PDAM Tirtanadi Beberkan 3 Cara Pengolahan Air Sungai Jadi Air Minum
Imbau masyarakat tidak membuang sampah ke sungai
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Medan, IDN Times - Air bersih merupakan kebutuhan utama dalam kehidupan manusia. Bahkan, kebutuhan terhadap konsumsi air melebihi makanan. Oleh karena sumber air baku di Indonesia sebagian besar merupakan air permukaan, maka perlu teknik pengolahan air sungai yang tepat.
IDN Times berkesempatan untuk langsung melihat proses pada Kunjungan Lapangan Media dan Media Gathering bertema “Peran Signifikan Media Dalam Penyebaran Informasi dan Edukasi Publik Tentang Air Minum Aman yang dilaksanakan oleh USAID Indonesia Urban Resilient Water, Sanitation, and Hygiene (IUWASH TANGGUH) Sumatera Utara di Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) PDAM Tirtanadi Sunggal, Kota Medan.
Sebagian besar air sungai di Indonesia mencapai 75 persen mengalami pencemaran. Umumnya, penyebab kerusakan air sungai ini adalah perilaku masyarakat yang memperlakukan sungai sebagai tempat sampah raksasa. Sikap hidup yang tidak sehat ini justru mengancam ketersediaan air bersih bagi kehidupan.
Cara memenuhi kebutuhan terhadap air bersih adalah dengan melakukan pengolahan terhadap air baku yang berasal dari sungai tersebut. Ada beberapa proses yang dapat diterapkan dalam teknik pengolahan air sungai hingga dapat dikonsumsi.
1. Proses koagulasi flokulasi, sendimentadi dengan menggunakan Clarifier settler/lamella
Kabag pengolahan PDAM Tirtanadi, Riswanto menjelaskan bahwa teknik pengolahan air minum yang pertama adalah menggunakan metode koagulasi dan flokulasi. Koagulasi merupakan proses penambahan zat kimia tertentu (koagulan) pada air baku, contohnya dari sungai. Tujuannya adalah untuk meningkatkan gaya tarik-menarik partikel koloid yang ada di dalam air.
“Jenis bahan koagulan di antaranya adalah Aluminium Sulfat (tawas), Aluminium Klorohidrat, dan Pollyaluminium Chloride (PAC), dalam hal ini iPAM Sunggal menggunakan PAC,” jelasnya.
Kemudian, zat ini dilarutkan pada air yang sudah ditampung dalam bak penampungan.
Langkah selanjutnya menginjeksikannya ke air baku dan melakukan pengadukan cepat agar partikel koloid membentuk gumpalan (flok). Proses pengadukan harus cepat untuk memudahkan koagulan larut dalam air dan mempercepat pembentukan flok.
“Saat gumpalan flok mulai terbentuk, pengadukan diubah menjadi lambat untuk lanjutan proses flokulasi menuju kondisi mengendap. Apabila pengadukan dilakukan terlalu cepat, justru akan membuat partikel terurai dan kembali tercampur dalam air. Penggunaan Settler/Lamela pada Clarifier membuat proses sedimentasi lebih baik sehingga dapat terjadi pengendapan atau sedimentasi dengan lebih cepat dan lebih efisien,” tambah Riswanto.
Penggunakan clarifier settler/ lamella digunakan untuk memaksimalkan proses pengendapan yang terjadi. Dengan menggunakan clarifier settler/ lamella, maka dapat melakukan proses pengendapan dengan debit air yang sama, tetapi memakan waktu yang lebih pendek dan tempat yang lebih sedikit.
Baca Juga: Miftahudin Sebut Pemain PSMS Dipukul dan Dikeroyok di Markas Persiraja