TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Dokter Positif COVID-19 di RS Tebing Tinggi Sempat Layani Pasien Umum

44 tenaga medis di RS reaktif, ada yang tolak uji swab

Ilustrasi pengambilan sampel swab tenggorokan. IDN Times/Debbie Sutrisno

Tebing Tinggi, IDN Times – Hasil rapid test 44 orang tenaga medis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr H Kumpulan Pane, Kota Tebing Tinggi  dinyatakan reaktif. Saat ini seluruh tenaga medis sudah menjalani isolasi mandiri. Menyusul satu orang dokter di sana yang dinyatakan positif corona pada Jumat (22/5) lalu.

Ada 349 orang yang dilakukan uji cepat beberapa hari yang lalu. Sebanyak 44 orang yang dinyatakan reaktif  juga sudah menjalani pengambilan sampel swab tenggorok untuk dilakukan pengujian lewat metode Polymerase Chain Reaction (PCR), Kamis (28/5).

“Kita akan serahkan ke laboratorium penguji di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara,” ujar Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) COVID-19 Kota Tebing Tinggi dr Nanang Fitria Aulia. 

1. Dokter yang terjangkit adalah ASN di RS dr H Kumpulan Pane namun juga terlibat dalam penanganan COVID-19 di Simalungun

Ilustrasi tenaga medis (thecitizen)

Informasi yang dihimpun, dokter yang terjangkit COVID-19 itu berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemkot Tebing Tinggi yang ditugaskan di RSUD dr H Kumpulan Pane.

Namun dia juga terlibat dalam penanganan COVID-19 di salah satu rumah sakit yang ada di Simalungun.

“Uji swab dengan PCR positif. Sehingga kita melakukan tracing di rumah sakit kita. Karena dia di rumah sakit kita juga memberikan pelayanan umum untuk pasien di RS itu," ungkap Nanang.

Harusnya, kata Nanang itu tidak bisa dilakukan. Jika sudah menangani COVID-19, dokter tidak akan mengurusi pasien umum lainnya.

Baca Juga: 1 Staf Medis RSKP Tebing Tinggi Positif COVID-19, 95 Orang Tes Cepat

2. Pihak rumah sakit mengetahui ada dokternya yang tangani COVID-19, namun tetap izinkan mengurusi pasien umum

Ilustrasi. Pexels.com/cottonbro

Nanang sebagai Gugus Tugas dan Kadis Kesehatan Kota Tebing Tinggi merasa kebobolan dengan kasus yang terjadi di RSUD H Kumpulan Pane. Dia juga sudah menanyai para tenaga medis dan pihak rumah sakit, apakah mereka mengetahui jika dokter tersebut juga bertugas untuk penanganan COVID-19.

“Itu yang kami sesalkan. Kenapa dia diberikan kesempatan memberikan pelayanan umum di RS Kumpulan Pane. Seharusnya itu tidak boleh. Kalau dia menanganani khusus COVID di Simalungun, dia tidak boleh pulang lagi ke Tebing Tinggi dan mengisolasi dirinya di sana dan dia bertugas khusus untuk satu RS itu saja,” ungkapnya.

3. Pasien umum yang sempat kontak erat juga akan diuji cepat

Ilustrasi rapid test. (Dok Humas Bandara Ahmad Yani Semarang)

Selain para tenaga medis, RS Kumpulan Pane juga harus melakukan tracing kepada pasien yang sempat kontak erat dengan Dokter Spesialis Penyakit Dalam itu. Pihak gugus tugas tengah mengumpulkan data rekam medik selama 14 hari ke belakang sejak diumumkan positif.

“Kita akan lakukan rapid test,” ungkapnya.

4. Ada tenaga medis yang keberatan ikut uji swab, Nanang kecewa berat

Pedagang Pasar Kebon Semai Sekip Palembang mengikuti swab test pasca meninggalnya satu rekan mereka suspect COVID-19. (IDN Times/ Deryardli Tiarhendi)

Nanang pun kesal dengan tingkah para tenaga medis yang ikut dalam uji cepat. Sebagian dari mereka malah menolak mengikuti uji swab. Bagi Nanang, ini menjadi catatan buruknya. Harusnya para tenaga medis bisa memberikan contoh baik penanganan COVID-19.

“Untuk pengambilan sampel hari ini. Itu pun kami lepaskan ke rumah sakit. Yang mau ikut silahkan yang gak mau silahkan juga. Sekarang begini. Kita melakukan uji rapid test. Sebagian dari mereka keberatan. Itu masalhanya. Sekarang tinggal individunya. Kalau tenaga kesehatan, kita juga tidak paham COVID, bagaimana lagi masyarakat awam. Jadi kita tidak bisa menyalahkan masyarakat umum yang gak mengerti tentang COVID, sementara tenaga kesehatan kita tidak tahu apa itu COVID, apa itu rapid test, apa itu pemeriksaan PCR. Kan sedih kita mendengarnya,” terangnya.

Sebelumnya, setelah melakukan uji cepat, para tenaga medis malah kembali melakukannya di malam harinya. Nanang pun heran kenapa itu bisa terjadi. Padahal dia sudah menjelaskan, jika uji cepat tidak bisa dijadikan diagnosa pasti. Harus dilakukan uji swab untuk menentukannya.

“Ini kesannya jadi orang rumah sakit sendiri tidak mau, untuk dilakukan penanganan dengan protokol COVID-19. Jadi kita mau bilang apa,” katanya.

Baca Juga: Pasien Positif COVID-19 Simalungun Tambah 4 Orang, 3 dari Tenaga Medis

Berita Terkini Lainnya