Bahasa Melayu Mulai Luntur di Medan, Millennial Harus Punya Peran

Bahasa daerah dilestarikan sesuai tempatnya

Medan, IDN Times - Negara Indonesia memiliki beberapa bahasa yang harus dilakoni setiap masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Di antaranya, bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, kemudian bahasa daerah yang khas dengan intonasi hingga logatnya yang kental dari setiap masing-masing wilayah.

"Jadi, kalau dikatakan bahasa daerah digantikan dengan bahasa Indonesia itu tidak mungkin terjadi. Karena masing-masing sudah menjaga bahasa itu sendiri," ujar Rozana sebagai dosen Prodi Sastra Melayu USU.

Menurutnya, ketika berada di ranah yang harus menggunakan bahasa Indonesia, maka gunakanlah bahasa Indonesia seperti bahasa resmi. Misalnya seminar, atau acara pedidikan.

Namun, sebaliknya juga saat berada di daerah. Misalnya, bahasa daerah Melayu. Apalagi, dalam suasana adat. Seperti perkawinan banyak sekali adat-adat suku. Maka mereka menyampaikan di dalam bahasa suku mereka , dan itu tidak tergeserkan dengan bahasa Indonesia. Artinya wajib menggunakan bahasa daerah.

Berbeda halnya ketika berada di daerah internasional, maka pemakaian bahasa Inggris yang digunakan untuk secara umum. Sehingga, masing-masing memiliki fungsi didalam ranahnya.

"Bahasa daerah mulai luntur karena anak dari daerah itu, sudah mulai sekolah ke Kota. Kemudian, mau tidak mau mereka di kota tersebut harus mengenal bahasa Indonesia," ucapnya.

Dirinya berharap bahasa daerah ini harus digalakkan lagi pemakaiannya kepada siswa SD hingga mahasiswa.

1. Jika bahasa daerah punah, maka ciri khas dari daerah masing-masing itu akan punah

Bahasa Melayu Mulai Luntur di Medan, Millennial Harus Punya Peranilustrasi edukasi anak di sekolah (Unsplash.com/NeONBRAND)

Rozana menilai ketika bahasa daerah itu punah, maka ciri khas dari daerah masing-masing itu akan punah dan sangat disayangkan nantinya akan menjadi seperti negara lain.

"Jangan, sampai hilang. Walaupun sekarang ini kita selidiki sudah banyak yang hilang. Apalagi ditambah orangtua sudah semakin habis sementara generasi sekarang melanjutkan sekolahnya ke kota," jelasnya.

Menurutnya, sudah ada SK Gubernur yang menyatakan bahwasannya bahasa daerah itu harus dijaga.

"Di dalam situasi adat. Bahasa daerah harus dipakai dan wajib. Jadi seperti Melayu, pantun itu digunakan bahasa Melayu," ungkapnya.

Uniknya, jika didalami maka bahasa daerah itu sendiri dapat mencerminkan daerahnya. Seperti Melayu.

"Apalagi bahasa Melayu memiliki banyak dialegnya. Seperti yang berbau huruf A menjadi E. Lalu, juga ada dijadikan huruf O diakhir kata. Contohnya, hendak kemane (terdengar lembut), tapi ketika sudah masuk ke O itu agak beda lagi. Kemano, Apo. Jadi, terpengaruh dengan bahasa jirannya," perumpamaan Rozana.

Menurutnya, salah satu yang menjadi contoh dalam menjaga kelestarian bahasa daerah, tetap melakukan bahasanya yang diterjemahkan dalam Indonesia dan Inggris.

"Budaya, bahasa dan sastranya. Ini yang kami jaga sebagai prodi sastra Melayu. Jadi, kami tidak mau Melayu hilang di Bumi. Intinya, jangan sampai hilang," bebernya.

Baca Juga: Sakit Jelang Take Off, 2 Calon Jemaah Haji Medan Gagal Berangkat 

2. Bahasa Melayu dinilai sudah mulai luntur di Kota Medan

Bahasa Melayu Mulai Luntur di Medan, Millennial Harus Punya PeranRozana sebagai Dosen USU Prodi Sastra Melayu (Dok. Istimewa)

Dirinya menilai, bahasa Melayu sudah mulai luntur di Kota Medan. Tapi ketika masuk ke adat, balik lagi bahasa tersebut.

"Sebenarnya, Medan itu banyak kerajaan. Ada Kerajaan Deli, Serdang, dan lainnya. Jadi mestinya ini juga tidak teranggu, tapi ketika kerajaan yang masih ada ini sudah mengadakan acara tetap juga, memakai bahasa Melayu. Begitu caranya menjaga walaupun agak payah (sulit) sedikit. Saya yakin gak akan hilang kalau sama-sama menjaganya (bahasa daerah)," jelas Rozana.

Hal yang menadi kendala baginya untuk melestarikan bahasa daerah terkhusus di Kota Medan pada bahasa Melayu yaitu, ketika penutur 1 bahasa Melayu berjumpa dengan penutur bahasa Melayu yang lain.

"Nah, selagi mereka tidak malu menggunakan bahasa daerahnya. Ini akan lancar saja. Tapi memang ketika mereka sudah malu menggunakan bahasa daerahnya. Ini akan menjadi suatu kendala, untuk mengenalkan bahasa daerah itu," tambahnya.

Sehingga, bahasa daerah saat ini hanya dipakai ketika berada di upacara adat istiadat.

Rozana berharap kepada para kaum millennial saat ini, untuk tak melupakan bahasa daerahnya. "Kalian boleh belajar bahasa apa saja, bahasa Inggris, Belanda, Prancis. Silahkan, karena itu akan menambah pengetahuan kalian dalam dunia internasional. Tapi bahasa daerah jangan kalian lupakan. Itu harus kalian sayangi, cintai dan gunakan juga dalam tempat yang sesuai. Jangan lupakan dan jangan malu menggunakannya," tambahnya.

3. Upaya menjaga bahasa daerah dibutuhkan tingkat kreativitas

Bahasa Melayu Mulai Luntur di Medan, Millennial Harus Punya PeranIlustrasi Sekolah dari Rumah (IDN Times/Arief Rahmat)

Salah satu upaya menjaga bahasa daerah yaitu, dibutuhkan tingkat kreativitas juga diperlukan yang dikemas secara menarik. Seperti Dubbing Tanjung balai, pantun dari Lebah Begantung dan lainnya.

Baginya, bahasa Melayu dan Indonesia merupakan bahasa yang mendekati dalam pengucapan dan hurufnya.

"Jadi, pantun-pantun itu pun menjadi hal favorit bagi setiap orang karena menarik. Pantun itu merupakan ruh dari masyarakat Melayu. Kalau tidak berpantun maka hilanglah keistimewaan suku Melayu," tutupnya.

Baca Juga: 10 Nama Buah dalam Bahasa Melayu, Ada yang Mirip Bahasa Indonesia!

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya