikin kita merasa bahagia walau cuma sebentar. Belanja bisa jadi semacam pelarian buat mereka yang sedang merasa kesepian atau tertekan.

Masalahnya, belanja karena emosi gak pernah benar-benar menyelesaikan masalah yang ada. Efek senangnya cepat hilang dan sering digantikan rasa bersalah. Kalau terus dibiarin, ini bisa berubah jadi kebiasaan impulsif yang nyedot uang dan bikin kondisi emosional makin kacau. Dibanding belanja, alternatif yang lebih sehat itu seperti jalan kaki, ngobrol sama teman, atau meluangkan waktu buat hobi yang bisa kasih efek bahagia tanpa harus keluar uang.

2. Pengaruh sosial dan gengsi

ilustrasi sosmed (unsplash.com/Nathana Rebouças)
ilustrasi sosmed (unsplash.com/Nathana Rebouças)

Kita sering membandingkan hidup kita dengan orang lain, teman, selebgram, atau orang asing yang kelihatan "sukses" di media sosial. Nah, perbandingan sosial ini bisa mendorong kita untuk beli barang demi tampil lebih keren atau terlihat berhasil. Barang-barang bermerek atau yang sedang tren jadi semacam simbol status yang bikin kita merasa lebih diterima secara sosial.

Masalahnya, kebutuhan buat terlihat punya gaya hidup tertentu bisa bikin kita beli barang yang sebenernya gak kita perlukan. Kadang, kita beli sesuatu cuma karena pengaruh lingkungan, bukan karena benar-benar butuh atau suka. Ini yang bikin kebiasaan belanja jadi gak sehat. Kita mulai lebih peduli gimana orang lain lihat kita daripada apa yang benar-benar kita perlukan dalam hidup.

3. Diskon, stok terbatas, atau trik marketing

ilustrasi diskon (unsplash.com/Tamannaa Rumee)
ilustrasi diskon (unsplash.com/Tamannaa Rumee)

Siapa sih yang gak tergoda sama diskon besar-besaran atau tulisan “tinggal 3 lagi!”? Strategi kayak gini memang sengaja dibuat buat menciptakan rasa terburu-buru. Otak kita bereaksi terhadap rasa takut kehilangan kesempatan, jadi meskipun kita gak butuh barangnya, kita tetap tergoda buat beli karena takut kehabisan.

Toko-toko, baik online maupun offline, sudah tahu banget cara mainin emosi kita. Mereka sengaja letakin barang-barang tertentu di titik strategis, kasih pop-up rekomendasi, atau pakai hitungan mundur supaya kita merasa harus segera membeli. Saat itu terjadi, keputusan kita sering dibuat dalam sekejap, tanpa mikir panjang. Dan setelah belinya? Baru deh sadar kalau sebenarnya barang itu gak penting.

4. Kebiasaan, pembenaran, dan efek domino

ilustrasi belanja (unsplash.com/charlesdeluvio)
ilustrasi belanja (unsplash.com/charlesdeluvio)

Pernah gak kamu beli satu barang, lalu merasa perlu beli barang tambahan supaya barang pertama tadi terasa lengkap? Misalnya, beli smartphone baru lalu beli casing, charger cadangan, pelindung layar, sampai aksesori lain. Ini disebut Diderot Effect, satu pembelian kecil bisa bikin kamu belanja lebih banyak lagi. Dan sering kali semua itu berakhir di lemari tanpa pernah terpakai maksimal.

Selain itu, otak kita punya cara unik buat membenarkan keputusan yang sudah dibuat. Kita bilang ke diri sendiri, “Aku capek, pantas beli ini,” atau “Ini kan lagi diskon, rugi kalau gak beli.” Padahal, semua itu cuma cara otak buat meredam rasa bersalah karena keputusan yang impulsif. Lama-lama, kamu terbiasa belanja hanya karena terbawa suasana, bukan karena kebutuhan nyata.

5. Otak kita memang senang hadiah cepat

ilustrasi belanja (pexels.com/Anna Shvets)
ilustrasi belanja (pexels.com/Anna Shvets)

Manusia pada dasarnya suka dengan hal-hal yang memberi rasa senang dengan cepat. Proses menunggu paket datang atau membuka kemasan baru bisa memicu perasaan senang yang kuat. Otak kita, begitu merasa senang dari pengalaman itu, jadi pengen mengulang lagi dan lagi. Itulah kenapa belanja sering dianggap sebagai aktivitas yang bikin nagih.

Masalahnya, makin sering kita cari rasa senang lewat belanja, makin dalam kita masuk ke pola pikir jangka pendek. Kita jadi susah membedakan mana kebutuhan dan mana keinginan sesaat. Akhirnya, kebiasaan ini bisa jadi candu ringan, dimana kita merasa harus belanja buat bisa merasa lebih baik, padahal cuma sesaat efeknya.

6. Cara mengatasinya dengan lebih bijak

ilustrasi daftar (unsplash.com/Cathryn Lavery)
ilustrasi daftar (unsplash.com/Cathryn Lavery)

Kalau kamu merasa sering tergoda buat belanja tanpa mikir panjang, langkah pertama yang bisa dicoba adalah berhenti sejenak sebelum beli. Tanyakan ke diri sendiri: “Aku benar-benar butuh ini, atau cuma lagi bosan?” Luangkan waktu minimal satu hari sebelum ambil keputusan. Kalau setelah satu hari kamu masih merasa perlu, baru pertimbangkan untuk beli. Trik sederhana ini bisa bantu otakmu untuk berpikir lebih jernih dan gak dikendalikan oleh emosi sesaat. Selain itu, coba juga biasakan punya daftar belanja dan batas anggaran sebelum masuk ke toko atau buka marketplace, kalau barangnya gak ada di daftar, tahan dulu.

Kamu juga bisa mulai menghindari pemicu belanja impulsif seperti notifikasi promo, email diskon, atau iklan dari media sosial. Kurangi juga kebiasaan menyimpan data kartu di toko online supaya gak mudah checkout. Kalau kamu suka isi waktu dengan belanja karena merasa bosan, coba alihkan ke kegiatan yang memberi rasa senang yang sehat seperti, jalan-jalan sore, ngobrol dengan teman, olahraga, atau belajar hal baru yang selama ini kamu tunda. Semakin sering kamu kasih hadiah lain ke diri sendiri selain barang baru, semakin mudah kamu keluar dari kebiasaan belanja yang gak perlu.

Ternyata alasan kita sering beli barang yang gak kita butuh itu cukup rumit—mulai dari emosi, pengaruh sosial, strategi marketing, sampai cara kerja otak kita sendiri. Tapi bukan berarti kita gak bisa berubah. Dengan mulai mengenali apa yang memicu keinginan belanja, dan memberi jarak sebelum mengambil keputusan, kita bisa hidup lebih hemat dan bebas dari tekanan barang-barang yang gak penting. Yuk mulai pikirkan lagi setiap kali ingin beli sesuatu, kamu layak merasa cukup tanpa harus terus beli barang baru.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Doni Hermawan
EditorDoni Hermawan
Follow Us