Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

4 Alasan Membaca Buku Terjemahan Bukan Hal yang Memalukan

ilustrasi seorang perempuan membaca buku (freepik.com/benzoix)
ilustrasi seorang perempuan membaca buku (freepik.com/benzoix)

Beberapa waktu lalu, opini pro kontra mengenai membaca buku terjemahan ramai dibicarakan di media sosial. Ada yang menganggap membaca buku terjemahan itu aneh, bahkan seolah-olah memperlihatkan kalau seseorang tidak cukup pintar karena tidak membaca versi aslinya. Tentu saja, pendapat ini memicu perdebatan panjang. Banyak orang yang membela diri bahwa membaca terjemahan bukanlah sesuatu yang memalukan, melainkan cara yang sah untuk menikmati karya penulis dari berbagai negara.

Kalau dipikir-pikir, justru terjemahanlah yang membuat banyak karya besar bisa diakses lebih luas. Tanpa penerjemah, mungkin hanya segelintir orang yang bisa menikmati kisah Haruki Murakami, Paulo Coelho, atau Gabriel García Márquez. Jadi, gak ada alasan untuk minder hanya karena kita memilih membaca terjemahan. Malah, ada banyak alasan kenapa membaca buku terjemahan bukan hal yang memalukan, dan seharusnya bisa kita apresiasi.

Berikut ini empat alasan mengapa membaca buku terjemahan itu bukan sesuatu yang aneh atau memalukan!

1. Penerjemah membuka akses pengetahuan

ilustrasi seorang perempuan membaca buku (freepik.com/freepik)
ilustrasi seorang perempuan membaca buku (freepik.com/freepik)

Tidak semua orang bisa menguasai bahasa asing dengan baik, terutama bahasa-bahasa yang jarang dipelajari. Kalau harus menunggu sampai benar-benar fasih dulu baru membaca, tentu banyak ilmu dan cerita yang akan terlewatkan. Nah, di sinilah penerjemah punya peran penting. Mereka jadi jembatan yang membuat karya dari negara lain bisa dinikmati oleh pembaca lokal.

Bayangkan saja, tanpa penerjemah, mungkin kita gak akan pernah tahu detail kehidupan masyarakat Jepang lewat novel-novel Haruki Murakami, atau memahami cara berpikir filsuf Prancis seperti Albert Camus. Buku-buku itu bisa jadi sangat berat kalau dibaca dalam bahasa aslinya. Jadi, adanya terjemahan membuat pengetahuan lebih inklusif, bisa diakses siapa pun tanpa batasan bahasa. Membaca terjemahan bukan berarti kita kurang cerdas, tapi justru menunjukkan kita menghargai kesempatan yang sudah dibuka oleh para penerjemah.

2. Terjemahan itu hasil kerja kreatif

ilustrasi membaca buku (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi membaca buku (pexels.com/cottonbro studio)

Banyak yang masih menganggap menerjemahkan itu gampang, tinggal ganti kata dari bahasa A ke bahasa B. Padahal, prosesnya jauh lebih kompleks. Penerjemah bukan hanya memindahkan kata, tapi juga nuansa, konteks, dan rasa dari teks aslinya. Mereka harus pintar memilih padanan kata yang sesuai dengan budaya pembaca agar makna yang ingin disampaikan dari bahasa sumber tidak hilang di bahasa sasaran.

Salah satu contoh terbaik bisa dilihat dari novel Harry Potter, ketika istilah "Mirror of Erised" muncul. Kata erised adalah kebalikan dari kata desire. Kalau diterjemahkan mentah-mentah, nuansa permainan kata itu akan hilang. Namun, penerjemah Listiana Srisanti memilih padanan "Cermin Tarsah", di mana tarsah adalah kebalikan dari kata hasrat yang merupakan terjemahan dari kata desire. Hasilnya, pembaca Indonesia juga bisa merasakan momen "aha!" yang sama dengan pembaca versi asli saat menyadari rahasia di balik nama cermin tersebut. Dari sini terlihat jelas bahwa terjemahan adalah karya kreatif tersendiri, karena penerjemah berhasil mengadaptasi makna sekaligus menjaga keindahan permainan kata.

3. Bahasa asing tidak menjamin pemahaman penuh

ilustrasi membaca buku (pexels.com/Min An)
ilustrasi membaca buku (pexels.com/Min An)

Banyak orang bisa bahasa Inggris, tapi gak semubenar-benar memahami teks sastra, istilah teknis, atau idiom yang rumit. Apalagi kalau bukunya berisi teori berat atau filosofi yang dalam, memahami bahasa saja kadang belum cukup. Di titik inilah terjemahan jadi penolong, karena penerjemah biasanya sudah melakukan riset untuk mencari padanan istilah yang tepat agar lebih mudah dipahami pembaca.

Misalnya, buku filsafat atau sains sering kali penuh dengan istilah akademis yang bikin pembaca pusing. Membaca versi terjemahan yang rapi dan akurat justru bisa membantu kita menangkap inti gagasan tanpa harus terjebak kebingungan. Jadi, meskipun bisa membaca bahasa asing, gak ada salahnya memilih versi terjemahan. Ini bukan berarti kita malas, tapi justru kita lebih cerdas karena tahu cara yang paling efektif untuk memahami isi buku.

4. Membantu industri buku lokal berkembang

ilustrasi membaca buku (pexels.com/Cristian Benavides)
ilustrasi membaca buku (pexels.com/Cristian Benavides)

Ketika kita membeli dan membaca buku terjemahan resmi, kita sebenarnya sedang mendukung penerjemah, editor, dan penerbit lokal. Industri buku Indonesia bisa tumbuh karena adanya permintaan terhadap karya terjemahan. Kalau semua orang merasa malu atau lebih memilih membaca versi bajakan, industri penerjemahan bisa mati pelan-pelan.

Selain itu, lewat buku terjemahan, penulis asing jadi lebih dikenal oleh pembaca Indonesia. Hal ini bisa membuka jalan sebaliknya: karya penulis Indonesia diterjemahkan ke bahasa lain dan dikenal di dunia internasional. Jadi, dengan membaca buku terjemahan, kita bukan hanya menambah pengetahuan, tapi juga ikut menjaga ekosistem literasi tetap hidup dan berkembang. Dukungan sekecil membeli buku terjemahan bisa membawa dampak besar untuk industri literasi tanah air.

Jadi, membaca buku terjemahan bukanlah hal yang perlu ditutupi atau dianggap memalukan. Justru ada banyak manfaat yang bisa kita dapat. Membaca seharusnya membuat kita lebih terbuka. Jadi, daripada sibuk memikirkan gengsi dan menganggap aneh orang yang membaca buku terjemahan, lebih baik kita syukuri kesempatan bisa mengakses ilmu dan cerita dari berbagai penjuru dunia lewat karya para penerjemah.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Doni Hermawan
EditorDoni Hermawan
Follow Us