TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Bawa Istri Dalam Perjalanan Dinas, Edhy Prabowo Dinilai Langgar Etika

Jadi contoh buruk Kabinet Jokowi

Edhy Prabowo memegang udang di tambak daerah Kuala Secapah, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. Instagram.com/edhy.prabowo

Medan, IDN Times – Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Edhy Prabowo ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (25/11/2020) dini hari. Dia diduga terlibat dalam dugaan kasus korupsi ekspor benih lobster. Selain Edhy, sejumlah orang lainnya juga dicokok KPK, termasuk sang istri Iis Rosita Dewi.

"Kasus ini diduga terkait dengan proses penetapan calon eksportir benih lobster. Saat ini, KPK masih melakukan pemeriksaan secara intensif terhadap 17 orang selama 1x24 jam. Perkembangannya akan kami sampaikan lebih lanjut," ujar Plt Jubir Bidang Penindakan KPK Ali Fikri.

Edhy ditangkap saat dia pulang dari perjalanan dinas ke Hawaii, Amerika Serikat. Selain Edhy, yang menjadi perhatian adalah soal keikutsertaan sang istri dalam perjalanan dinasnya. Bagaimana sebenarnya peraturan soal keikutsertaan istri pejabat dalam perjalanan dinas. Terlebih, istri Edhy merupakan Anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra yang juga merupakan tempat suaminya berpartai.

Baca Juga: Edhy Prabowo Ditangkap KPK, Ini 6 Fakta Polemik Ekspor Benih Lobster 

1. Dalam peraturan, memang dibolehkan membawa istri

IDN Times/Irfan fathurohman

Dalam aturan perjalanan dinas luar negeri, memang mengisyaratkan soal keikutsertaan istri. Itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 164/PMK.05/2015 sebagaimana telah diubah dengan PMK No. 181/PMK.OS/2019.

Dalam beleid ini pejabat negara memang dimungkinkan mengajak serta istri atau suami saat melakukan perjalanan dinas ke luar negeri. Isinya:

"Dalam hal Pelaksana SPD dalam lingkup Kementerian Negara/ Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) mengikuti kegiatan/menghadiri acara yang mensyaratkan mengikutsertakan istri/suami; dapat didampingi oleh istri/suami sebagai Pihak Lain," begitu bunyi Pasal 7 ayat (7) PMK tersebut.

Bahkan istri atau suami juga berhak atas uang perjalanan dinas. Seperti yang tertera dalam Pasal 15 ayat (2). "Golongan Pelaksana SPD dan klasifikasi Moda Transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) bagi istri/suami sebagai Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (7), disamakan dengan Pejabat Negara, PNS, anggota TNI, anggota POLRI, atau Pejabat Lainnya."

Namun dalam Peraturan Menteri KP No. 40/Permen-KP/2017 tentang perjalanan dinas luar negeri tidak mengisyaratkan hal itu. Aturan yang diteken oleh Menteri Susi Pudjiastuti Agustus 2017 lalu tidak memuat aturan soal ikut serta istri dalam perjalanan dinas.

2. Meski dibolehkan, membawa istri dalam perjalanan dinas adalah pelanggaran etika

Ilustrasi gedung Merah Putih KPK (www.instagram.com/@official.kpk)

Komentar lain datang dari Pengamat Kebijakan Publik asal Sumatra Utara Dadang Darmawan Pasaribu. Kata Dadang, meskipun dalam aturan dibolehkan, ada baiknya Edhy tidak membawa istri dalam perjalanan dinasnya. Itu dinilai sangat tidak etis sebagai pejabat negara.

“Secara etik, seandainya keikutsertaan istri, keluarga dan lain-lain tidak membebani pembiayaan negara, itu sah-sah saja. Tapi kalau itu adalah dibebankan kepada negara dan mendompleng fasilitas negara, itu sangat tidak etis,” ujar Dadang, Rabu (25/11/2020) petang.

Kata Dadang, sudah banyak contoh pejabat negara yang memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi. Kondisi ini pun semakin memperburuk citra pemerintahan yang terus menggembar-gemborkan birokrasi sehat dan akuntabel.

“Kita menyayangkan jika ada hal yang sifatnya individu, tercampur dalam kegiatan kenegaraan,” ungkapnya.

Baca Juga: Fakta tentang Edhy Prabowo, Tangan Kanan Prabowo yang Ditangkap KPK

Berita Terkini Lainnya