Urgensi Revisi UU KSDAE, Hukuman Pidana Jadi Sorotan Pegiat

Kasus perdagangan satwa masih masif terjadi

Medan, IDN Times – Penyempurnaan substansi Rancangan Undang-undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (RUU KSDAHE) terus dilakukan pemerintah bersama DPR. Jika disahkan, nanytinya undang-undang ini akan mengganti Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Wacana untuk merevisi Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 memang terus digaungkan sejak lama. Lantaran, ada banyak hal yang tidak terakomodir di dalam undang-undang yang sudah berusia tiga dekade itu.

1. Hukuman pidana di dalam Undang-undang lama terlalu ringan

Urgensi Revisi UU KSDAE, Hukuman Pidana Jadi Sorotan PegiatIDN Times/Sukma Shakti

Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah soal tindak pidana Di dalam beleid tahun 1990, hanya manyaratkan hukuman maksimal lima tahun dan denda Rp100 juta bagi pelanggar undang-undang. Hukuman ini bagi banyak pihak tidak memiliki semangat bagi perlindungan keanekaragaman hayati, karena terlalu ringan.

“Untuk denda Rp100 juta, pada tahun 1990 itu terasa banyak. Namun kalau sekarang mungkin biasa saja denda segitu,” ujar Ketua Forum Konservasi Orangutan Sumatra Indra Kurnia dalam diskusi Peringatan Hari Orangutan Internasional 2023 yang digelar Centre For Orangutan Protection (COP) di Kota Medan, Sabtu (19/8/2023) lalu.

Bagi para pegiat konservasi, revisi UU 5/1990 ini menjadi sebuah urgensi. Mendorong keadilan ekologi yang lebih baik lagi.

“Kami mendukung revisi UU nomor 5 Tahun 1990. Karena sudah terlalu usang. Kalau saya secara pribadi penginnya sanksinya minimal 5 tahun, maksimal 10 tahun,” kata Indra.

Baca Juga: Masih Pakai Data 2016, Update Jumlah Orangutan Sumatra Dinanti

2. Perdagangan satwa harus menjadi perhatian serius

Urgensi Revisi UU KSDAE, Hukuman Pidana Jadi Sorotan PegiatPetugas memindahkan kandang kargo yang berisi orangutan Sumatra hasil repatriasi dari Malaysia ke Indonesia. Mereka adalah korban dari perdagangan satwa liar ilegal. (Dok. IDN Times)

Centre For Orangutan Protection (COP) juga memberikan fokus pada kasus perdagangan satwa yang terjadi di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, COP juga membantu aparat penegak hukum dalam mengungkap kasus-kasus perdagangan satwa liar dilindungi. Ada sekitar 50 orang yang dipenjara dalam beberapa tahun terakhir.

“Dan selama beberapa tahun terakhir, kami lihat hukumannya tidak maksimal,” ujar Reza Kurniawan, perwakilan COP.

Terlepas dari Undang-undang, peran hakim dan jaksa dalam penegakan hukum justru lebih penting. Peningkatan kapasitas pemahaman para penegak hukum dengan kasus perdagangan satwa liar bisa mendorong hukuman yang lebih maksimal.

“Jadi kami memang menganggap kasus ini seperti narkotika. Sehingga harusnya hukumannya lenbih maksimal lagi,” katanya.

3. Pembahasan masih menyoal besar hukuman

Urgensi Revisi UU KSDAE, Hukuman Pidana Jadi Sorotan PegiatSalah satu karya bergambar orangutan yang mejeng di Peringatan Hari Orangutan Internasional 2023 yang digelar Centre For Orangutan Protection (COP) di Kota Medan, Sabtu (19/8/2023). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Dalam kesempatan yang sama Kepala Bidang Teknis Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam BBKSDA Sumatra Utara, Fifin Nopiansyah mengatakan, soal tindak pidana memang menjadi salah satu bahasan pokok dalam revisi undang-undang. Pembahasan masih berkutat pada besaran hukuman yang akan diberlakukan.

“Ini juga ada kewenangan di hakim . Hakim itu ada banyak pertimbangan. Bukan hanya kasus, tapi ada pertimbangan kemanusiaan,” katanya.

Selama ini, kata Fifin, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) rutin memberikan peningkatan kapasitas penegak hukum dalam penanganan kasus satwa liar dilindungi.

Untuk diketahui, kasus perdagangan satwa di Indonesia terus mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Polanya juga cenderung berubah. Dari yang sebelumnya secara konvensional, kini sudah menggunakan teknologi media sosial.

Catatan Garda Animalia, perdagangan satwa di media sosial menguat. Meski pun sejak 2015 perubahan pola itu sudah mulai terjadi. Para pemain, secara terang - terangan mengunggah foto satwa, baik dilindungi atau tidak.

Garda Animalia mencatat ada peningkatan yang signifikan pada tren perdagangan satwa melalui Facebook. Mereka menabulasi data dari 260 grup Facebook sejak 2018 - 2022. Khususnya perdagangan burung paruh  bengkok.

Pada 2018, ada 260 iklan penawaran dan 70 iklan permintaan terhadap burung berjenis paruh bengkok. Jumlahnya meningkat pada tahun - tahun berikutnya. Pada 2022, terdapat 3.150 iklan penawaran dan 201 iklan permintaan yang terpantau.

Pada jenis kakatua (cacatuidae), terdapat 4.478 ekor kakatua diperdagangkan mulai 2018 - 2022. Jenis yang paling banyak diperdagangkan adalah kakatua jambul kuning. Sementara data pada Famili Psittacidae dari 2021 hingga Oktober 2022 mencatat sebanyak 11.998 ekor dijual di 83 grup Facebook. Jenis yang paling banyak dijual adalah kasturi kepala hitam.

Baca Juga: Sambut Hari Orangutan se-Dunia, COP gelar Abelii Fest 2

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya