TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Cerita Nurmala, Guru Relawan Anak Berkebutuhan Khusus di Sumut

Seorang guru tuna daksa relawan dan juga atlet berprestasi

Nurmala, Guru Relawan Anak Berkebutuhan Khusus di Sumut (IDN Times/Masdalena Napitupulu)

Medan, IDN Times- Nurmala adalah seorang guru tuna daksa yang menjadi relawan di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Rizki Ananda, di Dusun VII Tanjung, Desa Sambirejo Timur, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deliserdang, Sumatra Utara. Sebagai relawan, Nurmala aktif mengajar sejak PKBM Rizki Ananda didirikan pada 2020.

"Awalnya menjadi relawan, mendapat informasi dari istri kepala desa, bahwa akan dibuka sekolah untuk anak berkebutuhan khusus. Kebetulan saya juga aktif di desa ditawarkan menjadi relawan," ujar perempuan berusia 47 tahun itu, Senin (25/7/2022).

PKBM Rizki Ananda merupakan tempat belajar anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan latar belakang diagnosa anak dengan kondisi hiperaktif disorder, tuna wicara, tuna rungu, down syndrome, tuna grahita, hingga slow learner.

Terdapat 27 anak difabel usia 6-15 tahun yang mendapat kegiatan belajar pendidikan gratis. Saat ini, PKBM Rizki Ananda diasuh oleh 8 relawan.

Baca Juga: Mengenal Nurmala, Atlet Difabel Berprestasi yang Kejar Emas di Papua

1. Menjadi seorang guru untuk anak-anak disabilitas adalah cita-citanya

Nurmala, Guru Relawan Anak Berkebutuhan Khusus di Sumut (IDN Times/Masdalena Napitupulu)

Bagi Nurmala, mengajar adalah profesi yang diinginkannya sejak dulu. Menjadi seorang guru untuk anak-anak disabilitas adalah cita-citanya. "Tidak ada gajinya, karena sekolah ini gratis. Karena cita-cita saya buka wadah untuk anak disabilitas, ternyata dayung bersambut adanya sekolah ini," katanya.

Katanya, tidak ada tantangan menjadi guru untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Sebab dirinya sudah terbiasa karena tergabung dalam National Paralympic Committee (NPC). 

"Awalnya kami para relawan mengajarkan kepercayaan diri mereka. Kami bangun bonding dengan anak-anak, kita nyamankan dulu anak-anak untuk dekat dengan kita. Tetapi tantangan tersebut datang dari orang tua. Kadang orang tua ini harus diberi pengertian. Mereka tidak paham jika anaknya disabilitas," ungkapnya.

2. Diskriminasi masih dialami para penyandang disabilitas

Selain berprofesi sebagai guru, Nurmala merupakan atlet berprestasi (IDN Times/Masdalena Napitupulu)

Pada kondisi saat ini, Nurmala melihat masih adanya diskriminasi yang dialami para penyandang disabilitas di Sumatra Utara. Padahal, banyak sekali disabilitas yang mempunyai kemampuan dan berpendidikan. Kurangnya pemahaman sejumlah instansi yang masih membedakan hak-hak disabilitas.

"Ada satu kisah, masih ada perbedaan. Pernah saya menjadi saksi di kepolisian karena tetangga saya mengalami pencurian. Setelah selesai saya diminta tanda tangan, saya baca dulu, ditulis sehat jasmani dan rohani. Saya tolak tanda tangan, saya bilang ubah dulu BAP-nya, soal sehat jasmani dan rohani," sebutnya.

Baca Juga: Penyandang Disabilitas Ambil Peran di Event W20 Expo Toba

Berita Terkini Lainnya