Mantan Napi Teroris di Medan Bekerja Serabutan, Pemerintah Masih Absen
Harusnya diberdayakan jadi duta damai
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Medan, IDN Times – Deradikalisasi menjadi proses yang cukup penting untuk mencegah paham terorisme terus merebak. Bom bunuh diri di Polrestabes Medan menjadi pertanda agar masyarakat tetap waspada. Karena ini menjadi bukti jika paham terorisme terus melebarkan sayapnya.
Ustaz Khairul Ghazali, satu dari sekian mantan Napi Teroris (Napiter) angkat bicara terkait upaya deradikalisasi. Kata dia, upaya ini belum maksimal. Harusnya, dialog tentang anti terorisme disampaikan langsung kepada kelompok yang sudah terpapar. Namun nyatanya hari ini pemerintah dianggap belum melakukan itu. Dialog-dialog soal anti terorisme justru lebih menyasar kelompok yang sudah mapan mengedepankan paham nasionalisme.
Eks mentor jihadis itu juga mengkritik , harusnya pemerintah memberdayakan para mantan Napi Teroris (Napiter) untuk upaya pencegahan meluasnya terorisme. Karena pastinya, jika dialog soal anti terorisme disampaikan oleh mantan pelaku, akan lebih mengena pada sasaran.
Sayangnya, saat ini kondisinya terbalik. Para mantan Napiter tidak diberdayakan. Dia mencontohkan, saat ini ada 40 mantan Napiter yang tinggal di Medan. Menyambung hidup dan berharap masa depan yang baik. Keadaannya memprihatinkan.
1. Rekan-rekan Ghazali harus bekerja serabutan untuk berjuang hidup
Ghazali yang termasuk orang penting dalam peristiwa perampokan Bank CIMB Niaga dan penyerangan Polsek Hamparan Perak 2010 silam itu mengatakan, jika rekan-rekannya sesama Napiter di Medan nasibnya tak karuan. Bahkan mereka harus bekerja serabutan untuk menafkahi anak istrinya.
“Kehidupannya memprihatinkan . Bekerjanya serabutan,” kata Ghazali, Kamis (15/11).
Baca Juga: Ustaz Ghazali: Bom di Medan Balas Dendam Atas Kematian Pimpinan ISIS
Baca Juga: Mantan Napiter Beberkan Benih Teroris Tumbuh Subur di Medan