TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mantan Napi Teroris di Medan Bekerja Serabutan, Pemerintah Masih Absen

Harusnya diberdayakan jadi duta damai

Ustaz Khairul Ghazali, mantan napi teroris yang mendirikan pesantren (Rappler/Uni Lubis)

Medan, IDN Times – Deradikalisasi menjadi proses yang cukup penting untuk mencegah paham terorisme terus merebak. Bom bunuh diri di Polrestabes Medan menjadi pertanda agar masyarakat tetap waspada. Karena ini menjadi bukti jika paham terorisme terus melebarkan sayapnya.

Ustaz Khairul Ghazali, satu dari sekian mantan Napi Teroris (Napiter) angkat bicara terkait upaya deradikalisasi. Kata dia, upaya ini belum maksimal. Harusnya, dialog tentang anti terorisme disampaikan langsung kepada kelompok yang sudah terpapar. Namun nyatanya hari ini pemerintah dianggap belum melakukan itu. Dialog-dialog soal anti terorisme justru lebih menyasar kelompok yang sudah mapan mengedepankan paham nasionalisme.

Eks mentor jihadis itu juga mengkritik , harusnya pemerintah memberdayakan para mantan Napi Teroris (Napiter) untuk upaya pencegahan meluasnya terorisme. Karena pastinya, jika dialog soal anti terorisme disampaikan oleh mantan pelaku, akan lebih mengena pada sasaran.

Sayangnya, saat ini kondisinya terbalik. Para mantan Napiter tidak diberdayakan. Dia mencontohkan, saat ini ada 40 mantan Napiter yang tinggal di Medan. Menyambung hidup dan berharap masa depan yang baik. Keadaannya memprihatinkan.

1. Rekan-rekan Ghazali harus bekerja serabutan untuk berjuang hidup

(Ilustrasi) IDN Times/Sukma Shakti

Ghazali yang termasuk orang penting dalam peristiwa perampokan Bank CIMB Niaga dan penyerangan Polsek Hamparan Perak 2010 silam itu mengatakan, jika rekan-rekannya sesama Napiter di Medan nasibnya tak karuan. Bahkan mereka harus bekerja serabutan untuk menafkahi anak istrinya.

“Kehidupannya memprihatinkan . Bekerjanya serabutan,” kata Ghazali, Kamis (15/11).

Baca Juga: Ustaz Ghazali: Bom di Medan Balas Dendam Atas Kematian Pimpinan ISIS

2. Harusnya para mantan Napiter bisa diberdayakan menjadi duta damai

Ustaz Khairul Gazali, mantan napi teroris yang mendirikan pesantren (Rappler/Uni Lubis)

Di Kota Medan, kata Ghazali, sel-sel terorisme terbilang masif. Jumlah kelompok irisannya juga cukup banyak.

Peran pemerintah sangat dibutuhkan. Memutus mata rantai persebaran terorisme. Namun upaya pemerintah belum maksimal. Harusnya para Napiter bisa diberdayakan untuk mengambil peran itu. Dijadikan duta damai penangkal terorisme.

“Itu harus diberdayakan. Mereka diberdayakan. Kalau perlu dikasih kantor. Seperti unit usaha. Dan mereka menjadi garda terdepan sosialisasi bahaya, radikalisme. Jadi mereka juga disibukkan. Supaya gak ada peluang untuk kembali lagi.” Ungkapnya.

“Ini yang tidak dilakukan pemerintah. Baik  pemerintah pusat atau pun Pemda,” imbuhnya.

3. Suara para mantan Napiter lebih berkesan untuk menangkal terorisme

Ustaz Khairul Ghazali, mantan napi teroris yang mendirikan pesantren (Rappler/Uni Lubis)

Jika pemerintah memberdayakan para mantan Napiter, kata Ghazali itu sangat membantu. Karena, mereka bisa menceritakan hingga ke detil. Bagaimana sebenarnya ketika mereka menjalani ajaran yang dianggap sesat itu.

“Suara mereka untuk pencegahan radikalisme itu akan lebih berkesan dari pada orang yang tidak pernah terlibat sama sekali. Mereka bisa menceritakan pengalaman mereka langsung selama terlibat. Dari pada seorang pengamat, dosen, ustaz, termasuk polisi yang bercerita soal itu,” tukasnya.

4. Pemerintah harus memberi perhatian lebih kepada para mantan Napiter

(Ilustrasi) IDN Times/Sukma Shakti

Selain dijadikan duta damai, pemerintah harusnya memberi perhatian lebih lagi kepada para mantan Napiter. Misalnya dengan memberikan pelatihan yang bisa berguna untuk meningkatkan perekonomian mereka.

“Jadi misalnya dilatih UMKM gitu. Pemerintah juga harus memperhatikan kondisi pendidikan anak-anaknya. Diberikan beasiswa. Diperhatikan kehidupannya,” katanya.

Baca Juga: Mantan Napiter Beberkan Benih Teroris Tumbuh Subur di Medan

Berita Terkini Lainnya