Kisah Nek Sarah, 40 Tahun Berjuang Mencari Kerang di Belawan

Harus menghidupi suami hingga cucu

Medan, IDN Times - Sahara atau akrab disap Nek Sarah, seorang perempuan berusia 72 tahun ini merupakan nelayan tradisional pencari kerang di pesisir Kota Medan. Tepatnya Bagan Deli, Belawan, Kecamatan Medan Belawan.

Kisah Nek Sarah dalam berjuang untuk hidup dan menghidupi suami, serta seorang cucunya di rumah hanya dengan hasil tangkapannya mencari kerang. “Pertama kali diajak kawan. Dari sekilo, dua kilo lama-lama mulai pandai jadi naik lah 15 kilo,” ucap Nek Sarah mengawali ceritanya.

Sambil menunjuk Nasrudin suaminya berusia 70 tahun yang 3 tahun lalu telah mengalami kebutaan. Diceritakannya, dahulu Nasrudin pernah menjadi nelayan di kapal trawl. Bekerja sebagai pemasak, angkat jaring, milih ikan, dan lainnya. Namun, Nasrudin berhenti kerja dengan alasan tidak ada lagi yang menerimanya.

“Kalau dia ini (suami nek Sarah) menjaring, kadang nelayan trawl. Gak dipakai orang lagi dia karena buta, dulu trawl gudang Olo (Panggabean). Sayang kali mereka dengan dia. Meninggal Olo itu gak lagi. Pulangnya 20 hari sekali, tukang masak. Lumayanlah sikit,” ungkapnya.

1. Sudah 40 tahun Nek Sarah jadi nelayan

Kisah Nek Sarah, 40 Tahun Berjuang Mencari Kerang di BelawanNek Sarah bersama suami dan cucunya di rumahnya Kecamatan Medan Belawan (IDN Times/Indah Permata Sari)

Terhitung sudah 40 tahun lamanya, Nek Sarah telah menjadi nelayan. Sayangnya, semakin hari semakin sedikit hasil mata pencarian dan tak mencukupi kebutuhan lantaran ada pukat cakar kerang. Baginya ini, menjadi musuh karena telah menghabiskan kerang di sekitaran Belawan.

“Makin berkurang, karena ada pukat cakar kerang itu. Dia menghabiskan kerang, jadi kita ini gak dapat lagi lah. Malam dia pergi, pagi dan siang juga. Habislah kerang tadi,” kata Nek Sarah yang hanya dapat mengutip sisa dari pukat cakar kerang.

Pendapatannya dalam sehari mencari kerang di laut pernah hanya Rp5 ribu untuk dibawa pulang, dan rata-rata Rp40 ribu. Jika dibandingkan sebelum adanya pukat cakar, pendapatan Nek Sarah paling sedikit Rp25 ribu dan paling banyak Rp80 ribu.

“Tak perduli dia di dekat awak meraba itu tak perduli. Tahu-tahu dia datang, diambilnya malam atau pagi. Apa yang mau kita ambil lagi. Tak ada yang diambil, hajablah (gawat) betul,” tuturnya.

Upah yang didapatnya, tidak semerta-merta dibawa pulang tapi harus dipotong untuk membayar kapal yang ditumpanginya ke laut.

"Dipotonglah, tapi kalau gaji Rp15 ribu dia (kapal yang membawanya ke laut) gak potong. Kalau gaji Rp45 ribu dia potong Rp10 ribu,” jelasnya.

Menurut Nek Sarah, sudah lebih dari 10 tahun penghasilan yang dirasakan berkurang dengan hadirnya pukat cakar kerang tersebut.

Ia berharap besar, agar pukat cakar kerang ditiadakan. Hal ini juga mengingat bahwa, para pekerja bukan diambil dari orang sekitaran Belawan melainkan orang luar.

“Kalau bisa disudahkan lah cakar itu, jangan ada lagi. Orang luar yang kerja itu, bukan orang sini “ tuturnya.

Saat melaut untuk mencari kerang, Nek Sarah tampak merasakan dingin sehingga naik keatas seluruh badannya menggeletar selama memakan waktu sampai 6 jam didalam laut.

“Turun ke air, kadang air pasang itu dinginnya minta ampun. Sampai tak bisa naik sampan nenek. Dingin betul. Gaji cuma Rp30 ribu, itu jam 1 malam pulangnya, pigi jam 6 sore. Kadang kalau pigi jam 10 malam pulangnya jam 4 pagi. Sampai gak bisa menyuap nasi lagi sangkin dinginnya,” tambahnya.

Selain rasa dingin yang menyengat saat mencari kerang, Nek Sarah juga kerap terkena duri ikan sembilang sampai ia menangis. Hingga meminta pulang karena sudah tidak tahan lagi.

Menurutnya, untuk melaut tidak sembarangan pergi begitu saja. Tapi, harus melihat kondisi laut pasang atau tidak.

Terkadang, ia sering berharap kerang yang ditangkap olehnya bisa dibayar dengan harga tinggi, untuk membawa upahnya dan menutupi kebutuhan sehari-hari.

“Kalau rasa nenek ya kepingin tapi cemana mau dikatakan ke tukang kerangnya. Kadang pemasarannya turun,” ucapnya.

Untuk persiapan ke Laut nek Sarah wajib membawa air minum, teh manis, air panas, nasi dibawa serta ikan sepotong.

Diceritakannya juga, pengalaman mencari kerang paling jauh bisa semalaman dengan hasil Rp60 ribu. Menjadi seorang nelayan pencari kerang di Belawan, baginya sudah pilihan tepat.

“Cari kerang aja. Tidak bisa aku jualan begitu. Kalau cari kerang kan tinggal berangkat,” tutur Nek Sarah.

2. Nek Sarah menghidupi suami dan cucunya

Kisah Nek Sarah, 40 Tahun Berjuang Mencari Kerang di BelawanNek Sarah, nelayan tradisional pencari kerang (IDN Times/Indah Permata Sari)

Nek Sarah, tidak hanya menghidupi dirinya sendiri dari mencari kerang. Namun, ada 2 orang yang harus bergantung hidup padanya, yakni suami yang sudah mengalami kebutaan, dan cucu yang diduga mengalami gangguan kejiwaan.

Nasrudin sang suami mengatakan, selama ini sudah berusaha mencari kerja untuk bisa membantu Sarah mencukupi kebutuhan hidup. Tapi keterbatasan dalam penglihatan juga menjadi kendala.

“Macam mana lagi. Itunya satu-satu usaha.  Kesedihan terpendam di dalam hati ini. Jadi macam mana lagi mau kita bikin,” kata Nasrudin.

Sebelumnya, Nasrudin bekerja menjadi nelayan di kapal trawl bisa mendapat upah Rp600 ribuan dari hitungan per hari Rp35 ribu bersih di masanya.

“Kalau trawl dulu, pukat dibuang, ulur tali sepanjang-panjangnya, kalau bisa dibilang itu ada 100 meter. Sudah itu, ditarik pukatnya, digiling talinya, begitu sampai papannya, ya dinaikkan pukatnya," tambah Nasruddin.

Sekali dapat bisa mencapai ratusan kilogram. Semua jenis ikan bisa didapat hingga segede jarum juga ada. Paling jauh, Nasrudin pernah ikut dalam kapal trawl ke Pulau Pandan, Pulau Berhala, Pulau Datuk, dan Pulau Dimur.

Meskipun, ia mengetahui kalau kapal trawl itu dilarang atau ilegal. Tapi, tidak ada pilihan lain baginya untuk mencari nafkah.

Kapal Trawl menurutnya di daerah Belawan semakin banyak, dan dilarang pun masih tetap juga berlaku.

Lanjutnya, bibit ikan yang terangkat di kapal trawl tersebut bisa dijual untuk makanan bebek. Bahkan, ada saja yang menjadi penampungnya.

“Itu memang diperjualbelikan. Itu bercampur campur lah. Ikan terinya, ikan kasainya, dan lainnya,” jelasnya.

Bibit ikan ini diberi harga Rp3 ribu per kilogram untuk di Medan, dan yang bagus akan diekspor.

3. Kondisi rumah Nek Sarah yang sudah tak layak ditempati

Kisah Nek Sarah, 40 Tahun Berjuang Mencari Kerang di BelawanKondisi rumah Nek Sarah, nelayan tradisional pencari kerang (IDN Times/Indah Permata Sari)

Nek Sarah, sudah tinggal 35 tahun di rumah panggung beralamatkan Lorong ujung Tanjung II, lingkungan 15, Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan. Rumah itu sudah lama dibangunnya. 

“Ini rumah udah milik sendiri. Tanah kita juga ini ada suratnya. Dibangun 30 tahun  yang lalu. Ada orang yang menolong membangun ini. Dari keluarga lah. Ini papannya sampai sekarang belum diganti ganti ini,” kata Nek Sarah.

Rumah panggung ini terlihat sudah tak kokoh dan hampir mau jatuh, tapi bagi Nek Sarah menyimpan banyak cerita. Mereka pernah merasakan rumahnya terbakar, hingga kebanjiran dan sering masuk ular.

“Biasanya kalau banjir saya di sini sama bapak,” ucap Nek Sarah sambil menunjukkan posisi satu bidang yang ada papannya.

Dalam membangun rumah ini, Nek Sarah bermodalkan uang Rp13 juta hasil semua jerih payah dari mencari kerang saat masa sebelum adanya pukat cakar. Tanah Rp6 juta dan beli bahan-bahannya Rp7 juta.

Selama 30 tahun, Nek Sarah mengakui tidak pernah mendapatkan adanya bantuan dari pihak Pemerintah.

“Belum ada sama sekali. Kalau harapan nenek kalau pemerintah mau menolong ya alhamdullilah. Tidak pun besar tidak apa-apa. Tapi kayak mana kita mau mengadu. Pemerintah ini pun tak tahu ada di mana,” jelasnya.

Baca Juga: Cerita Nila Jadi Nelayan Perempuan Pencari Kerang di Belawan

4. Nek Sarah tidak pernah dilirik pemerintah untuk mendapatkan bantuan

Kisah Nek Sarah, 40 Tahun Berjuang Mencari Kerang di BelawanKepling 15, Kelurahan Bagan Deli, Muhammad Ali (IDN Times/Indah Permata Sari)

Kepala lingkungan (Kepling) 15 di daerahnya Muhammad Ali membenarkan, Nek Sarah tidak pernah mendapat bantuan karena nama-nama tersebut bukan keluar dari dia. Ia hanya bisa mengajukan dan selanjutnya ada pada Dinas Sosial Kota Medan.

“Tapi yang dari non pemerintah sering kami kasih ke dia. Misalnya dari donasi-donasi, karena kita tahu dia termasuk nomor 1 yang ekonominya paling parah,” kata Ali.

Bantuan yang sering didapat Nek Sarah dari nonpemerintah berupa sembako. Ali mengetahui bahwa rumahnya saat itu sedang reyot, dan tak layak pakai. Apalagi, harus menghidupi suami dan cucunya. Tapi, ia tak bisa banyak membantu warganya ini.

“Sebenarnya itu lah keluhan kami kepling ini, terkadang apa yang kita ajukan tidak masuk juga. Ya sedih juga mereka nanya. Tapi mau gimana saya bilang,” ucapnya.

5. Selain Pukat Cakar Kerang, ada 3 pukat lain yang jadi musuh nelayan tradisional

Kisah Nek Sarah, 40 Tahun Berjuang Mencari Kerang di BelawanSuasana di Lorong ujung Tanjung II, lingkungan 15, Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan

Selain menjadi Kepling, Ali juga merupakan salah satu nelayan pencari kepiting. Biasa kepiting yang didapatnya adalah kepiting rajungan. Hari-hari ia melaut, mulai dari pukul 04.00 WIB (subuh) hingga pukul 12.00 WIB (siang) selesai. Harga jualnya Rp10 ribu per kilogram.

Disebutkannya, hal yang paling menggangu para nelayan tradisional adalah pukat tarik dua, pukat layang, pukat sorong dan pukat cakar.

Kehadiran empat pukat ini merupakan musuh nelayan tradisional, yang menjadikan mata pencarian menurun drastis.

“Kalau dulu, paman saya sekitar tahun 80an, diminta kerja pabrik tidak mau. Dia milih nelayan. Karena pada saat itu, sekali melaut itu bisa menghasilkan uang untuk seminggu,” jelasnya dengan kesal akan hadirnya empat pukat tersebut.

“Sekarang terbalik. Seminggu kita melaut, satu hari dah turun tangga dia. Karena ada musuh-musuh ini,” tambah Ali yang menurutnya musuh para nelayan tradisional ini hadir sejak tahun 90- an.

Awalnya diakui kehadiran pukat-pukat ini masih landai, namun sekitar tahun 2013 masuk pukat layang dan pukat lainnya masuk semakin ramai dan meresahkan nelayan tradisional.

"Itu tanah tidak ada berhentinya dihancurkan orang itu. Ya bagaimana ikan, kepiting, itu mau membuahkan hasil. Makanya ke depan, kami prediksi sekitar 5 tahun lagi nelayan tidak tahu mau makan apa,” kata Ali.

Saat ini, menurutnya sudah mulai sulit didapat kepiting-kepiting di laut tersebut. Menurutnya, ada masa-masa paceklik bagi para nelayan. Saat musim Barat nanti terhitung dari bulan 11 sampai awal tahun nelayan akan merasakan musim paceklik. 

“Tengok (lihat) lah nanti musim Barat kering, cari sekilo kepiting saja susah. Jadi empat bulan dia musim Timur. Empat bulan dia musim Barat. Di antara empat bulan Timur dan Barat, itulah masa paceklik nelayan,” pungkasnya,

Baca Juga: Banjir Rob, Masyarakat Belawan Bahari Tagih Tanggul dan Rumah Pompa

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya