TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

3 Organisasi Pers Aceh Minta Polisi Pengintimidasi Jurnalis Dihukum

Pemaksaan penghapusan foto dan video melanggar UU Pers

Ketua IJTI Aceh, Munir Noer (tengah), Ketua AJI Banda Aceh Juli Amin (kanan), dan Ketua PWI Aceh, Nasir Nurdin. (Dokumentasi AJI Banda Aceh)

Banda Aceh, IDN Times - Tiga organisasi pers di Aceh mengecam tindakan pengawal Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, yang diduga melakukan intimidasi kepada dua jurnalis saat melakukan peliputan kegiatan pimpinan antirasuah itu. Peristiwa itu menimpa Raja Umar jurnalis Kompas TV dan Kompas.com, dan wartawan Puja TV Nurmala.

Kejadian itu terjadi saat kedua jurnalis tersebut melakukan peliputan pertemuan Firli Bahuri dengan sejumlah wartawan dan pimpinan media di bawah Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Aceh, di Warung Kopi Sekretariat Bersama (Sekber) Wartawan di Banda Aceh, Kamis (9/11/2023), malam.

Pengecaman dan pernyataan sikap terhadap tindakan pengawal ketua KPK itu ditandatangani Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh, Juli Amin; Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Aceh, Munir Noer; dan Ketua Persatuan Wartawan (PWI) Aceh, Nasir Nurdin.

Baca Juga: Liput Firli Makan Durian, 2 Jurnalis Aceh Malah Diintimidasi Pengawal

1. Pemaksaan penghapusan foto dan video melanggar UU Pers

AJI Banda Aceh, IJTI Aceh, dan PWI Aceh, menyampaikan pernyataan sikap terkait dugaan intimidasi pengawal ketua KPK terhadap jurnalis di Aceh. (Dokumentasi AJI Banda Aceh)

Ketua AJI Banda Aceh, Juli Amin, mengatakan intimidasi dilakukan seorang yang mengaku polisi menggunakan pakaian bebas saat mengawal kegiatan Firli di Aceh. Pria tersebut memaksa menghapus foto dan video yang telah diambil oleh kedua jurnalis.

“Pemaksaan penghapusan foto dan video tersebut merupakan salah satu upaya penghalangan kerja-kerja jurnalistik sebagaimana diatur dalam UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers pada Pasal 18 ayat 1,” kata Juli, dalam keterangan tertulis, Jumat (10/11/2023).

2. Kepolisian seharusnya paham dan menghargai kerja jurnalistik

AJI Banda Aceh, IJTI Aceh, dan PWI Aceh, menyampaikan pernyataan sikap terkait dugaan intimidasi pengawal ketua KPK terhadap jurnalis di Aceh. (Dokumentasi AJI Banda Aceh)

Sementara itu, Ketua IJTI Aceh, Munir Noer, menyampaikan seharusnya kepolisian memahami dan menghargai kerja jurnalistik yang merupakan perwujudan dari pemenuhan hak masyarakat untuk memperoleh informasi. Tetapi dalam kasus ini dilakukan upaya penghalangan.

“Kejadian ini kembali mengingatkan kita bahwa masih banyak anggota polisi yang belum memahami kerja-kerja jurnalistik di lapangan,” kata Munir.

“Apalagi, wartawan tersebut juga sudah menjalankan kerja-kerja sesuai kode etik jurnalistik. Mereka menggunakan id card media dan juga telah memperkenalkan diri sebelum peliputan,” imbuhnya.

3. Tidak boleh ada larangan bagi jurnalis saat meliput terutama di tempat umum

Ilustrasi protes terhadap kekerasan jurnalis. ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI/

Ketua PWI Aceh, Nasir Nurdin, menjelaskan tidak boleh ada larangan bagi jurnalis melakukan peliputan, terutama di tempat umum. Bahkan dalam kasus ini, insiden dugaan intimidasi terjadi di markas wartawan atau sekber.

“Maka dari itu, kita mengecam keras dan meminta Mabes Polri dan Polda Aceh untuk mengusut dugaan intimidasi terhadap wartawan tersebut. Tidak ada yang berhak melarang jurnalis melakukan peliputan di tempat publik,” ucap Nasir.

Baca Juga: Bertepatan dengan Hari Pahlawan, 2 Ruas Tol Baru di Sumut Resmi Dibuka

Berita Terkini Lainnya