TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Petani Tebu Sumut Minta Dilibatkan Bahas Swasembada Gula Nasional 

Pemerintah terbitkan Perpres percepatan swasembada gula

Ilustrasi gula pasir (rodalewellness.com)

Medan, IDN Times - Petani Tebu Bersatu (Petebu) Sumatera Utara (Sumut) mendorong Pemerintah Indonesia untuk melibatkan para petani tebu dalam perencanaan swasembada gula nasional.

Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati (biofuel) yang mulai berlaku sejak Jumat (16/6/2023).

Perpres itu dikeluarkan dalam rangka mewujudkan swasembada gula nasional guna menjamin ketahanan pangan, ketersediaan bahan baku dan bahan penolong industri serta mendorong perbaikan kesejahteraan petani tebu.

Kemudian, guna mewujudkan ketahanan energi dan pelaksanaan energi bersih melalui penggunaan bahan bakar nabati (biofuel), perlu ditingkatkan produksi bioetanol yang berasal dari produksi tebu.

"Kami meminta kepada pemerintah dengan adanya Perpres nomor 40 tahun 2023 dimana pemerintah Indonesia telah memberikan pencanangan swasembada gula sehingga para petani harus dan wajib hukumnya untuk masuk dalam perencanaan swasembada gula tersebut," ujar Ketua Petebu Sumut, Ridwan Husni.

1. Saat ini kondisi petani tebu di Sumut sangat memprihatinkan

Ilustrasi. ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas

Dikatakannya, saat ini kondisi petani tebu di Sumut sangat memprihatinkan, bahkan Ridwan menilai pertanian tebu di Sumut mati Suri lantaran lahan pertanian sudah sangat menipis.

Seperti halnya di Kabupaten Langkat yang sejak tahun 2004 hingga saat ini sudah mengalami penurunan lahan sebesar 1.997 hektar.

"Kita kasih contoh di Langkat dulu dari tahun 1990an sampai tahun 2004 lahannya sebanyak 2 ribu hektar yang terdiri dari lahan pinjam pakai dari PTP dan lahan mandiri, tetapi pada tahun 2004 hingga saat ini lahan mereka menurun hingga menjadi 3 hektar," katanya.

Menurut Ridwan, berkurangnya lahan di Kabupaten Langkat tersebut disebabkan para petani kecewa karena merugi akibat rendemen mereka dikurangi hingga menjadi 4 persen sehingga memutuskan untuk beralih ke komoditas lainnnya.

"Petani rugi karena rendemennya dikurangi yang harusnya 6 persen menjadi 4 persen, mereka kecewa jadi lahan mandiri mereka di alih fungsi kan menjadi tanaman lainnya seperti ubi, sawit, jagung dan lainnya, sehingga menyebabkan para petani tebu yang selama ini eksis meningkatkan produksi gula tidak ada lagi lahan yang bisa digunakan," ucapnya.

2. Minimnya perkembangan teknologi di pabrik gula

Produk Gula Manis Kita Bulog (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Sementara itu, Ketua DPP Petebu Adep Parbudi juga menyampaikan bahwa minimnya perkembangan teknologi di pabrik gula menyebabkan penurunan produksi gula yang dihasilkan dari tebu.

"Potensi pabrik gula dalam rangka menciptakan tebu menjadi gula sangat rendah sehingga para petani hari ini mengalami kemunduran karena produksi yang seharusnya bisa tercapai 100 ton per hektar mengalami penurunan karena teknologi pabrik gula yang saat ini ada sangat ketinggalan jaman," tambahnya.

Kurangnya dukungan dari para Pemerintah Daerah dan para stakeholder lainnya juga melemahkan para petani di sejumlah daerah di Indonesia.

"Hari ini petani tebu sangat dilemahkan dengan tidak adanya dukungan pemerintah dalam hal ini BUMN, yang menganggap petani ini pesaing padahal petani sebagai supporting sebagai mitra yang memberikan kontribusi tenaga kerja yang produksi yang tinggi," ucap Adep.

Berita Terkini Lainnya