TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Aneh, Kejari Medan Tidak Mau Berikan BAP pada Pengacara Tersangka

Dwi sudah dua kali meminta turunan BAP ke Kejari Medan

Kantor Kejaksaan Negeri Medan (Dok. IDN Times)

Kejaksaan Negeri Medan diduga tidak bersedia memberikan BAP sekalipun tim Penasihat Hukum Restu Utama, tersangka dugaan korupsi dana BOS SMK Pencawan, sudah mengajukan surat resmi.

Dwi Ngai Sinaga, Penasihat Hukum Restu Utama, tersangka kasus dugaan korupsi dana BOS SMK Pencawan, merasa ada kejanggalan dalam proses penyidikan terhadap kliennya di Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan. Kejanggalan itu diawali dengan tidak diberikannya turunan BAP oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan.

"Kami tidak mengintervensi kinerja mereka (Kejari Medan). Kami hanya minta turunan BAP," ujarnya, Selasa (20/6/2023).

1. Sudah dua kali meminta turunan BAP ke Kejari Medan

Dwi Ngai Sinaga, Penasihat Hukum Restu Utama, tersangka kasus dugaan korupsi dana BOS SMK Pencawan (Dok. IDN Times)

Dia menjelaskan, sebelumnya mereka sudah dua kali meminta turunan BAP ke Kejari Medan. Kali kedua, mereka bahkan memintanya secara tertulis melalui surat pada 16 Juni 2023.

Pada Senin (19/6) mereka datang lagi ke Kejari Medan untuk kembali meminta turunan BAP. Bukan hanya pulang dengan tangan hampa, mereka bahkan dipersulit mulai dari gerbang masuk gedung kejari.

"Mulai dari depan (pos sekuriti), kami sudah dihadang, ditanya macam-macam," kata Dwi Ngai.

Dia menjelaskan, kepemilikan dokumen turunan BAP diatur dalam Pasal 72 KUHAP. Pasal itu pada intinya menyatakan, atas permintaan tersangka atau penasihat hukumnya, pejabat yang bersangkutan memberikan turunan berita acara pemeriksaan (BAP) untuk kepentingan pembelaannya.

Atas dasar itu, seharusnya Kejari Medan memberikan turunan BAP sejak kali pertama diminta oleh Dwi Ngai dan kawan-kawan selaku Penasihat Hukum Restu Utama.

"Jangan karena punya kewenangan, hak-hak warga negara dikangkangi," tegas Dwi Ngai.

2. Dokumen turunan BAP adalah hak penyidik

(Ilustrasi sidang) IDN Times/Sukma Shakti

Dia memertanyakan pemahaman Kejari Medan mengenai Pasal 72 KUHAP. Hal itu karena Kejari Medan hanya bersedia memberikan BAP tersangka, sedangkan dokumen turunan BAP dianggap menjadi hak penyidik.

Dwi Ngai menegaskan mereka tidak berkukuh bahwa kliennya tidak bersalah, tetapi itu tidak berarti hak-hak kliennya bisa dikangkangi begitu saja.

"Jangan ada perkara-perkara titipan di sini," imbuhnya.

Berita Terkini Lainnya