Pengamat: Pernyataan Prabowo Menanggapi Kerusuhan Tidak Punya Solusi

- Prabowo harus minta Parpol pecat anggota DPR biang kerusuhan
- Prabowo kurang responsif dalam memperbaiki perekonomian masyarakat
- Indonesia berpotensi mengulang peristiwa 1998 jika Prabowo tidak memberi solusi
Medan, IDN Times – Kerusuhan terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Rusuh unjuk rasa, direspon represif oleh aparat. Jatuhnya korban tidak bisa dihindarkan. Tercatat ada sembilan orang yang meninggal dunia, karena kerusuhan itu.
Presiden Prabowo merespon kondisi negara dengan menyebut ada dugaan makar hingga terorisme. Prabowo bahkan memerintahkan kepolisian dan TNI mengambil tindakan tegas.
“Kepada pihak Kepolisian dan TNI, saya perintahkan untuk ambil tindakan yang setegas-tegasnya, terhadap perusakan fasilitas umum, penjarahan rumah individu, dan sentra-sentra ekonomi, sesuai hukum yang berlaku. Kepada seluruh masyarakat, silakan sampaikan aspirasi murni secara damai. Kami pastikan akan didengar, akan dicatat, dan akan kita tindaklanjuti,” kata Prabowo, Minggu (31/8/2025).
Dalam pernyataannya Senin (1/9/2025), Prabowo bahkan meminta Kapolri untuk memberikan kenaikan pangkat bagi polisi yang terluka akibat kerusuhan.
Seabrek pernyataan Prabowo merespon kondisi negara, belum bisa dianggap solusi untuk meredakan ketegangan. Pengamat tata negara Dadang Darmawan Pasaribu mengatakan pernyataan-pernyataan Prabowo bisa berpotensi memantik kemarahan masyarakat yang lebih besar.
“Tuduhan pemerintah terhadap aktor atau dalang dalam peristiwa kemarin, itu sebaliknya akan bisa memantik antipati masyarakat terhadap respon pemerintah,” ujar Dadang, Selasa (2/9/2025).
1. Harusnya Prabowo minta Parpol pecat para anggota DPR yang jadi biang kemarahan

Menurut Dadang, untuk meredakan ketegangan yang terjadi, Prabowo harus berani tegas meminta kepada para Parpol, memecat anggota DPR yang diduga menjadi biang kemarahan masyarakat. Bukan malah hanya menghasilkan kebijakan penonaktifan yang dinilai akal-akalan.
“Ini hanya mengakali. Mengakali supaya untuk meredakan ketegangan saja bahwa mereka sudah bertindak, paling tidak citra partai dia tercoreng. Kan itu saja yang mau diselamatkan oleh partai ini. Jadi saya kira kalau apa yang harus dilakukan oleh pemerintah, yang pertama itu tadi, kalau dia ketemu dengan pimpinan partai, harusnya itu keputusannya adalah pimpinan partai melakukan tindakan memecat atau mem-PAW-kan mereka-mereka yang sudah menyakiti masyarakat dengan pernyataan-pernyataan mereka,” ungkapnya.
2. Prabowo harus evaluasi kebijakan yang tidak memperbaiki perekonomian masyarakat

Prabowo justru kurang responsif dalam menangani masalah. Akar permasalahan kondisi saat ini bukan pada kerusuhan-kerusuhan yang terjadi. Masifnya unjuk rasa di berbagai daerah adalah akumulasi dari kondisi perekonomian masyarakat yang terus menurun, dampak dari berbagai kebijakan negara.
Alih-alih melakukan perbaikan, para pejabat di tingkatan eksekutif dan legislatif malah bertindak kontraproduktif. Memamerkan kemewahan hingga mengeluarkan pernyataan – pernyataan kontroversial yang memantik kemarahan.
“Harusnya ada kebijakan-kebijakan yang konkret untuk merespon apa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat terutama soal ekonomi sosial yang sedang jatuh hari ini,” katanya.
Kata Dadang, Prabowo harus berani mengambil langkah taktis untuk memperbaiki perekonomian masyarakat. Semisal lapangan pekerjaan, pendidikan murah, kesehatan murah.
“Kalau mau ditambah lagi, ya itu tadi. Justru fasilitas-fasilitas untuk pejabat negara dikurangi. Bukan efisiensi. Kalau itu yang terjadi, ya itu paling tidak bisa menambal sakitnya di masyarakat. Itu bisa ditambal, bisa ditempel,” ungkapnya.
Selama ini, menurut Dadang, masyarakat menunggu Prabowo mengambil keputusan-keputusan taktis. Bukan mempertimbangkan itungan politis. Ini justru membuat Prabowo semakin hilang wibawa.
Dadang juga mendorong Prabowo bisa mengambil langkah, memecat para pembantunya (baca: menteri) yang menjadi sorotan masyarakat. Salah satunya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
“Kapolri ini kan bagi masyarakat tugasnya sudah selesai pada masa Jokowi. Harusnya pemerintah akan lebih berwibawa kalau dia mengangkat kapolri baru, misalnya begitu. Sudah lama sekali. Kemudian Menteri-Menteri yang sudah jelas berkinerja buruk dan juga sudah jelas-jelas tersangkut berbagai masalah, itu juga segera di-reshuffle. Jadi kalau itu yang dilakukan, kita yakin itu jadi obat penenang kepada masyarakat. Sehingga masyarakat muncul kepercayaan bahwa pemerintah itu memang merespon apa yang mereka inginkan, apa yang mereka rasakan,” tukasnya.
“Ini untuk menjaga martabat dan marwah pemerintah sebetulnya. Tapi sayangnya ini semua terabaikan. Jadi yang kita butuhkan langkah-langkah taktis,” ungkapnya.
3. Jika Prabowo tidak bisa memberi solusi, Indonesia berpotensi mengulang peristiwa 1998

Dadang juga menyoroti soal eskalasi gerakan massa yang terjadi di beberapa daerah. Unjuk rasa berujung kerusuhan mengingatkan dirinya pada peristiwa reformasi pada 1998 silam.
Memang tidak bisa dinafikan, belakangan ada dugaan provokasi yang dilakukan sejumlah orang dalam unjuk rasa beberapa waktu terakhir. Dugaan provokasi ini terlihat pada unjuk rasa yang semula damai, berujung pada kerusuhan.
Kata Dadang, kesamaan saat ini dengan 1998 adalah soal kondisi perekonomian masyarakat. Saat itu perekonomian Indonesia hancur karena dampak global.
“Jadi masyarakat sedang dalam kondisi marah karena ekonomi kita terpuruk, dan pemerintah tak mampu menyelesaikan masalah ini,” kata Dadang.
Potensi ini juga semakin bisa meluas. Karena, jika menilik aktor gerakan, pada 1998 hanya berasal dari elemen mahasiswa dan masyarakat. Sementara saat ini, semakin bertambah dengan elemen lain seperti ojek online hingga para pelajar. Dia mengatakan, pemerintah bakal kelebakan menghadapi gerakan ini. Karena elemen-elemen ini relatif tidak terstruktur dan terorganisis. Kondisi ini membuat eskalasi gerakan akan semakin membesar.
Ditambah, era digital yang memungkinkan gerakan akan terkonsolidasi lintas ruang. Mengakumulasi kemarahan, jika tidak bisa tertangani. Dadang mendorong, Prabowo punya langkah konkret, solusi berbasis kesejahteraan masyarakat.
“Jika tidak ada solusi, bisa jadi gerakan ini sebetulnya potensinya bisa lebih besar dari 1998,” pungkasnya.