9 Kasus Dihentikan Kejati Sumut dengan Restoratif Justice

Berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 tahun 2020

Medan, IDN Times- Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara kembali mengusulkan 9 perkara tindak pidana umum (pidum) untuk dihentikan penuntutannya dengan pendekatan keadilan restoratif atau Restorative Justice (RJ). Pengajuan keadilan restoratif itu dari beberapa wilayah Kejari di Sumatra Utara. 

1. Sembilan usulan penghentian penuntutan dari wilayah hukum Kejatisu telah disetujui

9 Kasus Dihentikan Kejati Sumut dengan Restoratif JusticeIlustrasi

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejatisu, Yos A Tarigan, mengatakan usulan tersebut telah disetujui oleh Jaksa Muda Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, Dr Fadil Zumhana.

Yos menjelaskan, 9 usulan penghentian penuntutan dari wilayah hukum Kejatisu tersebut yakni dari Kejari Humbahas 1 perkara, Kejari Labuhanbatu 3 perkara, Kejari Deliserdang 1 perkara.

"Kemudian, Kejari Asahan 1 perkara, Cabjari Langkat di Pangkalan Brandan 2 perkara, dan Kejari Toba Samosir 1 perkara," kata Yos, Senin (11/4/2022).

Baca Juga: Polda Telusuri Dugaan Praktik Pengoplosan Gas Elpiji di Sumut

2. Perkara yang diajukan, 4 di antaranya perkara Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

9 Kasus Dihentikan Kejati Sumut dengan Restoratif JusticeIlustrasi hukum (IDN Times/Sukma Shakti)

Dikatakan Yos, dari sembilan perkara yang diajukan, empat di antaranya perkara Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Sementara, untuk perkara dari Kejari Humbahas atas nama tersangka Gindo Sianturi dan korban Hengky Rizal Sianturi dipersangkakan dengan Pasal 351 ayat (1) KUHP (penganiayaan).

"Dari Kejari Samosir ada 2 tersangka dalam satu perkara, yaitu Rommel Tua Sitorus dan Dompak Sitorus disangkakan dengan Pasal 406 Ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke 1 KUHP," jelasnya. 

Kemudian, perkara dari Cabang Kejaksaan Negeri Langkat di Pangkalan Brandan atas nama Makmur M Amin Galingging, disangkakan dengan Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana, Abdur Rahman disangkakan dengan Pasal 44 Ayat (1) UU RI Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

"Lalu, Kejari Asahan ada satu perkara atas nama Ade Kurniawan alias Ade dengan sangkaan Pasal 44 Ayat (1) Undang- undang RI Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, subsidiair Pasal 351 Ayat (1) KUHP. Kejari Deliserdang dengan tersangka Fajar, dipersangkakan dengan Pasal 44 Ayat (1) UU RI No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga," ungkapnya.

Sementara, Kejari Labuhanbatu ada 3 perkara yang dihentikan penuntutannya dengan pendekatan keadilan restoratif, yaitu Muhammad Luthfi Parera melanggar Pasal 49 Huruf a UU RI No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

"Kemudian, ada Poniren alias Ponirin pidana penganiayaan dengan sangkaan Pasal 351 ayat (1) KUHP dan Abdul Kadir Nasution alias Kodir (Pasal 351 ayat (1) KUHP," ujarnya. 

3. Ini alasan dilakukan penerapan restorative justice

9 Kasus Dihentikan Kejati Sumut dengan Restoratif JusticeIlustrasi hukum dan undang-undang (IDN Times/Sukma Shakti)

Yos menambahkan, alasan dan pertimbangan dilakukannya penghentian penuntutan dengan penerapan restorative justice, berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung No. 15 tahun 2020 yaitu, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, jumlah kerugian akibat perbuatan yang dilakukan tersangka di bawah dua setengah juta rupiah.

"Ancaman hukuman di bawah 5 tahun penjara, adanya perdamaian antara tersangka dengan korban dan direspon positif oleh keluarga,” katanya.

Lebih jauh dikatakan Yos, dihentikannya penuntutan 9 perkara ini karena antara tersangka dan korban sudah ada kesepakatan berdamai dan tersangka menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.

"Proses pelaksanaan perdamaian juga disaksikan oleh keluarga, penyidik, jaksa penuntut umum, tokoh masyarakat dan tokoh agama," jelasnya.

Baca Juga: Polda Sumut Ungkap Peran Tersangka Kerangkeng, Ada Eks Penghuni

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya