TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tim ESN Sebut Air Krueng Aceh Terkontaminasi 150 Partikel Mikroplastik

Banyak sampah plastik ditemukan di badan sungai

Alliran Krueng (Sungai) Aceh di Kota Banda Aceh, Aceh. (Muhammad Saifullah/IDN Times)

Banda Aceh, IDN Times - Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) dan Perkumpulan Telapak Teritori Aceh melakukan deteksi kesehatan terhadap kualitas air dari Krueng (Sungai) Aceh, 28-29 Mei 2022.

Hasilnya, kualitas air sungai yang hulunya mengalir dari Kabupaten Aceh Besar dan hilirnya berakhir di Kota Banda Aceh tersebut telah terkontaminasi mikroplastik atau mengandung potongan plastik berukuran kurang dari 4,8 milimeter.

“Krueng Aceh telah terkontaminasi mikroplastik, polanya semakin ke arah hilir jumlah mikroplastik makin bertambah,” ungkap Eka Chlara Budiarti, dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (2/6/2022).

1. Sampel diambil di empat lokasi aliran sungai

Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) dan Perkumpulan Telapak Teritori Aceh, sedang mengambil sampel air dari Krueng (Sungai) Aceh. (Dokumentasi Tim Ekspedisi Sungai Nusantara untuk IDN Times))

Eka mengatakan, tim mengambil sampel air di empat lokasi. Di segmen hulu, air diambil di kawasan Gampong Lambeugak dan Gampong Keumireu, Kecamatan Kuta Cot Glie, Kabupaten Aceh Besar.

Sementara di segmen tengah, pengambilan air dilakukan di kawasan Gampong Lambaro, Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh Besar. Selanjutnya, untuk segmen hilir, sampel air diambil di Gampong Beurawe, Kecamatan Kuta Alam, Kota Banda Aceh.

“Jenis yang paling banyak mencemari air sungai adalah jenis fiber atau partikel mikroplastik yang berbentuk benang, jenis fiber ini bersumber dari tekstil atau bahan pakaian polyester yang dicuci kemudian benang-benangnya rontok dan mengalir melalui bilasan air menuju ke sungai,” ujarnya.

Baca Juga: KM Frikenra Tenggelam di Selat Malaka, 2 Awak Kapal Kargo Aceh Hilang

2. Terdapat 150 partikel mikroplastik dalam 100 liter air sungai

Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) dan Perkumpulan Telapak Teritori Aceh, sedang mengambil sampel air dari Krueng (Sungai) Aceh. (Dokumentasi Tim Ekspedisi Sungai Nusantara untuk IDN Times)

Peneliti lembaga kajian ekologi dan konservasi lahan basah (ecoton) ini menjelaskan, meski air Krueng Aceh tampak tidak terlalu keruh namun bisa ditemukan hingga 150 pertikel mikroplastik dalam 100 liter air sungai jika menggunakan mikroskop pembesar.

Kontaminasi mikroplastik terbanyak yakni 150 pertikel mikroplastik per 100 liter yang ditemukan di bawah Jembatan Beurawe. Lalu di Jembatan Lambaro, 90 pertikel mikroplastik per 100 liter. Terakhir di segmen hulu, kandungan hanya 36-60 pertikel mikroplastik per 100 liter.

“Di hulu kandungan mikroplastiknya lebi rendah dibanding hilir, kontaminasi terkecil ada di Lambeugak sebesar 36 pertikel mikroplastik per 100 liter sedangkan wilayah hulu lainnya yaitu di Keumireu sebsar 60 pertikel mikroplastik per 100 liter,” jelas Eka. 

3. Akibat banyak sampah plastik yang dibuang di badan sungai

Sampah di bahu sungai dari aliran Krueng (Sungai) Aceh. (Dokumentasi Tim Ekspedisi Sungai Nusantara untuk IDN Times)

Sementara itu, Peneliti ESN, Prigi Arisandi menyampaikan, temuan mikroplastik di Krueng Aceh akibat banyaknya sampah plastik yang dibuang di badan air sungai. Ada beragam jenis sampah plastik, di antaranya tas kresek, kemasan makanan sekali pakai atay styrofoam, popok bayi.

Tidak hanya itu, juga ditemukan packaging atau bungkus personal care, seperti saset makanan, sampo, sabun, detergen cuci dan botol plastik minuman.

“Sampah plastik sekali pakai yang dibuang ke sungai akan terfragmentasi atau terpecah menjadi serpihan plastik kecil berukuran dibawah lima milimeter yang disebut mikroplastik,” ungkapnya.

4. Mikroplastik ancaman kesehatan manusia

Sampah di bahu sungai dari aliran Krueng (Sungai) Aceh. (Dokumentasi Tim Ekspedisi Sungai Nusantara untuk IDN Times)

Prigi menjelaskan, mikroplastik adalah serpihan plastik berukuran kurang dari lima milimeter berasal dari hasil fragmentasi atau terpecahnya plastik-plastik ukuran besar seperti tas kresek, sedotan, saseet, popok serta bungkusan maupun peralatan terbuat dari plastik yang menjadi sampah dan terbuang di air atau media lingkungan lainnya.

Proses pecahnya plastik ukuran besar menjadi ukuran kecil disebabkan oleh radiasi sinar matahari, pengaruh fisik gerakan atau arus air. Mikroplastik masuk kategori senyawa penganggu hormon, karena dalam proses pembuatan plastik ada banyak bahan kimia sintetis tambahan dan sifat mikroplastik yang hidrofob atau mudah mengikat polutan dalam air.

“Mikroplastik yang masuk dalam air akan mengikat polutan di air seperti logam berat, pestisida, detergen dan bakteri patogen, jika mikroplastik tertelan manusia melalui ikan, kerang dan air maka bahan polutan beracun akan berpindah ke tubuh manusia dan menyebabkan gangguan hormon,” jelasnya.

“Mikroplastik juga menjadi media tumbuh bagi bakteri pathogen,” imbuhnya.

5. Prioritaskan pengendalian dan pengelolaan sampah

Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) dan Perkumpulan Telapak Teritori Aceh, sedang mengambil sampel air dari Krueng (Sungai) Aceh. (Dokumentasi Tim Ekspedisi Sungai Nusantara untuk IDN Times))

Sepanjang perjalanan Tim ESN dari Kabupaten Aceh Selatan melewati pesisir barat Pulau Sumatra, sampah plastik terlihat dibuang begitu saja. Seperti di tepi jalan, kebun sawit, perairan, sungai dan di tepi pantai.

Masyarakat dikatakan Prigi, belum menyadari bahayanya sampah plastik sehingga terlihat banyak sampah plastik yang tercecer tidak terkelola maupun dibakar. Oleh karena itu, pemerintah harus menyediakan infrastruktur pengolahan sampah sehingga tidak ada alasan bagi warga untuk membuang sampah sembarangan.

“Yang sebaiknya dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh dengan memprioritaskan pengendalian dan pengelolaan sampah khususon sampah plastik,” ujar Prigi.

Baca Juga: Peringatan Waisak di Vihara Asoka Medan, Mengenang Para Leluhur

Berita Terkini Lainnya