BEM FISIP USU Bahas Potensi Polarisasi dengan Politisi Sumut

Para tokoh politik sebut generasi muda punya peranan penting

Medan, IDN Times - Membawa misi menghindari potensi polarisasi dalam politik 2024, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatra Utara (USU) mendatangkan para tokoh politik Sumatra Utara yang berasal dari beragam partai. Hal ini disebut Ketua BEM FISIP USU, Haris Matonda Hasibuan, sebagai langkah untuk membuat mahasiswa melek politik dan menyadari jika polarisasi politik sangat berbahaya.

Dialog tersebut dilaksanakan di aula FISIP USU pada Rabu (18/10/2023) dengan mendatangkan Ketua KPU Sumut, Sekretaris DPD partai Gerindra Sumut, Ketua DPD partai Demokrat Sumut, Ketua Dewan Pakar DPW partai Nasdem Sumut, Sekretaris DPD PDI Perjuangan Sumut, bahkan ketua Bawaslu dan Dekan FISIP USU.

1. Berangkat dari keresahan polarisasi politik yang dapat memecah belah bangsa

BEM FISIP USU Bahas Potensi Polarisasi dengan Politisi SumutPara tokoh politik Sumut yang menghadiri dialog yang diselenggarakan BEM FISIP USU (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Haris mengungkapkan keresahan mahasiswa melihat rentannya potensi polarisasi politik terjadi di tengah masyarakat. Seperti pada pemilu 5 tahun lalu yang memunculkan istilah “cebong” dan “kampret” dari masing-masing kubu politik.

 "Diskusi ini sebenarnya adalah wujud dari keresahan dari anak-anak muda, khususnya mahasiswa. Apa yang kami resahkan yakni menyangkut persoalan kebangsaan. Jujur, kami resah jika pasca pemilu ada gap dan polarisasi masyarakat. Atas keresahan ini lah kami buatlah acara yang memuat pendapat dari stake holder dan para pelaku politik. Mari perbanyak diskusi!" ucap Haris.

Sementara itu Dekan FISIP USU, Dr Hatta Ridho, menyambut baik para narasumber yang diundang mahasiswanya itu. Tajuk besar yang menyoal tentang polarisasi politik baginya sangat bermanfaat untuk membentuk iklim politik yang lebih dewasa.

"Kita mengundang seluruh petugas parpol di sini untuk membahas apakah Sumut yang heterogen ini memiliki potensi polarisasi? Forum ini bukan forum kampanye, melainkan sebuah dialog. Mari saling mengingatkan bahwa polarisasi politik itu tidak baik,” kata Hatta.

Baginya, hal yang dapat memicu polarisasi ada tiga. Di antaranya adalah tergantung pada delegasi politik, narasi yang dibangun, sampai regulasi penyelenggara.

“Jika masyarakat terbelah susah untuk menyatukannya kembali,” pungkas Hatta.

Baca Juga: Ambisi USU Kembangkan Teknologi AI, Kerja Sama dengan Kampus Jepang

2. Mantan Walikota Medan ajak generasi muda berbondong-bondong datang ke TPS saat pemilu nanti

BEM FISIP USU Bahas Potensi Polarisasi dengan Politisi SumutMantan Walikota Medan, Rahudman, hadiri dialog yang diselenggarakan BEM FISIP USU (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Pada kesempatan menyampaikan pandangan, Ketua Dewan Pakar DPW partai Nasdem Sumut, Rahudman Harahap, menilai jika polarisasi politik dapat menimbulkan konflik dan kekerasan.

“Polarisasi akibatnya ini bahaya. Sebab dapat menimbulkan konflik dan kekerasan dari pendukung yang berbeda. Selain itu polarisasi dapat menyebabkan kemunduran demokrasi dan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi. Apalagi saat ini kepercayaan masyarakat terhadap partai mulai berkurang,” ungkap Rahudman di tengah dialog yang disampaikannya di depan mahasiswa FISIP USU.

Mantan Walikota Medan ini menilai jika ada 3 faktor yang dapat menyebabkan polarisasi terjadi. Mulai dari faktor politik, faktor sosial, sampai faktor ekonomi.

“2024 ini akan jadi pemilu yang paling dinamis. Faktornya bisa jadi karena persaingan yang ketat karena banyak kandidat yang memiliki peluang yang cukup besar. Hal ini dapat menyebabkan ketegangan politik. Akses informasi yang masif dan tak terkontrol ini juga dapat meningkatkan polarisasi,” ucap Rahudman.

Bagi Rahudman, untuk mencegah fenomena polarisasi ini pemerintah perlu menciptakan iklim politik yang kondusif. Hal tersebut menurutnya dapat dilakukan dengan cara mengurangi isu Sara dan melakukan pengawasan pada media sosial.

“Tolong mahasiswa buka wawasan. Saya ingin mengajak semua generasi muda mari kita berbondong-bondong menggunakan hak pilih. Semakin tinggi kehadiran kalian datang ke TPS, maka semakin mewujudkan tingginya minat demokrasi itu,” katanya.

3. Generasi muda memegang peranan penting untuk mengatasi masalah polarisasi dan politik uang

BEM FISIP USU Bahas Potensi Polarisasi dengan Politisi SumutDialog terbuka membahas potensi polarisasi Pemilu 2024 (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Sekretaris DPDGerindra Sumut, Sugiat Santoso, menilai peranan generasi muda sangat penting dalam menghadapi badai polarisasi. Selain karena generasi muda yang dianggap sebagai agen perubahan, jumlah pemilih yang kebanyakan dari kalangan generasi muda tersebut juga menjadi alasannya.

“Generasi muda ini memegang peranan penting, loh. Termasuk untuk mencegah terjadinya polarisasi. Tapi sesungguhnya, menurut saya problem pemilu itu bukan polarisasi, alih-alih politik uang. Nah, money politic ini yang jadi tugas kita bersama dalam memberantasnya. Mahasiswa punya tanggung jawab bagi kesehatan demokrasi,” kata Sugiat.

Sugiat juga menilai jika masyarakat Sumut memiliki hubungan kekerabatan yang bagus. Di mana kedekatan-kedekatan tersebut dibangun dari suku, ras, dan agama. Sugiat merasa jika konteks budaya dapat menjadi pertahanan untuk menghadapi kencangnya perpecahan yang diakibatkan pilihan politik.

“Keterikatan adat dan agama maupun suku serta kekerabatan tidak bisa membuat kita tidak menghormati pilihan politik. Konteks budaya yang kuat di Sumatra Utara ini lah ya harus kita syukuri. Saya optimis kita tidak mungkin berantam hanya karena pilihan politik berbeda,” pungkasnya.

Baca Juga: Gairah Mahasiswa USU Merevitalisasi Budaya lewat Galeri Asvina

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya