Millennial di Medan Suarakan Ironi Alam Lewat Mural
Gambarkan satwa terancam punah yang kerap diperdagangkan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
“Kondisi hutan di Sumut ironis, deforestasi dan perdagangan satwa dilindungi masih terjadi,” ujar Koordinator Kampung Sendiri Lestari Bobi Septian, Kamis (24/3/2022).
Bobi bersama komunitasnya membuat seni mural di kawasan Bundaran Jalan Gatot Subroto, Medan. Mural itu bagian dari kampanye dan kritik soal kondisi lingkungan di Sumatra Utara. Penggarapan mural sekaligus menjadi peringatan Hari Hutan Sedunia dan Hari Air Sedunia yang jatuh pada 21 dan 22 Maret 2022 lalu.
Selain mural, dalam rangkaian acara yang digelar beberapa hari, Komunitas Kampung Sendiri yang berkolaborasi dengan berbagai organisasi masyarakat sipil juga menggelar dialog bertemakan lingkungan. Selain itu, digelar juga pentas seni dan pameran produk UMKM dari masyarakat.
“Kalau mural kita sudah mulai sejak tanggal 20 Maret. Hari ini akan kita rampungkan,” ujar Bobi.
1. Mural berisi kritik terhadap kondisi lingkungan yang kian kritis
Mural yang dilukis atas kolaborasi sejumlah seniman begitu tegas memberikan simbol kritik atas kondisi lingkungan. Ada warna coklat sebagai simbol hutan yang gundul, dan warna hijau sebagai pohon. Kemudian sejumlah satwa seperti burung rangkong, trenggiling, harimau sumatra dan orangutan. Satwa – satwa dengan status terancam punah ini kerap menjadi korban perdagangan satwa yang kasusnya masih marak terjadi.
“Kondisi alam kita kritis. Masih banyak hutan yang hancur karena deforestasi. Satwanya terus diburu untuk dijadikan barang dagangan. Mural ini harus menjadi pengingat, kelak satwa-satwa itu punah,” ujar Bobi.
Baca Juga: Cerita Genta, Ilustrator di Balik Mural yang Hiasi Jantung Kota Medan
Baca Juga: Panut Hadisiswoyo: Pemerintah Harus Kerja Keras Mempertahankan Hutan