TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sidang Saksi Remaja Penjual Orangutan Ditunda Lagi, LBH: Panggil Paksa

Saksi tidak hadir bisa diancam pidana

(Ilustrasi persidangan) IDN Times/Sukma Shakti

Medan, IDN Times – Kasus perdagangan bayi orangutan yang melibatkan Thomas Di Raider alias TDR sebagai terdakwa masih terus berjalan di persidangan. Sayangnya, persidangan dengan Perkara No. 1360/Pid.b/LH/2022/PN.Lbp itu mengalami kendala.

Persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Tempat Sidang Labuhan Deli dengan agenda mendengarkan keterangan saksi sudah ditunda dua kali. Pertama pada sidang yang digelar Jumat (1/9/2022). Kemudian persidangan yang digelar pada Senin (5/9/2022) kembali ditunda hingga Kamis (15/9/2022) mendatang.

“Benar ditunda, karena saksi-saksi tidak hadir,” ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Eva Christine.

Baca Juga: Marak Perdagangan Satwa Dilindungi, Spesies Kunci Seakan Tak Berarti

1. Jaksa kesulitan menghadirkan saksi

Ilustrasi persidangan (IDN Times/Sukma Shakti)

Para saksi yang hendak dihadirkan adalah rekan – rekan Thomas, antara lain; Haidar Yasir (20), Putri Adelina (20), RAI (17) dan Arya Rivaldi Pratama (20). Mereka ikut ditangkap petugas dari Polda Sumut bersama Thomas, yang hendak menjual bayi orangutan di Komplek Cemara Asri, Kabupaten Deli Serdang pada, Kamis (28/4/2022) lalu.

Eva pun mengakui kesulitan untuk menghadirkan mereka. Selama ini tim Jaksa sudah berupaya untuk menghadirkan para saksi.

“Ini sedang dicari. Kami juga berkoordinasi dengan Polda Sumut untuk mencari saksi-saksi itu,” kata Eva.

2. LBH Medan menduga sidang kasus orangutan dilaksanakan tidak profesional dan transparan

[ilustrasi] Sapto, Orangutan anakan yang berhasil dievakuasi oleh petugas Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Centre (YOSL-OIC) dari pemukiman di kawasan Gampong Paya, Kecamatan Blangpidie, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), Nanggroe Aceh Darussalam. Selasa (22/1/2019) lalu. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Lembaga Bantuan Hukum Medan terus melakukan pemantauan terhadap peradilan kasus ini. LBH sudah melakukan pemantauan sejak sidang pertama kali digelar pada 15 Agustus 20222 lalu.

Sepanjang pemantauan, LBH Medan mencatat sejumlah kejanggalan. Termasuk pada penundaan beberapa kali persidangan karena ketidakhadiran para saksi.

Dalam  persidangan 5 September, LBH Medan melihat, penundaan persidangan oleh Majelis Hakim, hal tersebut disebabkan JPU a.n. Eva Christine yang menangani perkara hanya menjelaskan alasan ketidak hadiran dari saksi ahli melalui surat resmi.

“Namun tidak menyinggung konfirmasi ketidak hadiran Keempat orang saksi lainnya yang diduga memiliki keterlibatan langsung atas dugaan tindak pidana pemilikan dan perdagangan satwa liar dilindungi,” ujar Kepala Divisi Sumber Daya Alam LBH Medan Alinafiah Matondang dalam siaran persnya, Selasa (6/9/2022).

Bahkan LBH Medan menduga ada unsur kesengajaan saksi tidak hadir dalam persidangan. Ini justru akan mengganggu proses peradilan.

“Ini akan menimbulkan persepsi negatif dari masyarakat, khususnya pegiat satwa dilindungi di Sumatera Utara. Mengingat dugaan keterlibatan terdakwa dalam kasus perdagangan orangutan di Kota Binjai dengan terpidana Eddy Alamsyah Putra yang dikendalikan oleh Irawan Shia alias Minhua, terpidana kasus serupa yang diduga masuk dalam jaringan internasional perdagangan satwa dilindungi,” ujar Ali.

Ali juga mengatakan, tim monitoring dari LBH Medan sempat dilarang melakukan dokumentasi video di dalam persidangan pada 5 September 2022. Padahal, mereka sudah meminta izin dari majelis hakim yang diketuai Sulaiman. Saat itu, majelis hakim mengizinkannya.

“Hakim memberikan izin kepada tim pemantau sidang dari LBH Medan, namun ternyata dihalangi oleh JPU Eva Christine dengan melakukan intervensi menolak izin tersebut kepada hakim dengan alasan kekhawatiran LBH Medan akan menyalahgunakan foto dan video yang didokumentasikan oleh LBH Medan. Pada akhirnya, hakim hanya membolehkan mengambil dokumentasi foto,” ungkapnya.

LBH Medan sangat menyangkan peristiwa itu. Karena hakim ketua mengubah keputusannya karena adanya desakan dari jaksa. Kondisi ini, kata Ali justru menciderai hak LBH Medan dalam partisipasinya menyuarakan pencegahan kerusakan lingkungan hidup dan mengawal proses peradilan yang adil dan transparan.

Baca Juga: Sidang Perdana Remaja Penjual Orangutan, Pesan LBH Medan Menohok

Berita Terkini Lainnya