Tren Korupsi Sumut 2023, Dana Pendidikan dan Desa Sektor Empuk Digaruk

Angka kasus naik dari tahun sebelumnya

Medan, IDN Times – Seperti sesuatu yang tidak mengejutkan jika Sumatra Utara masuk ke dalam lima besar provinsi terkorup di Indonesia. Angka kasus korupsi di provinsi cukup tinggi. Pantas saja, jika jamak yang menyebut jika SUMUT merupakan akronim dari Semua Urusan Menggunakan Uang Tunai.

Sentra Advokasi untuk Hak Dasar Rakyat (SAHdaR) yang selama ini memberi fokus pada kasus-kasus korupsi merilis data tahunan mereka. Dari analisis mereka menunjukkan, perkara pidana korupsi di Sumut meningkat.

SAHdaR mencatat, sepanjang 2023 mereka mengamati ada 154 register perkara korupsi di Pengadilan Negeri Medan. Satu di antaranya merupakan kasus korupsi di Provinsi Aceh, yang disidangkan di PN Medan.

Jumlah perkara pada 2023 naik 40 persen dari 2022 yang ada di angka 106 perkara. Setidaknya ada 80 kasus yang disidangkan. Sementara tahun sebelumnya hanya di kisaran 50 kasus.

Untuk terdakwa yang disidangkan pada 2023 juga mengalami peningkatan, totalnya mencapai 154 orang. Sementara pada 2022 jumlahnya 107 orang. 

1. Korupsi dana pendidikan dan dana desa tinggi

Tren Korupsi Sumut 2023, Dana Pendidikan dan Desa Sektor Empuk DigarukIlustrasi korupsi. (IDN Times/Mardya Shakti)

Data SAHdaR menunjukkan, dana desa dan dana pendidikan menjadi sektor yang paling banyak diperkarakan. Secara angka dana desa mendapat porsi 34,2 persen dan dana pendidikan 21,9 persen dari seluruh perkara yang terdaftar. Diikuti sektor PUPR 13,7 persen, Perbankan 6,8 persen, Peternakan dan perkebunan 5,5 persen, Pemda 5,5 persen dan perpajakan 2,7 persen.

Kasus dana desa yang cukup menyita perhatian adalah pengelolaan dana Desa Aek Nauli dengan terdakwa Efrida D. Srg. Kasus itu menyebabkan kerugian negara Rp118 Juta. Sementara di sektor pendidikan di antaranya adalah korupsi pembangunan Ruang Praktik Siswa (RPS) di Kota Tanjung Balai, Nias Selatan, Kota Padang Sidempuan dan Kabupaten Mandailing Natal.

Terdakwanya ASN di Dinas Pendidikan Pemprov Sumut, Hasundungan Tua Limbong. Hasundungan berperan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang ditunjuk oleh pengguna anggaran untuk menyalurkan Dana Alokasi Khusus (DAK) Provinsi Sumut, untuk proyek pembangunan RPS senilai Rp. 1 miliar.  Menariknya, Hasundungan Tua Limbong ini menjadi terdakwa dalam empat kasus korupsi bidang pendidikan yang berbeda. Keempatnya dilakukan Hasudungan saat menjabat sebagai PPK," pungkasnya.

Baca Juga: SAHdaR: Pengembalian Uang 'Lampu Pocong' Bukan Prestasi

2. Pengadaan barang dan jasa paling berpotensi dikorupsi

Tren Korupsi Sumut 2023, Dana Pendidikan dan Desa Sektor Empuk DigarukIlustrasi (IDN Times/Aryodamar)

Tingginya angka kasus korupsi dana desa dan dana pendidikan diduga terjadi pada pengadaan barang dan jasa. Menurut SAHdaR, potensi korupsi pada pengadaan badang dan jasa memang tinggi.

Pada dana desa korupsi terjadi karena pengawasan dari Aparat pengawasan Intern Pemerintah (APIP) lemah.

“Kemudian, minimnya publikasi terkait informasi anggaran desa, dan penegakan hukum yang menyasar aktor dengan pengaruh atau posisi tawar yang rendah,” kata Direktur SAHdaR Ibrahim Puteh, dalam keterangannya, Selasa (2/1/2024).

3. ASN paling banyak berperkara dalam korupsi

Tren Korupsi Sumut 2023, Dana Pendidikan dan Desa Sektor Empuk DigarukIlustrasi harta kekayaan pejabat. (IDN Times/ Esti Suryani)

Dari 154 perkara yang ada di PN Medan, aktor terbanyak yang dituntut adalah Aparatur Sipil Negara (ASN). Totalnya mencapai 40 orang. Berikutnya kepala desa sebanyak 17 orang dan aparatur desa 20 orang. Disusul pihak swasta 49 orang.

Seluruh kasus ini menyebabkan kerugian negara hingga Rp153 Miliar. Sumbernya, baik dari APBN maupun APBD.

“Jika nilai ini dikelola dengan baik dapat mengcover satu kali pembayaran 4,3 juta penerima bantuan iuran BPJS kelas III di Sumut," pungkasnya.

Baca Juga: WALHI Sumut: Kerusakan Lingkungan Masih Langgeng di 2023

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya