TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Millennial di Sumut Harus Berperan Lestarikan Aksara Batak

Kenalkan keragaman budaya lewat Festival Museum

Salah satu peninggalan bahasa aksara yang dimuseum kan di Museum Negeri Sumut (IDN Times/Indah Permata Sari)

Medan, IDN Times - Untuk merawat kebudayaan di Sumatra Utara, Museum Negeri Sumatra Utara menggelar Festival Museum pada 17-19 September 2020.  Kepala UPT Museum Negeri Sumut, Deni Elpriansyah mengatakan kegiatan di tiga hari tersebut dimeriahkan dengan berbagai perlombaan di antaranya yakni, jelajah museum negeri, Aksara Batak, dan Congklak.

Permainan ini untuk mengingatkan anak millennial agar tak melupakan permainan rakyat yang hampir punah. “Jadi maksud kegiatan ini, agar masyarakat mengenal jauh perihal apa itu museum khususnya generasi muda,” ucapnya.

1. Penulisan dan pembacaan induk surat dan anak surat sebagai bentuk penilaian yang harus diperhatikan

Kepala UPT Museum Negeri Sumut, Deni Elpriansyah (IDN Times/Indah Permata Sari)

Bima Helvin Jaya Pasaribu (23) merupakan salah satu peserta yang menjadi juara. Dia adalah perwakilan dari mahasiswa di USU jurusan Sastra Batak. Dirinya mengatakan alasan untuk mengikuti perlombaan Sastra Batak ini. Sebagai mahasiswa sastra sekaligus suku Batak harus wajib mengembangkan kebudayaan.

“Penilaian dalam perlombaan dari segi menulis induk surat, anak surat hingga posisi bagusnya tulisan diperhatikan. Selain itu, dari soal membaca dan ketepatan waktu,” ungkapnya.

Selain itu, untuk pelestarian aksara Batak, Bima mengatakan bahwa hingga saat ini sudah mulai berkembang. Salah satunya di daerah Simalungun yang sudah ada sanggar dengan didukung oleh generasi muda guna memajukan budaya Batak.

"Di kampung-kampung juga semisal di puskesmas plangnya sudah memakai Aksara Batak," tuturnya.

Baca Juga: 11 Artis Pria Berdarah Batak yang Pesonanya Bikin Hati Kamu Meleleh

2. Millennial diharapkan dapat melestarikan Aksara Batak

Salah satu peserta yang ikut lomba aksara batak' pemenang juara 1 (IDN Times/Indah Permata Sari)

Di sisi lain Bima juga mengatakan, meskipun saat ini millennial masuk dalam era yang modern, Aksara Batak masih berpeluang terus untuk tetap dilestarikan.

"Aksara itu adalah ciri khas kita, jadi tidak mungkin hilang. Lagi pula masih ada generasi seperti kami dari jurusan Sastra Batak untuk mengembangkannya. Meskipun tantangannya pasti besar di tengah era global ini lebih memilih belajar bahasa Inggris," jelasnya.

Ditambahkannya bahwa bahasa lokal sangat penting untuk tetap dipertahankan. Salah satunya pula melalui perlombaan yang digelar lewat Festival Museum Negeri Medan.

"Sejujurnya memang karena pandemik jumlahnya jauh lebih sedikit. Saya berharap generasi muda dapat menjaga kebudayaannya masing-masing. Kita harus tunjukkan ke orang lain bahwa kita juga suku yang dapat dipandang dunia," tambah Bima.

3. Lomba Aksara Batak, untuk mengembangkan budaya Batak di Indonesia

Salah satu peninggalan bahasa aksara yang di museum kan di Museum Negeri Sumut (IDN Times/Indah Permata Sari)

Dijelaskannya, lomba ini menjadi pemicu agar millennial bisa menggunakan bahasa Batak dalam kehidupan sehari-hari hingga mengenal adat istiadat atau suku dan budaya masing-masing.

"Yang pertama itu kecintaan kita pada kebudayaan, baru kemudian mengembangkannya semisal mengikuti kegiatan yang berhubungan dengan kemajuan budaya di Indonesia," tambahnya.

4. Para peserta yang ikut lomba, langsung membacakan naskah Aksara Batak yang asli

Salah satu peserta ikut lomba yang menjadi pemenang juara 2 (IDN Times/Indah Permata Sari)

Tak jauh berbeda juga dengan runner up Lilis Manurung (20) semester 3 USU, Sastra Batak. Lilis menjelaskan kehadiran dirinya untuk mengikuti perlombaan Aksara Batak, dikarenakan budaya itu telah dipelajari sejak di bangku kelas 3 SD.

“Kalau menulis aksaranya itu prosedurnya semua kami. Membaca naskahnya diambil dari naskah jaman dulu, jadi naskahnya itu merupakan sebuah cerita sebuah perjalanan tokoh Batak. Yang saya baca seseorang tokoh cerita hidupnya, adat Batak seperti kisahnya adat Batak itu. Sebagian yang bisa saya artikan, karena jaman millennial bahasa Batak itu sudah jarang digunakan yang zaman dulu. Jadi yang bisa saya artikan sedikit tentang perjalanan tokoh tersebut.

Salah satu kendalanya, adalah membaca artian dalam anak surat. “Karena penulisan aksara batak itu mempunyai cara khusus, kalau ada anak surat di samping pangolat itu. Nah, di situ kebingungan saya,” ucap Lilis.

Baca Juga: Mampir Yuk! 5 Desa Adat di Sumut Ini Sajikan Keunikan Budaya Batak

Berita Terkini Lainnya