Aneh, Pelaku Perambahan di Langkat  Dilibatkan dalam Konservasi

WALHI Sumut Ingatkan soal pengawasan

Medan, IDN Times – Suaka Margasatwa Karang Gading/Langkat Timur Laut menjadi salah satu dari begitu banyak kawasan yang mengalami kerusakan ekositem mangrove cukup parah di Pantai Timur Sumatra. Upaya konservasi di kawasan itu terus dilakukan.

Data Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut menunjukkan, tidak kurang dari 6.558 HA lahan SM Karang Gading yang mengalami kerusakan dari total luas lahan 15.765 HA. Untuk memulihkan kawasan yang rusak, BBKSDA Sumut menjalin kerjasama kemitraan konservasi dengan para Kelompok Tani Hutan (KTH) setempat. Sepanjang 2017 sampai 2020, BBKSDA Sumut sudah menjalin kemitraan dengan sejumlah KTH yang tersebar di beberapa titik.

Lima kemitraan di antaranya adalah, KTH Tumbuh Subur, KTH Indah Bersama, KTH Gading Hijau, KTH Mangrove Sejahtera dan KTH Harapan Indah. Tiga di antaranya diklaim sudah memberikan manfaat kepada masyarakat.

1. Kelompok Tani kemitraan budidayakan ikan dan tanaman

Aneh, Pelaku Perambahan di Langkat  Dilibatkan dalam KonservasiKemitraan konservasi dinilai sebagai cara peningkatan taraf ekonomi masyarakat pesisir di SM Karang Gading, Langkat. (Dok: BBKSDA Sumut)

Kepala BBKSDA Sumut Hotmauli Sianturi menjelaskan, masyarakat yang tergabung di dalam kemitraan sudah mulai merasakan hasil dari konservasi. Masyarakat menanami kawasan dengan tanaman musiman. Selain itu, masyarakat juga membudidayakan ikan.

Seperti yang dilakukan KTH Tumbuh Subur. Kelompok yang memulai kemitraan sejak 2017 di atas lahan 244 HA di desa Tapak Kuda, Kecamatan Tanjung Pura, menanam tanaman kehutananan maupun tanaman produktif yang bermanfaat bagi masyarakat seperti petai, sirsak, jambu, mangga yang berdampingan dengan tanaman kehutanan seperti nyamplung, matabuaya, bira-bira, putat.

“Masyarakat yang biasa melakukan budidaya palawija yang sebelumnya telah mereka lakukan seperti cabai, terong, sayur-sayuran dan semangka, Saat ini masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Tani Tumbuh Subur sudah dapat merasakan hasil dari kemitraan konservasi berupa panen buah-buahan,” ujar Hotmauli dalam paparannya, Rabu (4/3/2021).

Kemudian Kelompok Tani Hutan Indah Bersama sejak 2019 dengan areal kemitraan konservasi seluas 207 hektar di Desa Suka Maju Kecamatanm, secara bertahap mmengganti tanaman kelapa sawit dengan jenis tanaman asli dan tanaman produktif.

Sementara pada, Kelompok Tani Hutan Gading Hijau, dengan areal kemitraan seluas 125 hektar, melakukan upaya pemulihan ekosistem  dengan pola silvofishery. Dulunya lahan ini dijadikan tamba udang. Saat ini mereka memadukan budidaya ikan bandeng dengan teknik empang paluh dan budidaya tanaman asli jenis-jenis mangrove. Dengan melakukan penanaman jenis mangrove pada areal bekas tambak justru meningkatkan hasil budidaya perikanan. Mereka juga sudah merasakan dampak dengan panen bandeng lebih dari 600 Kg.

Baca Juga: [INVESTIGASI] Kami yang Hidup dari Mangrove

2.Anehnya, pelaku perambahan juga dilibatkan dalam konservasi

Aneh, Pelaku Perambahan di Langkat  Dilibatkan dalam KonservasiMangrove hasil rehabilitasi di Desa Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Kemitraan konservasi memang menjadi salah satu solusi dalam upaya konservasi lingkungan. Kemitraan juga dianggap menjadi salah satu resolusi konflik tenurial di kawasan SM Karang Gading dan Langkat Timur Laut yang telah terjadi sejak era tahun 1990-an.

BBKSDA pun melakukan cara-cara persuasif dengan mendekati para pelaku pembalakan. Mereka dilibatkan di dalam upaya konservasi. Jika menolak, siap-siap dijerat pidana.

“Jadi makannya kita lakukan sosialisasi berbarengan juga dengan teman-teman Balai Gakkum. Jadi kita sampaikan kami masih berupaya persuasif. Dalam arti kita sampaikan, kalian sudah mendapat hasil sekian lama dari sini dari lahan hutan negara. Tidak membayar kewajiban apa-apa. Sekarang waktunya untuk berbagi dengan masyarakat sekitar dan memulihkan kawasan,” ujar Hotmauli.

Kemitraan ini pun menjadi cara memutus rantai kemiskinan di kawasan pesisir. Masyarakat yang tidak memiliki lahan juga bisa mendapat hak pengelolaan dengan bergabung kemitraan.

3. Masih ada perambah yang membandel

Aneh, Pelaku Perambahan di Langkat  Dilibatkan dalam KonservasiSarman, Nelayan yang bergantung hidup dari kondisi mangrove yang baik menyempatkan diri untuk salat Ashar disela peninjauan kawasan hutan bakau di Kecamatan Lubuk Kertang, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara, Kamis (4/2/2021). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Sepanjang sosialisasi yang dilakukan, BBKSDA Sumut juga masih menemukan ada pelaku perusakan yang membandel. Meskipun secara umum, pola kemitraan mendapat penerimaan yang baik dari masyarakat.

“Yang bandel bandel yang harus ditempuh dengan jalur hukum. Makanya kami bawa Balai gakkum bersama-sama. Jadi yang bersalah yang melanggar hukum tidak bisa juga lolos melenggang kangkung seperti itu,” ungkapnya.

Beberapa permasalahan pun sudah dikelompokkan. Mulai dari perambah perseorangan, perusahaan hingga lahan suaka margasatwa yang sudah bersertifikat dan dimiliki perorangan. Untuk persoalan sertifikat, nantinya BBKSDA akan berkoordinasi dengan kementerian terkait.

Data BBKSDA Sumut menunjukkan ada 131 orang yang melakukan perambahan di SM Karang Gading. Ditambah satu perusahaan yakni PT Ekaesindo Jayatama.

Sayangnya, BBKSDA Sumut enggan membeberkan data soal siapa saja oknum perusak itu. Mereka berdalih, beberapa di antaranya masih dalam proses hukum.

4. WALHI Sumut: Jangan sampai kemitraan jadi cara baru segelintir orang mencari keuntungan

Aneh, Pelaku Perambahan di Langkat  Dilibatkan dalam KonservasiDua ekor burung udang bertengger di kawasan hutan mangrove Desa Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Direktur Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumatra Utara Doni Latuperissa memberikan catatan penting ihwal program kemitraan yang digagas. Namun di sisi lain, kemitraan untuk konservasi kawasan menjadi pekerjaan rumah besar bagi BBKSDA dan pemangku kebijakan terkait.

“Kami mengapresiasi langkah ini. Namun jangan sampai kemitraan, menjadi cara baru segelintir orang untuk mencari keuntungan,” kata Doni, Kamis (4/3/2021) malam.

Kata Doni, BBKSDA Sumut dan pemangku lainnya melakukan pengawasan lebih intensif lagi

WALHI juga mendorong, BBKSDA Sumut dan Balai Gakkum Wilayah Sumatra bisa lebih intens lagi melakukan penindak hukum para pembalak liar di kawasan mangrove Pantai Timur.

“ini menjadi catatan penting bagi para pemangku kebijakan.  Harus disadari, Pantai Timur Sumatra menjadi penyumbang besar kerusakan ekosistem mangrove di Indonesia. Bukan hanya di SM Karang Gading/Langkat Timur Laut,” tukasnya.

5. SM Karang Gading jadi penyangga ekosistem dengan keanekaragaman hayatinya

Aneh, Pelaku Perambahan di Langkat  Dilibatkan dalam KonservasiPerbandingan antara kawasan mangrove yang suda rusak di Lubuk Kertang, Kabupaten Langkat, Februari 2021. (Shuhaery Faiz for IDN Times)

Dihimpun dari laman bbksdasumut.com, Suaka Margasatwa Karang Gading/Langkat Timur Laut (KG/LTL) merupakan kawasan konservasi yang didominasi oleh hutan bakau.

Jauh menilik sejarahnya, hutan di Langkat Timur Laut ditetapkan sebagai Kawasan Hutan dengan Zelfbestuur Besluit (ZB) 6 Agustus 1932 Nomor 148/PK oleh Kerajaan Negeri Deli yang disahkan dengan Besluit Seripadoeka Toean Besar Goeverneur dari Pesisir Timoer Poela Pertja tanggal 24 September 1932 seluas 9.520 hektar. Sedangkan hutan di Karang Gading ditetapkan sebagai kawasan hutan dengan ZB 8 Agustus 1935 Nomor 138 seluas 6.245 hektar.

Berdasarkan keputusan Menteri Pertanian Nomor : 811/Kpts/Um/11/1980 tanggal 5 Nopember 1980 kedua kawasan tersebut ditunjuk sebagai Suaka Margasatwa.

Suaka Margasatwa Karang Gading/Langkat Timur Laut secara administratif terletak di Kecamatan Hamparan Perak dan Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang serta Kecamatan Secanggang dan Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat.

Di dalam SM Karang Gading, terdapat berbagai vegetasi selain mangrove. Sedikitnya terdapat hutan cemara 37 spesies tumbuhan lainnya di saana. Selain itu, ada berbagai jenis fauna di dalamnya. Di antaranya 12 jenis mamalia dan 44 aves. 13 di antaranya merupakan burung migran. Kemudian belasan jenis reptil, 52 jenis ikan, moluska serta Crustaceae.

Baca Juga: 6 Fakta Pembantaian Massal di Tebingtinggi, Lebih 2.000 Orang Tewas

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya