Sidang Perdana Remaja Penjual Orangutan, Pesan LBH Medan Menohok

LBH Medan dorong jaksa hitung kerugian ekologi

Medan, IDN Times – Kasus remaja penjual bayi orangutan Sumatra yang ditangkap Polda Sumatra Utara pada akhir April 2022, memasuki babak baru. Setelah sekian lama, kasus itu akhirnya disidangkan.

Sidang digelar di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Tempat Sidang Labuhan Deli, Jalan asam Lorong Sekolah, Kelurahan Martubung, Kecamatan Medan Labuhan, Kota Medan, Senin (15/8/2022). Sidang perdana ini beragendakan pembacaan dakwaan dari terdakwa TDR (18).

1. Terdakwa akan menjual orangutan dengan harga tinggi

Sidang Perdana Remaja Penjual Orangutan, Pesan LBH Medan Menohok[ilustrasi] Sapto, Orangutan anakan yang berhasil dievakuasi oleh petugas Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Centre (YOSL-OIC) dari pemukiman di kawasan Gampong Paya, Kecamatan Blangpidie, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), Nanggroe Aceh Darussalam. Selasa (22/1/2019) lalu. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Sulaiman itu, dimulai sekira pukul 16.00 WIB. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Eva Christine dalam dakwaannya menjelaskan, terdakwaThomas ditangkap oleh tim dari Polda Sumut pada Kamis 28 April 2022 di Komplek Cemara Asri, Desa Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara.

“Bermula pada hari Rabu, tanggal 27 April 2022, saksi Ngalau Surbakti bersama dengan saksi Benny Syahputra, saksi Derry Ade Syahputra anggota Reserse Kriminal Umum Polda Sumut mendapat informasi dari masyarakat memberitahukan bahwa terdakwa TDR ada menyimpan  satwa yang dilindungi berupa 1 ekor orangutan Sumatera (pongo abelii) dalam keadaan hidup,” ujar Eva dalam dakwaannya.

Polisi kemudian melakukan  penyamaran. TDR yang terpancing, kemudian menawarkan orangutan itu dengan harga yang luar biasa.

Saat hendak melakukan transaksi, TDR ditangkap bersama empat rekannya yang kini berstatus saksi.

“Bahwa perbuatan terdakwa menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memlihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup tidak memiliki ijin dari pihak yang berwenang,” ujar Eva.

Baca Juga: Kasus Remaja Penjual Orangutan, LBH Medan: Harus Diproses Secara Utuh

2. Terancam lima tahun penjara

Sidang Perdana Remaja Penjual Orangutan, Pesan LBH Medan MenohokIlustrasi napi di penjara (IDN Times/Mardya Shakti)

Usai membacakan dakwaan, majelis hakim menanyai TDR. Remaja 18 tahun itu  tidak keberatan  dengan dakwaan yang dibacakan.

“Saya tidak ada keberatan pak,” ujar TDR yang mengikuti persidangan secara daring dari Rutan Klas II Labuhan Deli, tempat dia ditahan.

Hakim kemudian menunda persidangan sampai Senin (22/8/2022). Sidang berikutnya adalah mendengarkan keterangan saksi.

Dalam kasus ini, TDR dijerat dengan Undang-undang Nomor 5  Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Dia terancam dihukum 5 tahun penjara dan denda Rp100 juta.

Ini bukanlah kasus pertama yang menjerat TDR. Sebelum ditangkap Polda Sumut, dia juga diduga terlibat dalam kasus perdagangan orangutan jaringan internasional. Nama Thomas disebut dalam dakwaan terpidana Eddy Alamsyah Putra, yang divonis 8 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Binjai Mei 2022 lalu.

Dalam dakwaan itu, Eddy menyebut jika orangutan yang dibelinya berasal dari TDR. Dia disuruh oleh Irawan Shia alias Min Hua yang kini menjadi penghuni Rutan Klas II Pekanbaru. Irawan Shia sendiri merupakan residivis kasus perdagangan satwa. Terakhir dia divonis 4 tahun penjara karena terbukti menyelundupkan 4 bayi Singa Afrika, seekor anak leopard dan 58 ekor kura-kura Indiana Star dari Malaysia. Dia diduga kuat sebagai mafia perdagangan internasional.

Sayang sampai sekarang kasus yang terungkap di Binjai mandek. Irawan dan TDR belum juga dipanggil sidang dalam berkas yang berbeda dengan Eddy.

3. Penegakan hukum didorong berperspektif keadilan ekologi, sehingga ada efek jera

Sidang Perdana Remaja Penjual Orangutan, Pesan LBH Medan Menohok[ilustrasi] Sapto, Orangutan anakan yang berhasil dievakuasi oleh petugas Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Centre (YOSL-OIC) dari pemukiman di kawasan Gampong Paya, Kecamatan Blangpidie, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), Nanggroe Aceh Darussalam. Selasa (22/1/2019) lalu. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Jalannya persidangan mendapat pantauan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan. Karena, kasus ini cukup menyita perhatian banyak pihak. Bagi LBH, apa yang dilakukan TDR masuk dalam golongan kejahatan luar biasa atau extraordinary crime.

“Sebab dampaknya sangat luas, penting bagi ekosistem lingkungan hidup dan peradaban manusia,” ungkap Kepala Divisi Sumber Daya Alam LBH Medan Alinafiah Matondang, Senin malam.

Ali mendorong Jaksa tidak hanya menerapkan Undang-undang nomor 5 Tahun 1990 dalam kasus  ini. JPU didorong untuk menerapkan UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Dakwaan JPU belum mendukung pemerintah pusat maupun daerah dalam melestarikan satwa liar dilindungi atau terancam punah," ungkapnya. 

Jaksa didorong untuk mengungkap keterlibatan pihak lain dalam kasus ini. Sangat dimungkinkan, dalam kejahatan perdagangan satwa melibatkan jaringan besar hingga tingkatan internasional. 

Jaksa juga didorong mendalami dugaan keterlibatan empat  orang lainnya yang ditangkap bersama TDR namun dijadikan sebagai saksi. Mereka patut diduga turut mengetahui soal satwa orangutan yang hendak dijual TDR.

“Dengan demikian sudah seharusnya sedari awal JPU meminta penyidik kepolisian agar menetapkan keempat orang teman Terdakwa TDR juga sebagai Tersangka sehingga dapat diseret sebagai terdakwa di Pengadilan,” kata Ali.

JPU juga didorong untuk memasukkan valuasi kerugian ekologi yang diakibatkan dari perbuatan terdakwa. Apa yang dilakukan terdakwa, kata Ali, sudah pasti berdampak pada kerusakan ekologi. Mengingat orangutan adalah satwa pemencar biji di hutan namun memiliki fase perkembangbiakan yang sangat lambat. Sehingga upaya perlindungan menjadi mutlak. 

“Dengan tidak tersebutnya kerugian di atas, jelaslah ke depan JPU tidak akan menuntut terdakwa dengan beban pertanggung jawaban agar melakukan tindakan tertentu berupa pemulihan lingkungan hidup terhadap terdakwa. Maka biaya pemulihan yang sangat besar ini akan ditanggung oleh Negara melalui Kementerian LHK. Artinya masyarakat juga yang akan menanggungnya,” pungkas Ali.

Baca Juga: Statusnya Kritis, Tantangan Menyelamatkan Orangutan Semakin Besar

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya