TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ahli Filsafat Hukum Fernando Manullang: DKPP Tak Paham Etika

DKPP bukan peradilan hukum, tapi lembaga etik

Ahli Filsafat Hukum dari Universitas Indonesia (UI) E. Fernando M. Manullang (Dok. IDN Times)

Jakarta, IDN Times - Ahli Filsafat Hukum dari Universitas Indonesia (UI) E. Fernando M. Manullang menyebutkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) tidak memahami konsekuensi dasar dari etika ketika memutuskan perkara No.317/2019 tanggal 18 Maret 2020.

“Saya ragu majelis etiknya memahami etika,” ujar Dosen Filsafat Hukum, Fakultas Hukum UI itu saat dimintai pandangannya terhadap gugatan yang diajukan Evi Novida Ginting Manik terkait pemecatan dirinya sebagai Anggota KPU RI berdasarkan Putusan DKPP No 317/2019.

Baca Juga: Daftar Gugatan Ke PTUN, Evi Novida: Putusan DKPP Cacat Yuridis

1. Alasan justifikasi etik tidak tepat dalam mengevaluasi ataupun menilai putusan KPU

Ahli Filsafat Hukum dari Universitas Indonesia (UI) E. Fernando M. Manullang (Dok. IDN Times)

Menurutnya, alasan justifikasi etik tidak tepat dalam mengevaluasi ataupun menilai putusan KPU yang dalam hal ini menjalankan Putusan PHPU Mahkamah Konstitusi (MK) No 154/2019. Apalagi lanjutnya, Mantan Hakim MK I Dewa Gede Palguna dalam keterangannya sebagai ahli sudah menjelaskan bahwa jika sudah diselesaikan di MK, maka tidak ada lembaga lain yang berhak untuk mengadilinya kembali atau memberikan penilaian terhadap putusan MK tersebut.

“Seperti pendapat ahli (Pak) Palguna sampaikan sebelumnya, kalau sudah diselesaikan di MK lantas DKPP mengadili lagi dengan alasan-alasan yuridis dan mengatakan dengan tegas ada aksioma (pernyataan tertulis) di situ (Putusan DKPP) secara melawan hukum. Saya kira itu luar biasa rasa tidak hormatnya DKPP terhadap MK,” ujar Fernando yang sebelumnya menjadi saksi ahli dalam sidang perkara yang diajukan oleh Evi Novida Ginting di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

2. DKPP bukan peradilan hukum, tapi lembaga etik

Ahli Filsafat Hukum dari Universitas Indonesia (UI) E. Fernando M. Manullang (Dok. IDN Times)

Fernando menegaskan bahwa DKPP bukan peradilan hukum, tapi lembaga etik yang harusnya mengerti dasar konsekuensi dan kemanfataan dari putusan etik yang diambil. Sementara dari Putusan DKPP No 317/2019 dia tidak melihat ada pertimbangan moral di dalamnya. Hanya pertimbangan hukum belaka.

Fernando menjelaskan, melanggar hukum dan melanggar etika dua hal berbeda. Pertimbangan dalam etika itu dasarnya selalu rasionalitas yang melulu dipimpin oleh akal budi. Dalam bahasa filsafat, rasio sebagai akal budi, karena akal mengandung budi. Sementara dalam kacamata hukum tidak punya pertimbangan tersebut, karena hukum hanya mengenal pertimbangan yuridis.

“Dalam pengujian hukum yang terutama adalah bagaimana kita melihat bahwa yang dilakukan adalah legal. Sedangkan dalam pengujian etika, yang dilihat adalah bagaimana tindakan itu bermoral,” ujar Fernando.

Baca Juga: DKPP Inkonstitusional, Evi Novida Minta Rehabilitasi pada Jokowi

Berita Terkini Lainnya