TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jalan Terjal Perempuan Mentas di Panggung Pilkada

Banyak tantangan, dari stereotip gender hingga parpol

Potret Khofifah Indar Parawansa (instagram.com/khofifah.ip) | Tri Rismaharini (instagram.com/trirismaharini01) | Luluk Nur Hamidah (instagram.com/luluknurhamidah1)

Dalam dunia politik, keterwakilan perempuan menjadi sorotan. Setiap gelaran Pilkada, persentase perempuan yang maju di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sangat minim. 

Dari data Cakwa Wikara Indonesia (CWI), rata-rata persentase pencalonan perempuan selama 4 pilkada serentak (2015, 2017, 2018, dan 2020) adalah 8,6 persen. Rata-rata persentase keterpilihan perempuan selama 4 pilkada serentak (2015, 2017, 2018, dan 2020) adalah 8,9 persen.

Memang untuk parlemen ada peningkatan jika melihat data keterpilihan perempuan dari hasil Pemilu 2024, yakni 22,06 persen atau 128 perempuan akan duduk di parlemen nasional. Angka ini naik kurang dari 2 persen dari hasil Pemilu 2019. Meski begitu angka ini belum memenuhi kuota 30 persen seperti yang diamatkan di undang-undang.

Bagaimana di Pilkada 2024 ini? Dari data di KPU, ada 3.036 yang mendaftarkan sebagai calon peserta Pilkada. Namun hanya 306 orang di antaranya perempuan. Artinya jumlahnya hanya 10 persen. Meskipun secara jumlah itu meningkat dibanding empat edisi Pilkada sebelumnya.

Untuk pertarungan cagub dan cawagub hanya 18 nama yang bertarung sebagai gubernur dan wakil gubernur. Sementara 106 orang calon bupati, 103 orang calon wakil bupati, 34 orang calon wali kota dan 45 orang calon wakil wali kota.

1. Keterwakilan perempuan di daerah masih minim, ada yang hanya 6 persen

Di Sumatra Utara (Sumut), provinsi dengan jumlah penduduk nomor 4 terbanyak di Indonesia dengan total 15,39 juta jiwa juga cukup minim partisipasi perempuan pada Pilkada kali ini.

Berdasarkan data yang dihimpun IDN Times, Provinsi Sumut yang terbagi menjadi 33 Kabupaten/Kota itu hanya terdapat 11 perempuan yang bertarung di percaturan Pilkada. Dengan rincian 4 orang maju sebagai bakal calon Bupati/Walikota dan 7 orang sebagai wakil. Tak ada sosok perempuan di percaturan gubernur.

Data tersebut tergolong sangat sedikit, mengingat ada 33 Kabupaten/Kota di Sumut. Jika ditotal, ada 166 orang dari 83 pasangan bakal calon kepala daerah. Jumlah ini jika dipersentasekan berarti hanya 6 persen perempuan yang terlibat dalam kontestasi Pilkada di Sumut.

Para calon yang berpartisipasi adalah Yunita Rebekka Marbun (calon wakil bupati Humbahas diusung PDIP dan Perindo), Maya Hasmita (calon bupati Labuhanbatu diusung partai Demokrat, Nasdem, Hanura, PKS, Partai Buruh, Gelora, PSI, Ummat), Ellya Rosa Siregar (calon wakil bupati Labuhanbatu diusung partai Gerindra, PDIP, PAN, dan Perindo), Tiorita Br Surbakti (calon wakil Bupati Langkat diusung partai Golkar, NasDem, PDIP, PAN, Gerindra, PKS, PBB, Demokrat, Gelora, PSI, dan Perindo).

Kemudian Atika Azmi Utammi Nasution (calon wakil bupati Madina diusung partai PKS, PKB, Demokrat, Nasdem, PPP, dan Perindo), Satika Simamora (calon bupati Tapanuli Utara diusung partai PDIP dan PKB), Susanti Dewayani (calon walikota Pematang Siantar diusung partai PAN, PKS, dan Hanura), Ade Sandrawati Purba (calon wakil walikota Pematangsiantar), Herlina (calon wakil Wali Kota Siantar diusung partai Golkar, Perindo, Partai Buruh, dan PSI), Memori Evaulina Panggabean (calon wali kota Sibolga diusung partai PDIP), serta Erlin Afriyanti (calon wakil Wali Kota Tebing Tinggi diusung partai Gerindra, PKS, PAN, Hanura, dan Golkar).

Di Sulawesi Selatan persentasenya lebih baik. Dari 140 peserta Pilkada di Sulsel, sebanyak 19 orang atau 13,5 persen di antaranya merupakan perempuan. Mereka tersebar di berbagai daerah termasuk di kontestasi Pilgub Sulsel.

Adapun para kandidat perempuan di Sulawesi Selatan yang akan bertarung di arena Pilkada yaitu Fatmawati Rusdi sebagai calon Wakil Gubernur Sulawesi Selatan berpasangan dengan Andi Sudirman Sulaiman. Dia menjadi satu-satunya perempuan di Pilgub Sulsel.

Berlanjut ke Kota Makassar, ada tiga sosok perempuan yang memiliki basis suara besar. Ada istri Wali Kota Makassar dua periode Moh Ramdhan Pomanto, yaitu Indira Yusuf Ismail. Dia mengikuti jejak suaminya bertarung di Pilwali Makassar dengan tagline 'Melanjutkan Perjuangan'.

Masih di Makassar, salah satu Srikandi NasDem yakni Rezki Mulfiati Luthfi sebagai wakil yang berpaket dengan Andi Seto Gadhista Asapa. Tak ketinggalan istri mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin, Aliyah Mustika Ilham, yang juga maju sebagai wakil berpasangan dengan Munafri Arifuddin.

Lanjut ke Kabupaten Barru, ada 2 figur perempuan yang memantapkan diri sebagai 01 yaitu Ketua DPRD Sulsel Andi Ina Kartika Sari berpasangan dengan Abustan. Kemudian ada Ulfah Nurul Huda Suardi yang juga merupakan istri dari Bupati Barru saat ini Suardi Saleh. Ulfah berpasangan dengan Mudassir. Pilwali Pare-pare pun tidak ketinggalan figur perempuan. Ada Erna Rasyid Taufan yang juga adalah istri dari Wali Kota Parepare sebelumnya yakni Taufan Pawe. Dia berpasangan dengan Rahmat SA.

Lanjut ke Sidrap, ada Nur Kanaah, seorang birokrat dan aktivis perempuan yang dipinang Syaharuddin Alrif untuk mendampinginya dalam kontestasi Pilkada. Lalu di Pilkada Pinrang ada politisi perempuan, Andi Hastri Wello, yang dipinang oleh Usman Marham.

Lalu di Sinjai ada Andi Kartini Ottong yang berhasil mengantongi izin Golkar untuk melenggang dalam pertarungan Sinjai bersama Muzakkir. Kemudian ada Ratnawati Arif selaku eks birokrat Sinjai yang maju sebagai 01 berpasangan dengan Andi Mahyanto Mazda.

Kemudian ada Nursanti yakni pengusaha sekaligus politisi NasDem yang berpasangan dengan Lukman. Di Pilkada Soppeng, ada Rektor Universitas Lamappapoleonro yakni Andi Adawiyah yang berpaket dengan Andi Mapparemma. Tak ketinggalan di Luwu Timur, ada juga Puspawatu Husler yakni istri mendiang Bupati Luwu Timur Thoriq Husler. Puspa digandeng sebagai wakil oleh Irwan Bachri Syam.

Pilwali Palopo juga tak kalah menarik. Ada tiga figur perempuan ikut maju di arena Pilkada 2024. Sosok pertama yang muncul adalah kader Golkar Nurhaenih yang dipinang Farid Kasim Judas menjadi calon Wakil Wali Kota Palopo. Figur kedua yakni istri mantan Bupati Kabupaten Luwu dua periode, Andi Mudzakkar yakni politisi Gerindra Andi Tenri Karta. Masih di Palopo, ada lagi Putri Dakka selaku pengusaha dan owner skincare yang berpaket dengan Haidir Basir.

Di Pilkada Gowa, ada Sitti Husniah Talenrang, adik dari Kepala Badan Pemelihara Keamanan Polri Komjen Fadil Imran yang berpaket dengan Darmawangsa Muin. Kemudian Amir Uskara yang menggandeng Irmawati Haeruddin. Lanjut ke Bantaeng, ada Ketua KNPI Sulsel yakni Kanita Kahfi yang digandeng Ilham Azikin Soltan sebagai wakil.

Namun yang menarik di Pilkada Jawa Timur, seluruh cagubnya adalah perempuan. Mulai dari calon petahana Khofifah Indar Parawansa yang sebelumnya menjabat Gubernur Jawa Timur 2019-2024. 

Kedua, mantan Wali Kota Surabaya yang juga mantan Menteri Sosial Tri Rismaharini alias Risma.Ketiga, Luluk Nur Hamidah juga maju di Pilkada Jatim. Ia merupakan figur yang aktif menyuarakan isu-isu perempuan dan sosial dan anggota DPR Komisi IV.

Di NTB, dari 35 pasangan bakal calon kepala daerah akan berkompetisi dalam Pilkada serentak di Nusa Tenggara Barat (NTB) pada tahun 2024, ada sepuluh pasangan terdiri dari perempuan, baik sebagai calon kepala daerah maupun wakil kepala daerah.

Dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur NTB, terdapat pasangan Sitti Rohmi Djalilah - W. Musyafirin (Rohmi-Firin) dan Lalu Muhamad Iqbal - Indah Dhamayanti Putri (Iqbal-Dinda). Selain itu, delapan perempuan mencalonkan diri sebagai Bupati dan Wakil Bupati/Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota, antara lain pasangan Nauvar Furqoni Farinduan - Khaeratun, Nurhidayah - Imam Kafali, Lalu Ahmad Zaini - Nurul Adha, dan Sumiatun - Ibnu Salim di Lombok Barat.

Pasangan lainnya adalah Amar Nurmansyah - Hanifah di Sumbawa Barat, Dewi Novianty - Talifudin di Sumbawa, M. Putera Feriyandi - Rostiati di Bima, serta Mohammad Rum - Mutmainnah di Kota Bima.

2. Alasan partai memilih, track record suami jadi pertimbangan

Sejauh ini belum adanya platform partai secara konkrit membela kepentingan perempuan. PKB adalah partai yang paling baik komitmen pencalonan perempuan di 4 masa
pilkada dengan rata-rata persentase sebesar 20,71persen.

Terbaik selanjutnya adalah PPP (19,94 persen) dan PAN (19,84). Hal ini merupakan temuan yang menarik bahwa dalam 4 masa pilkada serentak dari 2015, 2017, 2018 dan 2020, komitmen pencalonan perempuan yang paling baik berasal dari PKB, PPP dan PAN yang merupakan partai partai yang berbasis keagamaan.

Parpol punya alasan tersendiri mengusung calon perempuan. Indira Yusuf Ismail misalnya yang mendaftar sebagai calon wali kota Makassar. Indira berpasangan dengan Ilham Fauzi Amir Uskara dengan diusung tiga parpol yaitu PPP, PDI P dan PKB.
PPP menjadi parpol pertama yang mendorong Indira maju di Pilwali Makassar 2024.

Ketua DPC PPP Makassar, Akbar Yusuf, menjelaskan partainya mendorong Indira maju di Pilwali karena melihat dua periode kepemimpinan Moh Ramdhan 'Danny' Pomanto sebagai Wali Kota Makassar. Indira merupakan istri dari Danny Pomanto.

Akbar mengatakan bahwa sejak dipimpin Danny, Kota Makassar maju cukup pesat di hampir semua sektor. Karena itu, PPP melihat bahwa yang dibutuhkan saat ini adalah sosok pemimpin yang bisa melanjutkan dan meneruskan kebaikan untuk Kota Makassar.

"Ibu Indira salah seorang atau sosok pemimpin yang paling mengerti apa yang Makassar butuhkan saat ini. Karena beliau adalah Ibu PKK Kota Makassar, istri wali kota saat ini yang di mana mungkin beliau ini yang paling paham apa yang Kota Makassar butuhkan," kata Akbar saat diwawancarai IDN Times, Sabtu (21/9/2024).

Akbar menyatakan tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam pencalonan Pilkada. Menurutnya, kepemimpinan itu tidak melihat gender. Selama dirasa mampu, maka itulah yang didorong.

Selain itu, PPP juga melihat jumlah pemilih perempuan yang cukup besar. Di sisi lain, pemilih Gen Z juga besar karena itulah Indira dipasangkan dengan Ilham Fauzi yang berusia 25 tahun.

"Jadi perpaduan antara pemilih emak-emak dengan pemilih Gen Z yang kami lihat. Kenapa sampai bisa paket ibu Indira dan Ilham ini diciptakan," kata Akbar.

Seperti Eva Dwiana berstatus sebagai petahana wali kota Bandar Lampung diketahui kembali mencalonkan diri dan telah resmi mendaftar di kontestasi Pilwalkot Bandar Lampung 2024 bersama wakilnya saat ini Deddy Amarullah.Pencalonan Eva dan Deddy guna melanjutkan masa jabatan periode keduanya kali ini diusung 9 partai politik (Parpol) meliputi PKB, Gerindra, Golkar, NasDem, PKS, PAN, Demokrat, PSI, dan PPP.

Ihwal pengusungan Eva Dwiana, Ketua DPD Gerindra Lampung, Rahmat Mirzani Djausal mengatakan, dukungan diberikan partainya bukan tanpa sebab. Itu lantaran, sosok Eva disebut sukses mengestafet kepemimpinan wali kota sebelumnya Herman HN, diketahui merupakan suami Eva Dwiana.

Lebih dari itu, Gerindra Lampung turut meyakini mayoritas masyarakat Kota Bandar Lampung masih memiliki keinginan dipimpin oleh Eva Dwiana selama lima tahun ke depan.

"Kami juga yakin, 5 tahun ke depan Bunda Eva akan bisa bekerjasama baik dengan provinsi seandainya pencalonan kami terpilih, baik dengan pemerintah pusat maupun pak Prabowo," ujar bakal calon gubernur Lampung di Pilkada 2024 tersebut.

Meski mengusung dan mendukung sosok perempuan, Mirza menyebutkan, internal partai Gerindra merestui sepenuhnya pencalonan Eva Dwiana dan optimis bakal memenangkan Pilwakot Bandar Lampung 2024. "Alhamdulillah, banyak masyarakat antusias senang berterima kasih atas keputusan kami (Gerindra) mendukung bunda Eva," tambah dia.

3. Background politik jadi kunci

Background politik tentunya jadi kunci. Dari Jawa Timur, dua nama besar yang bersaing sudah jelas punya background politik yang mentereng.

Khofifah Indar Parawansa telah memainkan peran kunci dalam pemerintahan Indonesia.

Sebelum Gubernur Jawa Timur dari 2019 hingga 2024, Khofifah sudah pernah menjabat 1992-1997 lewat Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Khofifah kian menyala saat gabung dalam Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) bentukan Abdurrahman Wahid. Kala itu Khofifah kembali naik menjadi wakil rakyat.

Di tengah jalan, ia diangkat menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan ke-5 dalam kabinet Persatuan Indonesia. Khofifah juga aktif dalam organisasi sayap Nahdlatul Ulama seperti IPPNU, Fatayat, hingga Muslimat NU. Dalam gerak organisasi itu, nama Khofifah selalu bersinar. Khofifah sampai menjadi Ketua Umum (Ketum) Pengurus Pusat (PP Muslimat) NU tak terganti sampai sekarang.

Khofifah juga pernah menjadi juru bicara tim sukses (Timses) Calon Presiden Joko Widodo–Jusuf Kalla (JK). Setelah Jokowi–JK sukses memenangi pemilu, ia mendapatkan posisi kursi Menteri Sosial (Mensos) periode 2014-2019. Lepas dari Mensos, Khofifah sukses menjadi Gubernur Jatim Periode 2019-2024.

Rivalnya, Tri Rismaharini, tentu juga berlatar belakang jabatan menterng. Kariernya dimulai dari PNS biasa sampai menjadi Kepala Dinas Pertamanan, Bappeko dan hingga melenggang jadi Wali Kota Surabaya, bahkan menjabat selama dua periode dari 2010 hingga 2020.

Sukses dua periode jadi Wali Kota Surabaya, Risma lantas ditunjuk Presiden Jokowi menjadi Menteri Sosial di kabinet Indonesia Maju jilid II pada tahun 2020 sampai 2024.

Dari Semarang, Jawa Tengah, muncul nama Agustina Wilujeng Pramestuti atau akrab disapa Agustin. Dia adalah kader PDIP yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi X DPR RI. Ia diusung PDIP sendirian berduet dengan Iswar Aminuddin yang merupakan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Semarang saat ini.

Penunjukkan Agustin sebagai bakal calon Wali Kota Semarang oleh PDIP ini tentu tidak seketika. Namun, nama Agustin muncul menggantikan Wali Kota Semarang Petahana, Hevearita Gunaryanti Rahayu yang sebelumnya digadang-gadang kembali mencalonkan diri di kontestasi Pilwakot Semarang 2024.

Agustin adalah kader murni PDI Perjuangan. Dia menapaki karir politiknya dari bawah. Berawal dari pengurus ranting periode 1989-1994, pengurus PAC Dari 1994-2001, pernah menjabat sebagai Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Semarang periode 2001-2006.

Karier politik Agustin terus moncer dengan terpilih sebagai Wakil Ketua DPD PDIP Jateng periode 2005-2010, kemudian periode 2010-2015 menjabat Sekretaris DPD PDI Perjuangan Jawa Tengah, serta dari 2019 hingga saat ini menjadi Bendahara DPD PDIP Jateng.

Dari Banyumas, Dwi Asih Lintarti merupakan satu diantara politikus perempuan di Banyumas yang disandingkan cabup Sadewo Tri Lastiono dalam pilkada 2024 yang memiliki latar belakang kuat dalam bidang pemerintahan dan politik.
Lintarti mengatakan sebelum sampai di legislatif, dirinya mengawali kiprah politik di desanya yakni menjadi kepala desa Kedungbanteng pada tahun 2007.

Di usianya 43 tahun saat itu, dia sudah menjabat dua kali sebagai kepala desa. Bahkan saat Pemilu 2014, perempuan yang merupakan kader PKB ini ikut kompetisi di pencalonan anggota legislatif.

"Saya dulu dari Kades mas, bahkan dua Pilkades saya terpilih sebelum akhirnya masuk legislatif, sekarang menurun ke anak-anak perempuan saya yang juga jadi kades di Kedungbanteng juga, " katanya.

Diketahui, Lintarti mendapatkan kepercayaan dari masyarakat di wilayah Kedungbanteng, Karanglewas, Cilongok, dan Purwojati yang pada tahun 2014 dia berhasil susuk di kursi DPRD Kabupaten Banyumas, kepercayaan tersebut bahkan hingga tiga periode.

Setelah tiga periode menjadi anggota DPRD banyumas, dalam menghadapi pilkada tahun 2024 ini, ibu empat anak ini mendapat rekomendasi dari partainya untuk menjadi calon Wakil Bupati Banyumas. Dia berpasangan dengan Sadewo Tri Lastiono, dari partai PDI Perjuangan.

Pasangan Santri sebutan Sadewo Lintarti ini, didukung oleh 11 partai politik yang ada di Banyumas. Dia menjadi satu-satunya pasangan calon yang lolos mendaftarkan diri di KPU Banyumas. Sehingga menjadi satu-satunya pasangan calon pada Pilkada November mendatang. Artinya melawan kotak kosong.

4. Tak lepas dari dinamika partai

Mendapatkan restu partai memang tidak mudah. Bahkan partai yang menaungi bisa berpaling. Seperti yang dialami Airin di Pilkada Banten.

Sempat tak mendapat restu partai yang menaunginya, Golkar, Airin sampai menerima pinangan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) agar bisa bertarung di Pilgub Banten. Airin memang akhirnya bisa maju, namun sempat diwarnai "drama politik," terutama disebabkan manuver Partai Golkar.  

Sejak dua tahun lalu, Airin sebetulnya sudah mendapatkan mandat surat penugasan untuk maju di Pilgub Banten, yang kala itu dikeluarkan Airlangga Hartarto selaku Ketua Umum Golkar. Sejak dapat surat tugas tersebut Airin mulai turun ke masyarakat melakukan sosialisasi.

Saat itu PDIP juga memang sudah menyatakan mendukung dan siap berkoalisi dengan Golkar.  Bahkan, dia pun sempat ditugaskan untuk mencalonkan terlebih dahulu sebagai calon anggota legislatif (Caleg) DPR RI Dapil Banten III.

"Alhamdulillah meraih suara tertinggi di daerah pemilihan Banten III," kata Airin, beberapa waktu lalu.

Drama politik dimulai ketika Ketua Umum Golkar Airlangga tiba-tiba mengumumkan mundur dari jabatannya pada 11 Agustus lalu. 

Istri Tubagus Chaeri Wardana Chasan alias Wawan itu pun bahkan sempat terancam tak bisa maju karena tak kunjung dapat restu Golkar. PDIP pun membatalkan deklarasi duet Airin-Ade hingga waktu yang tak ditentukan.

PDIP--yang memang sudah siap mengusung Airin dengan Ade Sumardi sejak awal Agustus lalu-- tak cukup memenuhi syarat karena hanya memiliki 14 kursi DPRD Banten dari 20 kursi ambang batas dukungan.

Nasib Airin-Ade berada di ujung tanduk. Bisa bertarung melawan Andra-Dimyati pun kian jauh dan samar.Di tengah drama dan manuver Golkar, Ade juga sempat menarik surat pengajuan pengunduran diri sebagai calon legislatif DPRD Banten terpilih hasil Pemilu 2024. Padahal surat pengunduran diri tersebut sebelumnya dia serahkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Banten sebagai syarat maju sebagai calon Wakil Gubernur Banten mendampingi Airin Rachmi Diany.

"Betul, PDIP menarik surat pengunduran diri Pak Ade sebagai caleg terpilih," kata Komisioner KPU Banten, Ali Zaenal Abidin saat dikonfirmasi, Senin (12/8/2024).

Istri Tubagus Chaeri Wardana Chasan alias Wawan itu pun bahkan sempat terancam tak bisa maju karena tak kunjung dapat restu Golkar. PDIP pun membatalkan deklarasi duet Airin-Ade hingga waktu yang tak ditentukan. 

PDIP--yang memang sudah siap mengusung Airin dengan Ade Sumardi sejak awal Agustus lalu-- tak cukup memenuhi syarat karena hanya memiliki 14 kursi DPRD Banten dari 20 kursi ambang batas dukungan.

Nasib Airin-Ade berada di ujung tanduk. Bisa bertarung melawan Andra-Dimyati pun kian jauh dan samar. Di tengah drama dan manuver Golkar, Ade juga sempat menarik surat pengajuan pengunduran diri sebagai calon legislatif DPRD Banten terpilih hasil Pemilu 2024.

Padahal surat pengunduran diri tersebut sebelumnya dia serahkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Banten sebagai syarat maju sebagai calon Wakil Gubernur Banten mendampingi Airin Rachmi Diany.

Di tengah ketidakjelasan nasib pasangan calon (paslon) Airin-Ade, Mahkamah Konstitusi (MK) memberi angin segar dengan putusan menurunkan ambang batas dukungan menjadi 7,5 persen itu, PDIP bisa mengusung sendiri calonnya, tanpa perlu berkoalisi dengan partai lain.

Pada 25 Agustus 2024, pasangan Airin-Ade pun mendeklarasikan diri maju melalui PDIP,  tanpa restu Golkar. Namun, dinamika politik berubah seketika saat Airin dan Ade Sumardi diundang Ketua Umum Bahlil Lahadalia ke Jakarta. Bahlil menarik dukungannya ke Andra Soni-Dimyati dan mengalihkan ke Airin Ade Sumardi.

Bahlil menyerahkan secara langsung surat rekomendasi dalam bentuk B1 KWK kepada Airin-Ade sebagai syarat pendaftaran ke KPU Provinsi Banten. "Rasanya tidak pas kalau kemudian tidak diantarkan oleh ibu kandungnya untuk berkompetisi," ujar Bahlil. 

5. Visi misi calon tak jaminan memerjuangkan isu spesifik perempuan

Calon Gubernur Jatim, Luluk Nur Hamidah saat diwawancarai oleh IDN Times pada Kamis (20/9/2024). (IDN Times/Alya Achyarini)

Namun tak ada jaminan kepala daerah perempuan akan lebih memperjuangkan isu-isu spesifik perempuan. Hal itu terlihat dari visi misi dari para cakada perempuan. 

Seperti visi dan misi Airin, tak terlihat ada program khusus untuk perempuan. Salah satu program Airin adalah Banten Cerdas pada bidang pendidikan. Program ini, kata dia, tidak hanya berkonsep sekolah gratis, tetapi juga strategi mewujudkan pendidikan untuk semua warga Banten yang lebih efektif.

Selain itu, Airin mengatakan masih ada persoalan di tenaga pengajar. Dari data yang dihimpun, ada 33 persen guru belum tersertifikasi. Kemudian 2,63 persen guru belum menempuh sarjana.

"Kami tingkatkan kualitasnya guru, melalui pelatihan dan lainnya. Kami juga sediakan beasiswa perguruan tinggi, prioritas untuk guru," katanya.

Melalui program Banten Cerdas, Airin mengaku akan mendorong pemerataan pendidikan. "Sekolah sudah gratis melalui program Bantuan Operasional Sekolah, maka tugas kami depan, berikan beasiwa untuk menunjang kebutuhan para siswa," katanya.

Seperti halnya juga visi dan misi Khofifah-Emil. Mereka melanjutkan program sebelumnya. "Visi yang kami usung adalah bagaimana mewujudkan Jawa Timur yang adil, makmur, unggul, dan berkualitas SDM-nya menuju Indonesia Emas 2045," ujarnya.

Dari visi tersebut, Khofifah-Emil merinci, ada sembilan misi yang akan ia rangkum dalam Nawa Bhakti Satya II. "Nawa Bhakti Satya adalah sembilan program yang kita abdikan untuk memulyakan masyarakat Jawa Timur," kata dia.

Dari visi itu misi yang dihadirkan Khofifah adalah Jatim Sejahtera, Jatim Kerja, Jatim Cerdas, Jatim Sehat, Jatim Akses, Jatim Berkah-Amanah, Jatim Agro, Jatim Harmoni dan Jatim Lesatari.

Begitu juga dengan Tri Rismaharini tak secara khusus menyebutkan perempuan dalam misinya. Sementara Hj Luluk-Lukmanul Hakim salah satunya mengusung soal mewujudkan masyarakat yang aman, berakhlaq, inklusi kesetaraan gender dan harmonis.

Sementara paslon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandar Lampung Eva Dwiana dan Deddy Amarullah  menawarkan 7 misi kepada masyarakat Kota Bandar Lampung yakni, meningkatkan kualitas dan pelayanan kesehatan masyarakat; meningkatkan kualitas dan pelayanan pendidikan masyarakat; meningkatkan daya dukung infrastruktur dalam skala mantap untuk mendukung pengembangan ekonomi dan pelayanan publik.

Lalu mengembangkan dan memperkuat ekonomi daerah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat; mengembangkan masyarakat agamis, berbudaya dan mengembangkan budaya daerah untuk membangun masyarakat yang religius; mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, pemerintah yang baik dan bersih.

6. Perempuan harus pandai bernegosiasi

Pengamat politik sekaligus mantan ketua KPU Medan, Nelly Armayanti, menilai bahwa banyak faktor yang memengaruhi minimnya perempuan maju di Pilkada Sumut 2024. Termasuk bayang-bayang stigma berbabis gender yang kerap dialamatkan kepada perempuan.

"Ada suatu pandangan negatif kepada perempuan. Narasi (berbasis gender) yang selalu didengungkan adalah bahwa politik itu dunianya laki-laki," kata dia.

Hal ini, dia manambahkan, memunculkan stereotipe kepada perempuan sebagai makhluk yang lemah, jauh dari kata kuat, dan mudah diatur. Selain itu ada juga beban ganda yang dijalankan perempuan, karena (ketika mencalonkan) kita dianggap harus tetap menyelesaikan urusan domestik dan publik.

"Saya menilai adanya sosialisasi gender yang salah sejak dini. Hal ini menjadi salah satu penyebab minimnya perempuan terlibat pada kontestasi Pilkada sehingga memengaruhi daya tawarnya," kata Nelly.

Iklim misogini disebutnya menjadi faktor yang sangat besar pengaruhnya bagi partisipasi perempuan. Tendensi masyarakat yang seolah meminggirkan peranan perempuan merupakan persoalan yang sejak dulu selalu mengakar.

"Persoalan ini bukan semudah membalikkan telapak tangan, juga bukan ujuk-ujuk. Ini sudah dikonstruksi sejak sekian lamanya peradaban itu. Makanya kenapa kaum perempuan terus berjuang, tidak pernah selesai. Kenapa laki-laki kerap terlibat di percaturan politik? Karena mereka dibiasakan sementara perempuan tidak, karena dianggap tabu atau tidak boleh. Harusnya tidak ada diskriminasi soal itu," tuturnya.

Sebagai orang yang pernah berkontestasi dalam Pilkada Sumut, Nelly tahu betul bagaimana atmosfer politik yang dirasakan seorang perempuan. Pada tahun 2010 Nelly disetujui oleh partai pengusung menjadi calon Wakil Walikota Medan mendampingi Sofyan Tan, meskipun pada putaran kedua mereka harus takluk dari pasangan Rahudman - Dzulmi Eldin.

"Apakah prinsip tidak diskriminatif sudah diterapkan? Ini masih diperdebatkan. Takutnya hanya sekadar lip service yang digaungkan untuk menarik simpati pemilih perempuan. Katanya sih sudah inklusif, ya," ujarnya.

Hanya saja, kata Nelly,  dalam implementasinya takut terjadi perbedaan seperti di Pemilu. Kita lihat saja UU Pemilu dan partai politik, di sana sudah ada mengatur tentang kuota perempuan. Tapi kenapa itu seakan lengah dan terabaikan? "Sisi parlemennya saja begitu, apalagi ini Pilkada serentak. Di Sumut memang patriarkinya luar biasa, makanya kita lihat banyak redup untuk suara perempuan," beber Nelly.

Baginya, tahap pencalonan masa Pilkada harus didasarkan kesetaraan, keadilan, inklusif, dan tidak membeda-bedakan. Sebab pada dasarnya hal tersebutlah yang bisa membuat perempuan tidak merasa dipinggirkan.

"Kita berhak untuk bersama-sama membangun Indonesia ke arah yang lebih baik. Saya sebagai perempuan sangat berharap kepada perempuan Indonesia, ya, kita memang harus jadi orang yang kuat," ujarnya.

Di tengah nilai tawar perempuan yang kerap sekali rendah pada kontestasi politik, Nelly memandang bahwa cara bernegosiasi menjadi hal krusial untuk dilakukan, di samping stigma yang begitu deras. Bak menjadi senjata pamungkas, cara perempuan bernegosiasi juga bisa mengubah persepsi di tubuh partai pengusung.

"Kita bisa melakukan analisis SWOT. Bagaimana kita melihat kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Ini harus kita lakukan pada diri kita kalau ingin berkontestasi dan melawan stigma. Waktu mencalonkan sebagai Wakil Walikota dulu saya tak punya banyak uang dan modal kapital. Namun yang saya punya adalah modal sosial. Jadi, kekuatan apa yang perempuan punya, maka galilah," ujar mantan calon Wakil Walikota Medan tahun 2010 itu.

7. Alasan ekonomi dan peran ganda perempuan juga jadi hambatan

Wali Kota Bandar Lampung, Eva Dwiana. (IDN Times/Muhaimin).

Keluarga dan tuntutan kewajiban profesi, satu kalimat diakui Wali Kota Bandar Lampung Eva Dwiana menjadi tantangan terbesar bagi dirinya pribadi merupakan sosok kepala daerah perempuan.

Menurut Eva, urusan keluarga merupakan kondratnya sebagai perempuan merupakan seorang istri sekaligus ibu dari anak-anaknya. Sedangkan tugas sebagai kepala daerah ialah amanah dari masyarakat Kota Bandar Lampung.

Alhasil, kedua hal tersebut menjadi tanggung jawab ganda dinilai sama-sama memiliki tuntutan dan tantangan tersendiri bagi seorang Eva Dwiana.

"Untuk tantangan, mungkin kewajiban keluarga sama pekerjaan itu harus seimbang. Keluarga juga prioritas, pekerjaan (selaku Wali Kota Bandar Lampung) juga prioritas," ujarnya dimintai keterangan, Jumat (20/9/2024).

Sementara Plt. Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Titi Eko Rahayu mengakui masih banyak yang remeh dan memertanyakan kemampuan perempuan dalam Pilkada. Dipengaruhi lagi budaya patriarki.

“Perempuan yang maju dalam bursa Pilkada, masih banyak yang dipertanyakan kemampuannya. Selain itu, perempuan juga masih saja mendapat stereotip sebagai orang yang tak pantas memimpin. Keadaan diperburuk dengan karakteristik sistem politik Indonesia didominasi budaya patriarki, yang memandang perempuan sebagai sosok lemah dan tidak bermanfaat," kata dia dalam media talk di KemenPPPA, 10 September lalu. 

Kekerasan perempuan dalam pemilu, baik kekerasan fisik maupun psikis, juga jadi tantangan. Belum adanya standar atau proses rekrutmen khusus bagi kandidat perempuan. Serta belum ada partai yang mengatur program tindakan afirmatif untuk mempromosikan kandidat perempuan. 

Oleh karena itu, menjadi penting untuk para perempuan calon kepala daerah punya gender awareness dan memerhatikan isu gender dalam kampanye Pilkada, di samping memahami isu aktual daerah dan tugas fungsi calon kepala daerah.

Sementara itu aktivis perempuan Kota Medan, Lusty Ro Manna Malau, memandang jika alasan ekonomi menjadi salah satu pemicu minimnya partisipasi perempuan maju di Pilkada Sumut. Dunia yang masih dalam bayang-bayang nilai patriarki selalu berdampingan pula dalam kemiskinan struktural.

"Di mana kalau misalnya perempuan bekerja, ia belum tentu diizinkan oleh pasangannya atau suaminya. Belum lagi dengan perempuan yang bekerja berganda-ganda, bagaimana dia bisa maju sebagai kepala daerah sementara banyak narasi yang mempersoalkan perannya yang lain sebagai ibu rumah tangga?" kata dia.

Jadi faktor utama yang menghambat perempuan minim partisipasi dalam berpolitik. menurut dia, adalah soal ekonomi dan peran ganda perempuan. Kita juga masih hidup dalam kemiskinan yang terstruktur.

Perempuan yang merupakan founder Komunitas Perempuan Hari Ini itu menganggap jika partai politik juga tidak memberikan habit untuk belajar politik secara mandiri dan masif. Ia menilai partai politik beserta pandangan male gaze di sekelilingnya lebih memprioritaskan cawe-cawe dan model politik praktis.

"Pandangan male gaze cenderung menganggap bahwa kalau bukan laki-laki yang memimpin, tidak akan sah. Spanduk yang ada di Medan masih banyak didominasi laki-laki begitu juga pembicara di stasiun televisi, jadi minim unsur perempuan di dalam hal berpolitik. Itulah yang membuat mengapa isu politik seakan akan tidak dalam genggaman perempuan. Bukan perempuan tak mau berusaha, tapi memang tak ada akses," tuturnya.

Sementara Pemerhati Perempuan, Nur Fadhilah Mappaselleng, menilai para kandidat perempuan tentu maju dengan prestasi tidak main-main sehingga berani mencalonkan diri. Mereka adalah para tokoh yang sudah dikenal di daerahnya masing-masing.

Karena itu, bukan eranya lagi untuk menyebut perempuan hanya sebagai pelengkap atau pemanis. Parpol tentu memilih mereka bukan tanpa alasan.

Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Arie Sujito berpandangan, setelah era reformasi, ruang artikulasi emansipasi perempuan tumbuh, tapi urusan politik mengalami kelambatan.

“Urusan Pilkada itu mengalami pelambatan karena proses regenerasi politik di partai politik itu lambat. Kelambatan ini sebetulnya ya karena sisa-sisa patriarki, tapi sisi yang lain juga jebakan politik uang itu membuat politik perempuan tidak berdaya. Akibatnya adalah lambat sekali."

Menurut Arie hal-hal tersebut bisa dihilangkan, hanya saja proses yang terjadi tidak instan. Selain itu, cara yang bisa dilakukan untuk menghapus stigma adalah dengan prestasi. Perempuan harus membuktikan ketika dia berkuasa dia harus membuat terobosan, sehingga ini secara bertahap juga akan berproses.

"Tetapi sekali lagi paradigma kita mengenai emansipasi politik perempuan itu peluangnya sangat terbuka. Nah yang ingin saya tekankan di sini bersihkan Pilkada itu dari stigmatisasi, dan itu harus dibuktikan perempuan bisa tampil dan bersihkan dari kecenderungan politik kotor yang hanya membeli posisi pakai duit gitu," kata dia.

Fenomena tumbuhnya inisiatif agar perempuan maju di Pilkada, menurut Arie menjadi hal yang positif karena perempuan bisa punya ruang untuk berproses. Namun hal ini terganggu oleh pelabelan kehadiran perempuan itu yang kebetulan merupakan istrinya mantan bupati, dari kalangan istrinya elite politikus partai. 

“Jadi kerangkeng oligarki itu selalu menghambat. Sehingga apa ide pokok untuk membangun emansipasi politik itu selalu dihambat, dan di situlah saya kira tantangan kita, bahwa ruang perempuan untuk bisa berartikulasi menjadi PR buat kita,” ujar Arie. 

Menurutnya terdapat perbedaan antara perempuan yang maju sebagai caleg perempuan dan pilkada. “Faktanya banyak caleg-caleg perempuan yang jadi dan sukses itu, saya cek ya. Tapi urusan Pilkada, perempuan kurang sukses karena dia dihadirkan untuk menjadi bagian di dalam proses apa yang disebut dinasti politik. Ini yang harus dirombak.”

Untuk bisa keluar dari pandangan miring terhadap perempuan yang bakal maju di Pilkada, Arie menuturkan perempuan harus berani bersuara, tentang masalah yang ada di daerahnya.

“Perempuan harus berani bersuara tentang apa yang akan dibawa (untuk) perbaikan atas daerahnya. Perempuan harus berani punya keyakinan bahwa kalau dia menggunakan gagasan, pengetahuan, komitmen nilai, pasti banyak yang dukung. Memang harus berani.”
 

Artikel ini merupakan kolaborasi yang ditulis Ashrawi Muin, Khaerul Anwar,Anggun, Eko Agus Herianto, Cokie Sutrisno, Fariz Fardianto, Anggun Puspitoningrum, Febriana Sintasari, Khaerul Anwar, Khairil Anwar, Muhammad Nasir dan Tama Wiguna

Baca Juga: KPU Tetapkan 2 Paslon pada Pilkada Sumut, Bobby-Surya Vs Edy-Hasan

Berita Terkini Lainnya