Cerita Nila Jadi Nelayan Perempuan Pencari Kerang di Belawan

Tak mendapat perlindungan kesehatan

Medan, IDN Times - Bagi Nila, laut adalah sumber kehidupannya. Sejak kecil dia sudah bermain di laut hingga sekarang mencari nafkah.

Ya, perempuan 36 tahun itu adalah salah satu nelayan pencari kerang di laut. Bahkan kini sudah menjadi tauke kerang meneruskan jejak sang Ayah. 

Nila menjadi nelayan kerang sejak tahun 2018. Rumahnya berlokasi di Lorong Ujung Tanjung Lingkungan V, Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan, Nila bersama keluarganya telah hidup puluhan tahun.

1. Jadi aktivis penggerak nelayan perempuan hingga bertemu Menteri Susi Pudjiastuti

Cerita Nila Jadi Nelayan Perempuan Pencari Kerang di BelawanPara nelayan perempuan pencari kerang di Bagan Deli, Medan Belawan (IDN Times/Indah Permata Sari)

Dengan kerja keras, ia telah menjadi tauke kerang di wilayahnya. Perempuan 3 anak ini mengatakan, sejak dulu sang Ayahnya sudah menjadi seorang tauke kerang.

Sebagai touke kerang, saat ini penghasilan Nila mencapai Rp6 juta per bulan. Per hari bisa mencapai Rp400 ribu. Usaha ini dimulainya sejak tahun 2022.

Meski telah memiliki 3 anak, wanita yang akrab disapa Nila ini terlihat sangat aktif. Dia  tergabung dalam sayap dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) bernama Kesatuan Perempuan Pesisir Indonesia (KPPI).

“Cari kerang waktu itu aktif juga di KPPI dan KNTI (tahun 2018) begitu terbentuk langsung bergabung sambil cari kerang,” jelas Nila.

Di sini Nila menjabat sebagai Wakil Ketua Advokasi KPPI sekaligus sebagai Ketua KPPI Kota Medan.

Dari 200-an anggota KPPI, ada 10 orang yang merupakan nelayan pencari kerang di wilayahnya.

Masuknya Nila di KNTI maupun KPPI karena banyak belajar dari pengalaman menjadi nelayan.

Perjalanan menjadi Ketua KPPI sejak tahun 2020, berangkat ke Jakarta untuk menghadiri undangan dari Menteri Perikanan dan Kelautan yang pada saat itu menjabat adalah Sakti Wahyu Trenggono. Ia tepat berada di garis aktivis perempuan.

Baca Juga: Banjir Rob, Masyarakat Belawan Bahari Tagih Tanggul dan Rumah Pompa

2. Ada empat jenis pukat di wilayah sekitar menjadi musuh para nelayan pencari kerang

Cerita Nila Jadi Nelayan Perempuan Pencari Kerang di BelawanPara nelayan perempuan pencari kerang di Bagan Deli, Medan Belawan (IDN Times/Indah Permata Sari)

Lanjutnya, musuh para nelayan di wilayah sini ada 4 jenis pukat yakni Pukat Gerandong, ada Pukat Cakar, Langgai atau Pukat Sondong dan Pukat Layang.

Pukat grandong atau pukat setan dengan menggunakan alat tangkap yang dilarang. Bisa dibilang alat penangkapannya modern hingga ke dasar laut (dari kasar sampai halus diambil). Dengan alat ini, hasil laut seperti cumi, ikan halus, kepiting, dan kerang banyak didapat.

Pukat Gerandong atau Pukat Tarik dua ini ada sekitar 30-an kelompok, dari Kuala sampai Percut. Mulai beraktivitas pada subuh dan pulang sore.

Menurutnya, selain alat tangkap hal lain yang menjadi perhatian adalah pengawasan dan zonasi ini dianggap meresahkan.

“Belawan ini dinilai sudah zonasi bebas, sehingga, nelayan sering mengeluh dan menyesali kehadiran para pukat di sini,” katanya.

Lain lagi, dengan jenis Pukat Trawl. Aktivitas ini dalam sehari bisa sampai berdurasi 4 jam sekali, sedangkan pukat gerandong setiap 2 jam sekali perhari.

3. Kejadian nelayan tradisional bakar dua kapal pukat gerandong sekaligus

Cerita Nila Jadi Nelayan Perempuan Pencari Kerang di BelawanSuasana para nelayan perempuan pencari kerang di Bagan Deli Belawan (IDN Times/Indah Permata Sari)

Saat pukat cakar tank lewat, Nila mengatakan hasil mereka dijamin mendapat banyak hasil. “Itu banyak-banyak dapatnya. Tapi kalau dia mengikuti zona gak akan rusuh. Tapi dia pandai, disaat nelayan pencari kerang lagi ada mereka tidak merapat. Tapi kalau udah gak ada orang itu garuk,” ungkapnya.

Dalam sejarahnya, para nelayan tradisional pernah membakar 2 kapal Pukat Grandong pada tahun 2019. Diakui bahwa, momen ini terjadi karena bentuk luapan emosional nelayan selama ini terpendam yang berdampak dengan hasil nelayan.

“Itu kadang yang halus-halus pun diambil, bibitnya udah diambil. Kadang geram juga tapi gak ada kemampuan sama orang itu,” kata Nila.

4. Tak ada mendapatkan perlindungan kesehatan

Cerita Nila Jadi Nelayan Perempuan Pencari Kerang di BelawanPara nelayan perempuan pencari kerang di Bagan Deli, Medan Belawan (IDN Times/Indah Permata Sari)

Diceritakan Nila bahwa, nelayan harus membayar Rp175 ribu per tahun  untuk melindungi mereka dalam kesehatan.

Persoalan yang sering dialami adalah Asuransi Nelayan Perempuan (yang sering terdapat di Kartu Kusuka/ Usaha Perikanan) pelaku usahanya ada nelayan, pemasar ikan, pembudidaya, petambak garam, dan pengolah.

Dari mulai pelaku perusahaan perikanan yang termasuk nelayan, pemasar ikan, pembudidaya, petambak garam, dan pengolahm, seharusnya terdaftar di KuSuka.

Besar harapan baginya, nelayan perempuan harus mendapatkan perlindungan asuransi.

Saat ini, diketahui bahwa mendapatkan asuransi tersebut terbatas. Dalam 1 Kartu Keluarga (KK) hanya 1 orang dan hanya yang mendaftarkan saja tercatat.

Dalam ceritanya, ia menyinggung tentang program KuSuka. Program ini baru bisa diajukan ke asuransi nelayan, yang ditanggung oleh pemerintah. Ini udah jalan setahun preminya, jadi masyarakat harus membayar Rp175 ribu per tahun untuk melanjutkan asuransinya.

“Apabila asuransi itu tidak dibayar, maka ini maka tidak bisa diklaim,” tutur Nila.

“Nelayan perempuan ini tak dapat. Awak kan terdaftar di KuSuka E bagai pemasar ikan. Namun, asuransi gak keluar, gak didaftarkan. Kan yang daftar itu dari Dinas Perikanan. Tapi entah kenapa, awalnya memang sudah terdaftar di pelaku usaha perikanan. Tapi di asuransi tidak terdaftar,” tambahnya.

Selain permasalahan dalam perlindungan kesehatan pada nelayan perempuan, diceritakannya juga ada banyak kendala yang dihadapi. Hal kerap terjadi adalah intimidasi.

Dari KuSuka itu baru bisa diajukan ke asuransi nelayan. Asuransi nelayan itu itu ditanggung oleh pemerintah. Ini udah jalan setahun preminya, jadi masyarakat harus membayar Rp175 ribu per tahun untuk melanjutkan asuransinya.

“Jadi berharapnya, perempuan harus dapat juga asuransi. Kan itu dibayar, bayar pun oke gak masalah,” ucapnya.

Sebelumnya, Nila mengaku pernah menelpon anggota DPRD. "Kalau kesehatan gak bisa diklaim karena dia mengalami kecelakaan dilarikan ke RS Pirngadi bisa diterima," bebernyam

Selain asuransi yang diperlukan untuk perempuan adalah BPJS Ketenagakerjaan atau BPJamsostek. “Tapi gak jalan juga programnya gak tahu kenapa,” pungkasnya

Baca Juga: Banjir Rob, Masyarakat Belawan Bahari Tagih Tanggul dan Rumah Pompa

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya