Perjuangan Panut Hadisiswoyo, 20 Tahun Menjaga Ekosistem Hutan
Kini berkontribusi lewat Orangutan Information Centre
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Medan, IDN Times - Konsisten bukan hal mudah bagi Panut Hadisiswoyo. Lebih dari 20 tahun ia menjadi aktivis lingkungan di Sumatera Utara. Selama itu pula, ia mendedikasikan dirinya menjaga ekosistem hutan dengan menyelamatkan Orangutan lewat Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Centre (YOSL-OIC).
Panut bercerita, awal mula pertemuannya dengan Orangutan dimulai saat ia berada di Aceh. Kala itu, Orangutan mendatangi Panut dengan tatapan yang cukup lama. Pandangan itu menjadi penyulut untuk bergerak menyelamatkan Orangutan.
"Saya mendapatkan pengalaman yang luar biasa. Orangutan itu seperti manusia. Luar biasa spesis ini. Saya masih ingat tatapan matanya yang membuat saya menjadi terpanggil untuk merawat," ungkap Panut.
Namun perjalanan panjang itu dilalui tak terlepas dari tantangan. Hal itu kemudian membuatanya mendapat sejumlah penghargaan bergengsi.
Atas konsisten dirinya lewat yayasan tersebut, pada 2019, Panut dinobatkan menjadi salah satu dari 35 orang yang terlibat dalam aksi global menjaga lingkungan yang diberikan oleh Kementerian Luar Negeri Inggris.
Tak berhenti di situ, ia juga mendapat penghargaan yang diberikan Ratu Inggris, Queen’s Anniversary Award pada 2008, Whitley Award yang diberikan Keluarga Bangsawan Kerajaan Inggris tahun 2015, dan Emerging Explorer oleh National Geography pada 2016.
Kepada IDN Times, lelaki yang menjadi pendiri YOSL-OIC, bercerita tentang perjalanannya menyelamatkan Orangutan Sumatera, menjaga ekosistem hutan, perlindungan satwa, rehabilitasi habitat, restorasi kawasan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Ketertarikan Panut pada dunia satwa yang dilindungi itu dimulai saat menempuh pendidikan di Universitas Sumatera Utara dengan mengambil jurusan Sastra Inggris. Masa studi itu, Panut mengaku sudah aktif terlibat dalam pertukaran pelajar antar negara. Lewat program pertukaran pelajar itulah membuat dirinya semakin penasaran dengan permasalahan lingkungan dan cara mengatasinya. Hal itu terealisasi saat dirinya ikut pada Unit Manejemen Leuser, lembaga pelaksana program Leuser Development Program. Ia lulus dengan gelar MSc di Oxford Brookes University, United Kingdom.
Baca Juga: INJI Warrior Camp, 30 Mahasiswa Dilatih Jurnalisme Lingkungan
1. Perjalanan membangun YOSL-OIC dimulai sejak 2001
Perjalanan membangun YOSL-OIC dimulai sejak 2001. Ia bercerita, sepulang dari Kanada, dirinya tertarik untuk menjelajah Hutan Sumatera. Lewat Unit Manejemen Leuser, lembaga pelaksana program Leuser Development Program, ia pertama kali mengenal Orangutan Sumatera pada 1998.
"Sewaktu tahun 1996, saya mengenal diri ketika ikut pertukaran pemuda ke Kanada. Pulang dari Kanada, saya tertarik menjelajah Hutan Sumatera. Kemudian 1998, saya mencoba mengenal satwa dan keindahan alam yang kita harus peduli. Mungkin banyak pemuda yang tahu tapi tidak sadar dengan kondisi yang ada," ujarnya.
"Tahun 1998, saya sudah mengenal Orangutan untuk pertama kali. Tapi saat itu saya belum ada keterkaitan, tapi saya sudah mulai banyak menggali isi kepala dan hati saya," tambah pria kelahiran 1974 ini.
Tiga tahun kemudian, Panut mulai membentuk OIC sebagai wadah untuk anak muda di bidang lingkungan di Kota Medan. Hal tersebut menjadi sentra pemuda pertama untuk volunteerism anak muda yang konsisten dengan isu lingkungan. Kala itu, masih berjumlah 20 relawan yang geliatnya terus berkembang hingga saat ini.
"Untuk membantu program penyadaran ke berbagai pelosok. Kita masuk ke isu lingkungan dan menyadarkan masyarakat," tuturnya.
"Tapi program itu tidak cukup karena masih tahap pada masyarakat yang hanya mengetahui, fokusnya hanya memberi informasi, mereka tahu tapi belum paham. Kalau mereka gak memahami, ya mereka gak bisa memberikan perubahan," sambung Panut.
Baca Juga: Sama-sama Memesona, Potret Gemasin Jesselyn dan Kembarannya