TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Merdang Merdem, Tradisi Suku Karo agar Sawah Tumbuh Subur

Seperti apa sih prosesnya?

Ilustrasi lahan sawah (IDN Times/ Ervan)

Medan, IDN Times- Merdang merdem merupakan salah satu kegiatan rutin yang dilakukan oleh masyarakat etnis Karo. Kegiatan ini umumnya diadakan sebagai bentuk perayaan atau ungkapan rasa syukur terhadap sesuatu yang dianggap penting. Merdang merdem dilakukan dengan tujuan agar sawah yang telah ditanami padi dapat tumbuh subur dan terhindar dari hama.

Merdang merdem adalah ritual yang melibatkan komunitas Karo secara keseluruhan. Dalam acara ini, masyarakat berkumpul di sebuah tempat terbuka, seperti lapangan atau pekarangan rumah adat. Mereka membawa sesajen berupa makanan tradisional Karo, seperti babi panggang, rendang, dan jagung. Selain itu, juga terdapat tarian dan musik tradisional yang mengiringi acara ini.

Berikut IDN Times merangkum informasi lengkapnya.

1. Merdang merdem pun dilakukan dalam beberapa tahap

foto masyarakat memakai baju adat Karo (instagram.com/suku.karo.id)

Suku karo memiliki cara khas untuk memanjatkan doa kepada sang pencipta. Selain memohon kepada sang pencipta, agar sawah yang ditanami tumbuh subur. Upacara merdang merdem pun dilakukan dalam beberapa tahap.

Upacara tersebut umumnya dilakukan lebih dari satu hari, dan dilakukan banyak orang, hampir beberapa kecamatan di Kabupaten Karo melaksanakan upacara seperti ini.  Umumnya lagi, upacara merdang merem dilakukan pada bulan Juli, kalender suku Karo. 

Baca Juga: Mengenal Ritual Erpangir Ku Lau dari Karo untuk Hindari Malapetaka

2. Untuk memeriahkan acara, ditampilkan tari tradisional gendang guro-guro aron

foto masyarakat memakai baju adat Karo (instagram.com/suku.karo.id)

Upacara merdang merdem dilakukan lebih dari dua orang. Bahkan melibatkan seluruh warga di sebuah kampung yang mengadakan upacara tersebut. Keunikannya, acara tersebut berlangsung setahun sekali.

Maka untuk memeriahkan acara, ditampilkan tari tradisional gendang guro-guro aron. Tarian tersebut tujuannya adalah, untuk memeriahkan sekaligus menjadi ajang mencari pasangan bagi muda-mudi yang ikut serta dalam upacara. 

3. Semua penduduk dilibatkan dengan kegiatan mencari kor-kor

Ilustrasi Belalang (IDN Times/Sunariyah)

Proses hari pertama cikor kor. Di hari pertama upacara, semua penduduk dilibatkan dengan kegiatan mencari kor-kor. Yakni sejenis serangga yang berada di bawah pepohonan di dalam tanah. Semua penduduk libatkan mencari perkara tersebut, tujuannya agar dijadikan lauk makanan pada hari pertama upacara ini.

Kemudian, berlanjut pada proses hari kedua cikurung. Tidak jauh berbeda dengan hari pertama. Untuk proses upacara di hari kedua ini, penduduk dilibatkan dengan kegiatan mencari kurung di ladang atau sawah. Kurung yang dimaksud adalah jenis binatang yang hidup di sawah yang dicari. Dengan tujuan untuk dijadikan lauk di hari kedua tersebut. 

4. Proses hari ketiga disebut ndurung

Ilustrasi ikan lele. (ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho)

Selanjutnya, proses hari ketiga disebut ndurung. Di hari ketiga upacara, masih ditandai dengan kegiatan yang sangat tidak jauh berbeda dengan hari pertama dan kedua.

Penduduk dilibatkan untuk mencari ndurung. Sejenis ikan yang ada di sawah ataupun di sungai jenisnya seperti lele atau yang dinamakan sebakut, belut, kaperas. Hasil temuan itu nantinya akan dijadikan lauk makanan. Untuk hari ketiga upacara meredang merem. 

Kemudian, proses hari keempat mantem. Di hari keempat ini akan dilakukan mantem atau motong kerbau, babi atau lembu. Untuk dijadikan lauk pada hari tersebut. Hal ini dilakukan menjelang perayaan puncak atau sehari sebelum perayaan puncak. 

Baca Juga: Festival Bunga dan Buah Beri Dampak Positif untuk Pariwisata Karo 

Berita Terkini Lainnya