UKT Meroket, USU Akui APBN Belum Bisa Bikin Pendidikan Murah

Mahasiswa tetap menolak, kebijakan akan dikawal habis

Medan, IDN Times – Penolakan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang akan diberlakukan untuk mahasiswa baru 2024, terus bergulir. Di Universitas Sumatra Utara (USU) kenaikan UKT yang dilandaskan pada Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2024 Tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Pada Perguruan Tinggi Negeri sampai diwarnai unjuk rasa eberapa waktu lalu.

Belakangan, Rektor USU Muryanto Amin menggelar dialog dengan mahasiswa langsung. Dialog itu dilakukan di USU, Rabu (15/5/2024). Dalam dialog itu, mahasiswa yang diwakili Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) USU, kembali meyatakan penolakan. Bagi mereka UKT yang meroket justru menjadi beban mahasiswa.

Untuk diketahui, pemberlakukan UKT di USU sudah menuai penolakan sejak diberlakukan pada 2012 lalu. Saat itu, mahasiswa bahkan melakukan unjuk rasa besar-besaran untuk menuntut pencabutan sistem UKT.

1. Sistem UKT membebani, perubahan lebih baik belum dirasakan mahasiswa

UKT Meroket, USU Akui APBN Belum Bisa Bikin Pendidikan MurahDialog rektorat USU dan mahasiswa terkait kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) (IDN Times/Prayugo Utomo)

Ketua BEM USU Aziz Syahputra mengatakan, sistem UKT ini sangat membebani mahasiswa. Mereka menuntut soal transparansi penentuan klaster atau golongan dari USU. Mereka juga menuntut transparansi penggunan anggaran UKT untuk perubahan kampus.

Kata Aziz, ini adalah kali kedua UKT mengalami kenaikan tarif. Pertama kali diberlakukan pada 2022. “Kami tetap menolak UKT yang dilahirkan dari peraturan menteri. Kalau dikorelasikan, kami akan mengevaluasi kebijakan menteri. Kami akan mengawal kebijakan baru ini. Jangan sampai UKT berkeadilan, tapi mahasiswa malah mendapat masalah,” kata Aziz kepada awak media usai dialog dengan Rektor USU Muryanto Amin.

Selama kenaikan itu, kata Aziz, mereka juga belum merasakan perubahan yang berarti di kampus USU. Misalnya, dari sisi sarana prasarana kaata Aziz, USU dinilai belum memiliki perubahan yang berarti. Mereka khawatir, jargon UKT berkeadilan yang diumbar pemerintah, hanya janji belaka.

“Dengan regulasi yang lalu, tentu tidak ada keadilan sama sekali,” katanya.

2. USU akui APBN belum bisa membantu banyak untuk pendidikan tinggi

UKT Meroket, USU Akui APBN Belum Bisa Bikin Pendidikan MurahKetua BEM USU Aziz Syahputra (IDN Times/Prayugo Utomo)

Rektor USU Muryanto Amin mengatakan, kenaikan UKT ini masih sesuai dengan peraturan yang berlaku. Muryanto juga membantah jika kampus justru dinilai membebani mahasiswa dengan pemberlakuan UKT yang baru.

UKT diberlakukan atas konsekuensi pemenuhan kebutuhan biaya penyelenggaraan pendidikan. Selama ini, alokasi 20 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dinilai belum bisa memenuhi pembiayaan pendidikan. Sehingga universitas sebagai penyelenggara pendidikan, harus mencari sumber-sumber lainnya. Ini juga diakui Muryanto Amin.

“Karena negara belum bisa memenuhi kebutuhannya, maka ada partisipasi masyarakat. Itu tadi banyak, misalnya CSR, kemudian UKT,” kata Muryanto Amin.

UKT, kata Muryanto, menjadi salah satu komponen pemenuhan pembiayaan itu. Selain dari partisipasi lainnya seperti CSR, hibah, hingga pemanfaatan aset USU.

3. UKT USU dinilai masih jauh dari BKT yang ditetapkan

UKT Meroket, USU Akui APBN Belum Bisa Bikin Pendidikan MurahDialog rektorat USU dan mahasiswa terkait kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) (IDN Times/Prayugo Utomo)

Muryanto kembali menegaskan soal prinsip keadilan dalam UKT yang mendatang. Dia pun menjelaskan, UKT yang diberlakukan masih jauh lebih murah dari standar Biaya Kuliah Tunggal (BKT) per semester yang ditetapkan.

Misalnya untuk rumpun ilmu kesehatan memiliki BKT sebesar 29 juta per semester, USU menetapkan tarif Rp16 juta per semester untuk UKT kategori VIII atau yang tertinggi.

Kata Muryanto, pihaknya juga membuka pintu jika ada mahasiswa yang keberatan dengan UKT yang ditetapkan. Khususnya, bagi mahasiswa yang tidak mampu memenuhi biaya kuliah karena perekonomian keluarganya. Dia pun menegaskan, tidak ada kuota khusus untuk jumlah kategorisasi yang tidak mampu membiayai kuliahnya.

“Prinsip pentingnya tidak boleh ada mahasiswa yang putus kuliah, karena tidak mampu membayar,” katanya.

USU juga memberikan kanal khusus bagi mahasiswa yang ingin melakukan perubahan UKT. Pihak USU nantinya akan melakukan verifikasi kepada mahasiswa yang bersangkutan. Besaran UKT, kata Muryanto murni didasarkan pada profil ekonomi keluarga atau wali yang membiayai mahasiswa.

Baca Juga: Mahasiswa Demo Kenaikan UKT, USU Dianggap Tak Punya Empati

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya