TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Cegah Konflik, Masyarakat Natumingka Diimbau Jangan Mau Diprovokasi

Tuntutan pengakuan tanah adat sebaiknya lewat jalan damai 

Bentrokan antara masyarakat dan PT TPL pecah di Desa Natumingka, Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba, Sumatra Utara, Selasa (18/5/2021). (Dok AMAN Tano Batak)

Simalungun, IDN Times - Selisih paham mengenai pengakuan tanah adat dikawasan Hutan Tanaman Industri (HTI), antara masyarakat Desa Natumingka Kecamatan Borbor Kabupaten Toba, dengan PT. Toba Pulp Lestari, Tbk (TPL) terjadi beberapa waktu lalu.

Hal ini menarik simpati salah satu tokoh aktivis masyarakat Simalungun sekaligus petani yang pernah terprovokasi, dengan salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) melalui program pendampingan.

Menurutnya masyarakat jangan sampai terprovokasi dengan ajakan LSM hingga rela terlibat kerusuhan dengan pihak lain.

“Tidak ada gunanya bentrok antara masyarakat dan perusahaan, sebaiknya bekerjasama dan bermitra, sehingga pemerintah dalam hal ini dinas kehutanan dapat merekomendasi masyarakat, untuk program pengembangan. Karena semua lahan adalah milik negara dan bukan milik opung kita,” tutur Nursedima Parhusip, Kamis (3/6/2021).

Baca Juga: Dear Parents, Ini 7 Ciri-ciri Bayi Berpotensi Genius

1. Masyarakat hanya diajak untuk melakukan aksi protes, namun hasilnya tidak pernah ada kejelasan

Nursedima Parhusip adalah masyarakat Dusun II Nagahulambu, Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara. (Dok. IDN Times)

Nursedima Parhusip adalah masyarakat Dusun II Nagahulambu, Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara. Diusianya yang sudah memasuki 67 tahun ini merupakan satu dari puluhan masyarakat, korban dari provokasi salah satu LSM selama belasan tahun.

Nursedima menuturkan, lebih dari 12 tahun dirinya berteman dengan salah satu LSM, dengan program pendampingan masyarakat menuntut tanah adat.

Namun hasilnya tidak pernah ada kejelasan dalam setiap perjuangan. Masyarakat hanya diajak untuk melakukan aksi protes melawan pemerintah dan perusahaan, namun hasilnya tidak pernah ada kejelasan.

“Biaya dan waktu sudah terkuras hanya mendengarkan dan mengikuti arahan mereka yang tidak jelas, hasilnya hanya mengelabui masyarakat saja. Menyesal saya mengenal dan ikut program mereka, semuanya hanya membual omong kosong tidak ada hasil sedikitpun. Malah kami sebagai masyarakat dirugikan dengan sumbangan biaya dan waktu kami,” ungkap Nursediam Parhusip.

2. Tuntutan pengakuan tanah adat sebaiknya dibicarakan dengan jalan damai

Dialog antara masyarakat dan PT TPL sebelum terjadi bentrok di Desa Natumingka, Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba, Sumatra Utara, Selasa (18/5/2021). (Dok. IDN Times)

Dengan pengalaman dan perjuangan yang pernah dialaminya, Nursedima mengimbau masyarakat Natumingka untuk tidak terprovokasi dengan pihak ke tiga (LSM), dan sengaja dibentrokkan dengan perusahaan ataupun pemerintah.

Karena menurutnya kerugian terbesar malah terjadi pada masyarakat yang menjadi korban, baik secara fisik maupun mental.

Tuntutan pengakuan tanah adat sebaiknya dibicarakan dengan cara perdamaian antara masyarakat, pemerintah dan perusahaan. Karena menurutnya semua mekanisme tersebut sudah ada aturan hukum yang diberlakukan negara, dan tidak begitu saja dapat diakui oleh pemerintah.

Menurut Nursedima Parhusip, saat ini lebih baik masyarakat saling bekerjasama dengan pemerintah dan perusahaan dalam membangun perkampungan Natumingka.

“Harapan saya kepada masyarakat Natumingka, sebaiknya jangan mau masyarakat dibentrokkan dengan perusahaan, saya sudah pernah menjadi korbannya, sebaiknya berdamai saja tidak ada gunanya. Karena sebenarnya kehadiran perusahaan di tengah masyarakat sangat berguna, dalam membantu pembangunan, seperti jalan mendukung pertanian dan perekonomian,” harap Nursedima Parhusip.

Baca Juga: Jenius Jika Bisa Jawab, 10 Meme Tebak Gambar Ini Pasti Bikin Nyengir

Berita Terkini Lainnya