PLTA Batang Toru, Harapan Baru Penopang Energi Listrik Sumatera Utara
Energi terbarukan dan didesain tahan gempa
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Medan, IDN Times – Pada Desember 2019 lalu, Institute for Essential Services Reform (IESR) meluncurkan Indonesia Clean Energy Outlook (ICEO), sebuah laporan akhir yang mengulas kemajuan pengembangan energi bersih di tanah air, dan meninjau prospek perkembangan pada 2020.
Merujuk laporan ini, tambahan kapasitas terpasang energi terbarukan sebesar 385 MW tahun 2019 tak berdampak signifikan terhadap kemajuan pembangunan energi terbarukan dalam mengejar pencapaian target kapasitas 45 GW pada 2025 sesuai target rencana umum energi nasional (RUEN).
Untuk itu, masih sangat perlu komitmen politik pemerintah yang dituangkan dalam kebijakan dan regulasi progresif serta perbaikan iklim investasi hingga mengakselerasi pembangunan energi bersih di Indonesia. Juga bertransisi menuju sistem energi lebih bersih, kompetitif, dan handal.
Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo sejak beberapa tahun lalu sudah menyiapkan solusi energi terbarukan. Dengan Program Nasional 35.000 Megawatt (MW), satu proyek pembangkit listrik besar yang masuk dalam proyek energi terbarukan Jokowi adalah Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru.
PLTA berkapasitas 4×127,5 MW ini berlokasi di Sungai Batang Toru, Desa Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara.
Pembangunan proyek ini menggunakan konsep run-off hydro system dan irit lahan. Besaran lahan hanya seluas 122 ha dengan luas bangunan 56 ha dan luas genangan maksimal 66 ha. Proyek ini berkontribusi sekitar 15 persen dari beban puncak Sumatera Utara. Target operasi (Commercial Operation Date/COD) PLTA Batang Toru semula pada 2022 namun pengerjaannya diperkirakan molor hingga 2025. Secara pola pengoperasian, proyek ini bertipe peaker.
Jokowi yakin pembangunan PLTA ini bisa mengatasi defisit listrik di Sumut. Meski demikian banyak tantangan yang dihadapi.
Baca Juga: Hore! Sumut Bakal Punya PLTA Baru di Batangtoru
1. Direktur Eksekutif IESR berharap pemerintah mempercepat proses pengerjaannya
Pembangunan dan pengembangan PLTA Batang Toru adalah hasil kolaborasi PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) dengan Universitas Sumatera Utara (USU) dan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan. Kini tahap pembangunannya baru mencapai 11 persen.
Rencana pembangunan PLTA Batang Toru, proyek energi terbarukan berbasis sumber daya air, di Sumatera Utara dinilai mampu mengatasi masalah defisit ketenagalistrikan di provinsi tersebut bila kontrak kapal pembangkit listrik yang disewa dari Turki tidak diperpanjang pada 2022.
Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu mengatakan, selain bisa menghemat APBN hingga Rp6 triliun per tahun, proyek ramah lingkungan ini merupakan solusi untuk mengatasi krisis listrik di Sumatera Utara. Targetnya PLTA Batang Toru ini akan selesai pada 2022 bertepatan dengan berakhirnya kontrak kapal listrik Marine Vessel Power Plant (MVPP) dari Turki.
Keberadaan kapal pembangkit listrik MVPP ini membuat Sumatera Utara tidak lagi mengalami defisit tenaga listrik sejak tahun 2017. Namun kapal sewaan dari Turki tersebut ternyata bukan solusi permanen.
Kapal MVPP hanya disewa selama 5 tahun. Selain biaya sewanya mahal, mencapai Rp6 Triliun per tahun, setelah kontrak habis 2022 maka Sumut akan kembali mengalami defisit listrik.
Berdasarkan fakta tersebut, Gus Irawan mengaku bingung dengan kampanye sebagian orang yang menyebut PLTA Batang Toru tidak dibutuhkan karena listrik Sumut dalam kondisi surplus. Pernyataan ini disebutnya menyesatkan. Surplus sebesar 160 MW yang dialam Sumut saat ini hanya bersifat sementara.
“Sumut akan kembali krisis listrik bila kontrak kapal pembangkit listrik yang disewa dari Turki tidak diperpanjang pada 2022. Kapal itu kan sifatnya bukan jangka panjang. Kita cuma mengontrak 5 tahun dan biayanya mahal,” jelasnya dalam pernyataan tertulis yang diterima IDN Times beberapa waktu lalu.
Dia mengaku cukup memahami latar belakang keberadaan kapal yang menyalurkan listrik 240 MW itu karena memang DPR yang mendorong pemerintah mendatangkannya ke Belawan.
PLN, katanya, sempat menentang usulan itu dengan alasan biaya yang terlalu mahal. Selain itu, kapal tersebut juga masih menggunakan bahan bakar batu bara yang tidak ramah lingkungan.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumewa beberapa waktu lalu juga mengutarakan pembangunan PLTA Batang Toru sangat potensial .
Ia berharap pembangunan PLTA Batang Toru segera berjalan bila seluruh perizinan sudah diperoleh. Sumatera Utara dinilainya salah satu daerah yang pertumbuhan listriknya terus berkembang, sehingga sangat butuh pembangkit baru.
“Sumatera Utara kebutuhan listriknya naik setiap tahun 7 persen -8 persen. Jadi PLTA ini seharusnya bisa memenuhi beban puncak untuk wilayah Sumatera bagian Utara,” kata Fabby.
Dia sangat mendukung proyek ini dan mendorong pemerintah untuk mempercepat proses pengerjaannya. Fabby yakin kalau setiap melakukan proyek besar, pemerintah pasti sudah memikirkan seluruh aspek pendukung, di antaranya ada kajian dampak lingkungan, studi amdal dan lainnya, termasuk status lahan yang menjadi titik pembangunan PLTA Batang Toru berstatus Areal Penggunaan Lain (APL).
“Kalau sudah clean and clear, berarti tidak ada masalah lagi,” tuturnya.
Baca Juga: PLTA Batangtoru Bakal Suplai 510 MW Listrik untuk Sumatera Utara