Asal Mula Tradisi Mandi Limau Menyambut Ramadan di Tapteng

Mandi limau sebelumnya dilarang karena pandemik

Tapanuli Tengah, IDN Times - Mandi limau adalah salah satu tradisi yang dilakukan umat muslim di beberapa daerah. Tradisi ini biasanya dilakukan sehari sebelum memasuki bulan suci Ramadan. Di awal pandemik tradisi ini sempat dilarang karena masih pandemik, tapi tahun ini belum diketahui.

Di Tapanuli Tengah, Sumatra Utara mandi limau sudah menjadi tradisi lokal yang masih terus bertahan. Masyarakat biasanya menyebut dengan momen balimau-limau.

Setiap tahun memasuki bulan suci Ramadan, umat Islam beramai-ramai akan mendatangi sungai yang berada di Sibuluan untuk melaksanakan tradisi mandi limau.

"Tidak semua umat Islam mandi limau di Sungai. Ada yang melakukannya di rumah masing-masing," kata pemerhati Budaya Pesisir Sibolga-Tapteng, Syafriwal Marbun beberapa waktu lalu.

1. Mandi Limau warisan dari budaya Hindu

Asal Mula Tradisi Mandi Limau Menyambut Ramadan di TaptengTradisi mandi limau (IDN Times/Hendra Simanjuntak)

Mandi limau, menurut Syafriwal sudah dilakukan umat Islam sejak ratusan tahun lalu. Dan tradisi itu disebutkan merupakan warisan budaya dari Hindu.

Masyarakat Hindu, kata dia akan membersihkan diri dari perbuatan tercela atau aib dengan cara memandikan air beraroma wangi yang sudah bercampur dengan rempah-rempah.

"Warisan itu kemudian dilakukan umat Islam untuk mensucikan diri dalam menyambut Ramadan," kata dia.

2. Mandi Limau berasal dari bahasa pesisir

Asal Mula Tradisi Mandi Limau Menyambut Ramadan di TaptengMandi Limau (IDN Times/Hendra Simanjuntak)

Dikatakan Syafriwal, penyebutan mandi limau berasal dari bahasa Pesisir. Masyarakat Pesisir menamai daun jeruk nipis dengan sebutan Limau. Aroma wangi yang tercium dari air limau merupakan campuran antara daun pandan dan daun jeruk nipis (Limau).

Dua bahan itu kemudian dicampur dengan bahan yang lainnya. "Adalagi campurannya, daun Ambelu, sejenis tanaman jahe. Dihaluskan dan dicampur dengan dua bahan itu. Aroma daun Ambelu memang sangat wangi," kata dia.

Baca Juga: Segarnya Mandi Limau, Tradisi Sambut Puasa di Tapanuli Tengah

3. Menjalankan puasa tidak harus dengan tradisi mandi limau

Asal Mula Tradisi Mandi Limau Menyambut Ramadan di TaptengMandi Limau (IDN Times/Hendra Simanjuntak)

Syafriwal mengaku, mandi limau tidak wajib dilakukan bagi masyarakat yang ingin menjalankan puasa. Sebab, mandi limau tidak ada dalam ajaran agama Islam.

Dalam menyambut Ramadan, mandi seperti pada umumnya juga bisa dilakukan masyarakat yang ingin berpuasa. Atau tanpa harus menjalankan tradisi mandi limau. "Yang penting, niatnya. Kalau niatnya baik, mandi yang bersih pakai sabun saja, masyarakat beragama Islam sudah bisa menjalankan puasa," ucapnya.

"Sekali lagi, niat nya yang penting," kata Syafriwal.

4. Setiap tahun menjelang Ramadan, sungai di Tapanuli Tengah selalu ramai didatangi masyarakat

Asal Mula Tradisi Mandi Limau Menyambut Ramadan di TaptengTradisi mandi limau (IDN Times/Hendra Simanjuntak)

Meski tidak diwajibkan, tradisi mandi limau hingga kini masih terus bertahan dan masih dilakukan masyarakat beragama Islam. Menurut Syafriwal, sehari menjelang Ramadan, tidak sedikit masyarakat di Kota Sibolga dan Tapanuli Tengah terlihat berbondong-bondong pergi ke sungai untuk menjalankan tradisi itu.

"Sungai di Sibuluan itu tiap tahun pasti ramai dikunjungi masyarakat saat menjelang Ramadan, baik anak-anak, orangtua dan remaja," ucapnya.

5. Tradisi mandi limau tidak perlu dipertahankan

Asal Mula Tradisi Mandi Limau Menyambut Ramadan di Taptengilustrasi jeruk limau (instagram.com/inestakitchen_real)

Melihat kondisi itu, tradisi mandi limau seharusnya tidak perlu dipertahankan. Menurut Syafriwal bertahan dengan tradisi itu akan menimbulkan pandangan yang tidak baik.

Pasangan remaja banyak memanfaatkan momen tradisi itu. Pria dan wanita berkumpul dan mandi pada tempat yang tidak terpisah. 

Padahal, untuk menyambut Ramadan umat Islam harus memiliki jiwa dan raga yang bersih. Tidak melakukan dengan bertentangan pada ajaran agama Islam. 

Pasangan yang bukan suami istri dalam ajaran Islam disebut Muhrim. "Walaupun mandi limau pakai baju, itu tetap salah. Dalam ajaran agama Islam, pasangan yang bukan suami istri itu disebut muhrim," jelasnya.

Syafriwal menyebutkan, selain menimbulkan pandangan yang tidak baik, mandi limau yang dilakukan setelah Asar dinilai akan mengurangi niat untuk menjalankan salah satu kewajiban sebagai umat muslim.

Tidak sedikit, kata dia masyarakat yang sudah lelah setelah mandi limau di sungai jadi lalai melakukan kewajiban untuk salat maghrib.

"Ada yang pulang dari sungai sudah kesorean, menjelang maghrib. Sampai rumah, pastinya tidak bisa mengejar waktu untuk melaksanakan salat maghrib. Padahal salat maghrib itu wajib dilakukan sebelum salat tarawih," pungkasnya.

Baca Juga: Jelang Ramadan, Bupati Tapteng Larang Tradisi Mandi Limau di Sungai 

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya