Ubah Sampah Jadi Emas, Tika Raih Penghargaan Martabe Innovation Award
Nasabah Bank Sampah Sumber Rejeki sudah mencapai 99 orang
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Tapanuli Selatan, IDN Times - Usia masih amat muda, namun Sartika Nasution sudah membuat inovasi yang luar biasa. Dara 22 tahun ini berhasil mendirikan Bank Sampah di Desa Huta Ginjang, Kecamatan Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumut sejak 2021.
Kala itu usianya masih 20 tahun, namun Tika sudah memiliki pemikiran untuk jangka panjang. Kini setelah Bank Sampah Sumber Rejeki berdiri 1,5 tahun, sudah ada 99 nasabah yang bergabung dan putaran uang per bulan mencapai Rp 4 juta dari membeli sampah plastik warga.
Berkat kerja kerasnya ini, Tika berhasil meraih penghargaan Pemenang Utama Martabe Innovation Award (MIA) 2022.
Yuk simak kisahnya:
1. Nasabah Bank Sampah Sumber Rejeki sudah mencapai 99 orang
Sartika Nasution saat ini baru menyelesaikan kuliah S-1 di Fakultas Pertanian, Jurusan Agroteknologi di Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selasa (UMTS). Sejak awak kuliah, mahasiswi stambuk 2018 sudah sering mengikuti kegiatan pelatihan tentang pengelolaan sampah dan tentang cara merawat lingkungan.
Menurutnya, untuk menyelamatkan bumi dari kerusakan lingkungan salah satu caranya adalah dengan mengelola sampah dengan baik, mendaur ulang sampah, dan lainnya. Semua itu, kata Tika, membutuhkan upaya ekstra agar bisa terwujud.
Akhirnya di usia 20 tahun ia berkomitmen menjadi pendamping masyarakat di Desa Huta Ginjang untuk mendirikan Bank Sampah Sumber Rejeki dengan Slogan Sarop Jadi Sere yang artinya Sampah Jadi Emas.
Awalnya untuk meyakinkan masyarakat sangat sulit. Karena selama ini sampah hanya dibuang begitu saja, tidak dimanajemen dengan baik. Setelah beberapa waktu akhirnya pada 13 Juli 2021 Tika berhasil mengumpulkan sembilan orang sebagai pendiri Bank Sampah.
Sosialisasi dimulai, dari cara memisahkan sampah, manfaat sampah plastik, cara menyerahkan ke bank sampah, keuntungan yang diperoleh dari bank sampah dan lain sebagainya.
"Bedanya bank sampah dengan botot, kalau botol barang diambil diberi uang cash, kalau bank sampah uangnya bisa ditabung dulu, bisa dibayar pakai sembako, bisa ditabung jadi emas juga dan banyak manfaatanya," jelas perempuan berkacamata ini.
Kini, setelah 1,5 tahun berlalu, nasabah Bank Sampah Sumber Rejeki sudah mencapai 99 orang atau 40 persen dari jumlah warga Desa Huta Ginjang. Dengan putaran uang sekitar Rp4 juta setiap bulannya, dan dari awal Tika kerap menggunakan uang pribadinya untuk kelangsungan Bank Sampah.
Adapun sampah hasil tabungan dari nasabah diolah menjadi ecobrik yang dikreasikan jadi kuris, sampah sachet jadi celemek, minyak jelanta jadi lilin, dan lain sebagainya.
"Semua dibuat oleh kelompok masyarakat di Huta Ginjang, jadi pemberdayaan masyarakatnya juga berjalan," ungkapnya.
Baca Juga: Martabe Gelar Operasi Katarak Gratis, Buka Mata Lihat Indahnya Dunia