TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ustaz Ghazali: Bom di Medan Balas Dendam Atas Kematian Pimpinan ISIS

Pelaku bom bunuh diri jaringan JAD yang terkait ke ISIS

Ilustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Medan, IDN Times – Hingga kini, tim gabungan masih mendalami kasus bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan yang terjadi Rabu (13/11) pagi. Sejumlah orang yang berkaitan dengan terduga pelaku RMN, diperiksa. Termasuk DA, istri terduga pelaku.

Mantan Narapidana Teroris (Napiter) Ustaz Khairul Ghazali pun ikut memberi komentar. Kata Ghazali, pelaku masih terafiliasi ke jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang terkoneksi ke ISIS.

Baca Juga: Cerita Brigadir Juli, Ibunya Punya Firasat Sampai Salat Tahajud

1. Teror yang diciptakan tidak perlu besar, tapi dianggap balas dendam

(Ilustrasi bom) IDN Times/Sukma Shakti

Ghazali pun menjelaskan jika apa yang dilakukan pelaku RMN begitu amatir. Daya ledaknya juga terbilang rendah.

Itu, kata Ghazali, berkaitan dengan ciri-ciri jaringan JAD pasca kematian pimpinan ISIS Abu Bakr Al-Baghdadi. “Kemudian terkait balas dendam kematian Al Baghdadi Pemimpin ISIS,” kata Ghazali, Kamis (14/11).

2. Teror tetap dilakukan meski dampaknya kecil

(Ilustrasi) IDN Times/Sukma Shakti

Dia juga bercerita, setelah Baghdadi tewas, ISIS mendeklarasikan pemimpin yang baru Abu Ibrahim Al-Hashimi Al-Quraishi. Pemimpin baru itu langsung mendeklarasikan jika kematian pemimpin baru itu bukanlah kekalahan. Teror akan terus berlanjut, khususnya kepada Amerika.

“Dia menganjurkan kepada para Jihadis di seluruh dunia, untuk melakukan eksekusi kaum musyrikin dan thogut (aparat) dengan menggunakan kekuatan yang ada. Sekali pun kekuatan itu berharga murah yaitu sebilah pisau. Jadi gak perlu pakai persenjataan atau bom yang besar,” ungkapnya.

Dia mencontohkan soal kasus penusukan Menteri Wiranto. Lalu kasus penyerangan di Polsek Wonokromo, Surabaya yang mana pelakunya berpura-pura membuat pengaduan dan berakhir dengan penusukan dengan celurit.

3. Para pelaku tetap menganggap pemerintah dan aparat sebagai thogut yang harus diperangi

Ilustrasi. (IDN Times/Sukma Shakti)

Para pelaku teror biasanya sudah terpapar paham yang menganggap pemerintah dan aparat adalah thogut. Sehingga mereka terus memerangi mereka. Melakukan teror yang tujuannya membunuh.

“Mereka masuk ke sarang-sarang yang mereka anggap musuh, kantor polisi atau pejabat negara. Tujuannya memang membunuh. Selain menunjukkan jika kelompok ini masih eksis,” ungkap pendiri Pesantren Al Hidayah, Deli Serdang, Sumatera Utara itu.

4. Pemerintah harusnya masuk ke sarang-sarang kelompok terorisme untuk melakukan penyadaran

Pixabay

Kelompok-kelompok yang terafiliasi dengan ISIS ini disinyalir masih banyak jumlahnya. Peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk upaya pencegahan.

Harusnya, kata Ghazali, upaya pencegahan itu dilakukan dengan cara masuk langsung ke sarang kelompok  yang dianggap radikal. Bukan malah hanya membangun dialog anti terorisme kepada kelompok yang sudah NKRI.

“Selama ini proses counter teroris justru dilakukan oleh kelompok yang tidak terpapar. Harusnya sosialisasi counter teroris ini kepada kelompok yang terpapar dan itu jumlahnya banyak. Jadi harus masuk ke sarang-sarang itu. Itu baru betul pencegahannya,” tukasnya.

Baca Juga: Sasar Polisi, 5 Serangan Teroris yang Pernah Terjadi di Kota Medan

Berita Terkini Lainnya