TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sengketa Lahan Warga Kontra PT LNK, Kuasa Hukum: Mana yang Diserobot?

Warga dipenjarakan dan didakwa menyerobot

Sidang sengketa lahan antar masyarakat dan PT LNK, menghadirkan saksi ahli BPN Langkat, berlangsung hingga jelang malam hari (IDN Times/ Bambang Suhandoko)

Langkat, IDN Times - Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, kembali menggelar sidang sengketa hak kepemilikan lahan seluas 2 ribu meter persegi  antara Hormat Sukatendel PA dan PT Langkat Nusantara Kepong (LNK). Sidang beragendakan meminta keterangan saksi-saksi di Ruang Candra, Selasa (19/1/2021).

Terdapat beberapa keganjilan, antara lain mengenai alas hak yang disengketakan belum jelas kepemilikannya. Namun sayangnya, Hormat Sukatendel warga Dusun Gotong Royong, Desa Kutam Baru, Kecamatan Kutam Baru, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara, sudah ditetapkan sebagai terdakwa dan dipenjarakan lebih kurang dua bulan lebih oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Baca Juga: Harimau Diduga Semakin Dekat ke Pemukiman Warga di Langkat

1. Objek tanah sama, namun titik koordinat bisa berbeda

Sidang sengketa lahan masyarakat dan PT LNK berjalan panjang hingga jelang malam hari (IDN Times/ Bambang Suhandoko)

Dari sidang tersebut, baik Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan penasehat hukum terdakwa, masing-masing memegang data berupa peta titik kordinat tanah yang disengketakan seluas 4,5 hektare. Ironisnya data atau titik kordinat pada masing masing peta yang dipegang kedua belah pihak berlainan letaknya. Alias objek tanah sama namun titik kordinat berbeda).

Melihat itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Langkat Reinhard Harve SH, pada persidangan tersebut menghadirkan saksi ahli dari badan pertanahan nasional (BPN) Kabupaten Langkat E. Purba, selaku bidang pengukuran dan penetapan titik koordinat.

2. BPN Langkat klaim tanah yang disengketakan masuk dalam HGU

Sidang yang berlangsung di PN Stabat terkait sengketa lahan (IDN Times/ Bambang Suhandoko)

Berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh E Purba selaku saksi ahli dalam persidangan, awalnya ada permohonan surat dari pihak Polres Langkat. Surat itu menentukan atau pengambilan titik kordinat atas sebidang tanah di Desa Perkebunan Marike, Kecamatan Kutam Baru, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara, berkisar bulan Juli 2019.

Titik kordinat dilakukan untuk menentukan lokasi mana saja yang masuk dalam hak guna usaha (HGU) perkebunan. "Ada sebanyak 5 titik kordinat yang diambil pada saat itu," kata E Purba, saksi ahli dari BPN dalam persidangan.

Setelah dilakukan pengecekan serta pemeriksaan lebih lanjut di Kantor BPN Langkat, kelima koordinat diakui dia masih masuk dalam HGU. "Dengan kata lain, sebidang tanah yang dikelola terdakwa Hormat, masih termasuk dalam HGU perkebunan," jelasnya.

3. Cuma terdakwa yang ditahan dan lahan 4,5 hektare dikuasai lebih dari satu orang

IDN Times/Sukma Shakti

Anehnya, dari keterangan saksi ahli BPN Langkat, yang memegang peta (titik koordinat) berbanding terbalik dengan bukti peta (titik koordinat) yang dipegang oleh kuasa hukum terdakwa. Padahal pada tanggal 17 dan 18 Juli 2019 lalu, BPN Provinsi dan BPN Langkat serta Kades juga Kamat Salapian, sudah ke lokasi guna melakukan pengukuran.

Nyatanya, saat diukur objek tanah yang disengketakan seluas 4,5 hektare di antaranya 2.000 meter per segi yang dikuasai terdakwa di luar HGU. "Aneh, ketika dibandingkan dengan peta atau data yang sama-sama kita turun ke lokasi. Saksi ahli malah mengatakan tidak tahu kalau peta itu bisa berubah, dan dia malah mengatakan peta yang dipegang itu datanya dari mana?," terang Pramudia Tarigan SH, kuasa hukum terdakwa.

Menurut Pramudia, kalaupun memang lahan yang dikuasai terdakwa Hormat Sukatendel, bermasalah, mengapa hanya kliennya yang dihukum. Sementara yang menguasai lahan seluas 4,5 hektare itu ada orang lain juga.

"Nah, ini kan keganjilan, sementara yang menguasai lahan 4,5 hektare itu bukan hanya terdakwa saja. Kok yang lain tidak dilaporkan atau ditangkap serta didakwa?," bebernya.

Baca Juga: Harimau Makan Ternak di Langkat, WALHI Menduga Ada Kerusakan Habitat

Berita Terkini Lainnya