TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Konjen Tiongkok Digeruduk Massa Penolak Tambang DPM

Warga yang ingin serahkan investigasi CAO diacuhkan

Masyarakat Dairi berunjuk rasa di depan Konjen Tiongkok di Medan, Rabu (24/8/2022). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Medan, IDN Times – Sejumlah orang mengenakan atribut etnis Dairi berunjukrasa di depan Gedung Konsul Jenderal (Konjen) Tiongkok di Kota Medan, Sumatra Utara, Rabu (24/8/2022). Massa merupakan  masyarakat Dairi yang tinggal berdampingan dengan lokasi pembangunan tambang milik PT Dairi Prima Mineral (DPM) yang terus menjadi sorotan.

Massa membentang poster protes. Mereka menolak keberadaan tambang yang dinilai telah mengancam kehidupan masyarakat.

Selain poster, massa juga membawa hasil bumi. Mereka membawa berbagai buah-buahan antara lain; nenas, salak, durian dan lainnya. Ini adalah buah-buahan dari para petani yang terkena dampak.

“Dairi tanah yang sangat kaya dan subur. Tanaman begitu subur tumbuh di  sana. Kami bergantung dari tanaman itu untuk hidup,” ujar Ungkap Napitupulu, warga Desa Pandiangan, Kecamatan Laeparira, Dairi.

1. Warga cerita soal ancaman yang mereka hadapi jika PT DPM terus beroperasi

Konjen Tiongkok di Kota Medan digeruduk massa penolak tambang PT DPM, Rabu (24/8/2022). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Penolakan terhadap PT DPM sudah berlangsung lama. Khususnya para warga yang tinggal di sekitar wilayah kerja perusahaan itu.

Warga sudah melayangkan berbagai protes. Meski pemerintah seakan tidak menggubris. Warga menolak karena potensi bencana yang akan terjadi jika pembangunan tambang diteruskan.

Ungkap bercerita soal pembangunan gudang bahan peledak yang dia nilai terlalu dekat lokasinya dengan pemukiman.

“Gudang bahan peledak hanya berada di 50 meter rumah warga. Kami kahawatir,” katanya.

Kemudian pembangunan bendungan tailing yang juga berpotensi memberikan dampak serius jika terjadi kebocoran.

 “Dengan rasa khawatir, pertanian akan semakin hancur, jika PT  DPM beroperasi. Kami juga sudah dengar berbagai ahli, bahwa Dairi memiliki kontur tanah yang tidak stabil. Dairi rawan gempa. Kami menolak kehadiran PT DPM. Mereka tidak pernah melakukan sosialisasi. Tidak pernah menyampaikan, soal potensi bahaya yang akan ditimbulkan. Jadi semuanya pembohongan belaka,” tukasnya.

Baca Juga: Jadi Tersangka, Bos Judi Online Sumut Sudah Lama Kabur ke Singapura

2. Produksi pertanian warga berkurang hingga 50 persen

Konjen Tiongkok di Kota Medan digeruduk massa penolak tambang PT DPM, Rabu (24/8/2022). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Ungkap Aritonang yang lahir dan besar di Dairi mengatakan, selama proses pembangunan, mereka juga sudah merasakan dampak  buruknya. Produksi pertanian mereka merosot tajam hingga 50 persen.

Kata Ungkap, biasanya satu batang durian miliknya bisa menghasilkan omzet hingga Rp5 juta sekali musim panen. Namun saat ini, hasilnya hanya bisa menembus angka Rp1,5 juta saja. Begitu juga dengan jagung yang ditanamnya. Biasa dia bisa memproduksi jagung hingga dua ton.

“Sekarang hasilnya cuma satu ton saja,” ujar Ungkap.

Ungkap juga khawatir berbagai potensi bencana yang akan semakin membesar. Dia mengingat, bagaimana banjir bandang  yang terjadi pada Desember 2018 lalu dan menewaskan sejumlah orang. Dua di antaranya tidak pernah ditemukan sampai sekarang. Kemudian terjadi kebocoran limbah pada aktifitas eksplorasi yang dilakukan PT DPM yang diduga merusak lingkungan. Meski pun beberapa waktu lalu, PT DPM membantah semua tudingan tersebut.

Achmad Zulkarnain, Head of Health Safety Environment and Corporate Relations PT Bumi Resources Minerals (BRM) sebagai perusahaan yang memiliki 49 persen saham di PT  DPM pada November 2021 lalu  menampik jika banjir bandang pada Desember 2018 disebabkan oleh pembangunan infrastruktur PT DPM. Lantaran pembangunan dilakukan pada Mei 2019.

“Artinya banjir bandang terjadi lebih dulu. Baru PT DPM membangun infrastruktur. Jadi gak bisa dituduhkan itu akibat PT DPM,” tukasnya.

Achmad tidak menampik soal aktifitas pengeboran. Namun dia menolak, ada limbah yang bocor akibat pengeboran. Kata dia , ketika dilakukan pengeboran pada kedalaman 20 meter, terjadi rekahan batuan yang mengakibatkan bentonit atau tanah lempung ke luar.

“Bentonit bahan pupuk juga. Bentonit ke luar ke permukaan. Memang warnanya agak hitam. Tapi itu kan kalau dibilang kerusakan lingkungan, itu dilaporkan, alat bor dicabut, itu selesai,” katanya.

3. Massa ingin sampaikan laporan dari CAO terkait dampak tambang

Konjen Tiongkok di Kota Medan digeruduk massa penolak tambang PT DPM, Rabu (24/8/2022). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Massa terus menyampaikan orasinya di depan Konjen Tiongkok. Mereka ingin menyerahkan hasil laporan Office of the Compliance Advisor Ombudsman CAO terkait risiko bencana jika pembangunan tambang diteruskan.

“Sebelum CAO ini, ada penelitian dari peneliti Independen, bahwa Dairi bisa tenggelam kalau bendungan tailing tersebut tetap dibangun. Karena Dairi rawan bencana,” ujar Koordinator Divisi Studi dan Advokasi Bakumsu Juniaty Aritonang.

Sayangnya, sepanjang unjuk rasa berlangsung tidak ada  satu pun perawakilan dari Konjen Tiongkok yang menemui massa.

Konjen Tiongkok disasar karena 51 persen saham PT DPM dimiliki oleh perusahaan asal negeri Tirai Bambu itu bernama China Nonferrous Metal Industry's Foreign Engineering and Construction Co (NFC).

“Kami melihat, ini harusnya mereka mengevaluasi investaisi di Indonesia. Banyak masalaha yang terjadi kenapa mereka (pemerintah Tiongkok) seolah tutup mata. Hasil CAO tadi menunjukkan bahwa tidak layak pertambangan di daerah risiko  bencana. Kami ingin menyampaikan kepada mereka,” tukas Juni.

4. Aksi unjuk rasa serentak digelar di tiga lokasi

Konjen Tiongkok di Kota Medan digeruduk massa penolak tambang PT DPM, Rabu (24/8/2022). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Untuk diketahui, aksi serentak ini dilakukan di tiga lokasi. Selain di Kota Medan, aksi juga digelar di Dairi. Kemudian, unjuk rasa juga digelar di Kantor Duta Besar Tiongkok dan Kementerian Lingkungan Hidup dan  Kehutanan (KLHK) di Jakarta.

Masyarakat juga mendesak agar KLHK mengevaluasi kontrak kerja PT DPM. Warga juga sudah mendatangi Balai Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK untuk melaporkan dugaan pidana kejahatan lingkungan. Namun, upaya itu belum ditanggapi serius oleh pihak Gakkum.

Kata Juni, Kehadiran Industri Ekstraktif di tengah ruang hidup masyarakat saat ini telah merampas kemerdekaan masyarakat atas hidup yang berdaulat di atas tanahnnya sendiri.

Berita Terkini Lainnya