Perjuangan Erwin Menyelamatkan Habitat Penyu di Pantai Barat Muara Upu

Empat dari enam jenis penyu di Indonesia ada di Muara Upu

Tapanuli Selatan, IDN Times – Pukul 03.00 WIB dini hari pada umumnya manusia sedang beristirahat. Namun tidak dengan Erwinsyah Siregar. Ia masih terjaga dan bersiap-bersiap untuk melakukan patroli penyu di Pantai Barat Muara Upu, Kecamatan Muara Batangtoru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sabtu (4/12/2021).

Bermodal lampu senter, Erwin dan beberapa rekannya berjalan di sepanjang pantai mengecek lubang-lubang untuk memastikan ada penyu yang baru bertelur atau tidak. Aktivitas ini rutin dilakukan saat kegiatan Pantai Barat Camp. Bahkan sudah dilakukan Erwin sejak 2013 lalu.

Panjang pantai di Kabupaten Tapanuli Selatan memang hanya 17 kilometer. Namun di pantai kecil ini Tuhan memberikan anugerah yang luar biasa. Pertama, ada fenomena ribuan lumba-lumba putih mampir ke pantai ini pada 19 Maret 2021 lalu. Peristiwa ini hanya berlangsung beberapa jam saja.

Keunikan kedua adalah satwa langka bernama Penyu. Di dunia ini ada tujuh jenis penyu, enam di antaranya ada di Indonesia. Yang mencengangkan, empat dari enam jenis penyu Indonesia ada di Pantau Barat Muara Upu. Yakni Penyu Belimbing, Penyu Sisik, Penyu Hijau, dan Penyu Abu.

Tak heran Erwin rela terjaga dini hari melakukan patrol penyu. Tujuannya adalah mempertahankan kelestarian Pantai Barat Muara Upu demi keberlangsungan hidup satwa langka ini.

Perjuangan Erwin Menyelamatkan Habitat Penyu di Pantai Barat Muara UpuErwinsyah Siregar (kiri) dan Bupati Tapsel Dolly Pasaribu berbincang sebelum melakukan pelepasliaran bayi penyu di Pantai Barat Muara Upu, Minggu (5/12/2021). (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Pria asal Sipirok ini bercerita telah melakukan penjajakan keberadaan Penyu di Pantai Barat Muara Upu sudah dimulai sejak September 2013. Bermula dari informasi masyarakat yang mengetahui keberadaan penyu. Namun pada saat itu ia belum menemukan penyu karena musim bertelur adalah sekitar bulan Nopember sampai Maret atau pada saat Musim Angin Timur.

Hal ini berlanjut pada Bulan Desember dilakukan pencarian penyu yaitu sebanyak dua kali dan tidak menemukan hasil.

“Pada penjajakan yang ketiga, saya langsung membuat provokasi kepada masyarakat bahwa tujuan untuk konservasi penyu bukanlah untuk mengganggu masyarakat yang terutama beberapa orang yang sering mencari telur penyu untuk dikonsumsi. Tetapi tujuannya adalah upaya pelestarian satwa Penyu demi untuk menjaga kelestarian satwa langka ini,” paparnya.

Kemudian dari informasi masyarakat, terdapat beberapa jenis penyu di sekitar Pantai Muara Upu, antara lain Penyu Belimbing, Penyu sisik (Katung Karah), Penyu Abu-abu.

Dalam studi yang dilakukan Matheus H. Halim dari Sustainable Landscape Partnership tahun 2015 disebutkan ada empat jenis penyu di Muara Upu: Penyu Belimbing, Penyu Sisik, Penyu Hijau, dan Penyu Abu.

Setelah dilakukan penjajakan selama beberapa bulan, tepatnya pada15 Januari 2014, akhirnya Erwin didampingi Kepala Desa Muara Upu  dan masyarakat menemukan dua sarang penyu yang jumlahnya mencapai 220 butir telur.

Sarang pertama berisi 118 butir telur dan sarang kedua berisi 103 butir telur dengan diameter rata-rata 37,5 mm. Kemudian telur dipindahkan dan diisolasi dengan membuat pagar jaring agar terhindar dari gangguan manusia dan binatang liar. Bentuk sarang dibuat mirip dengan sarang alami dan berada di pantai serta di luar batas pasang air laut.

Menurut Erwin, dengan temuan tersebut, ekosistem Penyu di Desa Muara Upu sangat memungkinkan terjadi karena perairan lautnya merupakan Lautan Samudera Indonesia yang memiliki kekayaan laut berupa ikan, terumbu karang dan biota laut lainnya yang mendukung kehidupan dari penyu.

Pantai Muara Upu juga cukup landai sekitar 10-15 derajat, kontur pantai yang mendukung untuk tempat bertelurnya satwa penyu.

“Dari informasi salah seorang masyarakat yang kami temui, diperkirakan dalam satu tahun dia dapat menemukan 40 sarang lebih telur penyu. Selama ini semua telur penyu itu dijual atau dikonsumsi sendiri,” jelasnya.

Dari hasil observasi tersebut, Erwin menyimpulkan yang menjadi ancaman punahnya penyu di muara ada banyaknya faktor. Antara lain manusia yang mengambil telur penyu, hewan liar seperti babi, bnjing dan biawak. Selain itu ikan hiu, ikan pari dan ikan predator lainnya yang memangsa tukik, serta nelayan dengan pukat harimau yang sering menangkap induk penyu di perairan dangkal.

Erwin sadar, untuk mengurangi ancaman kerusakan habitat penyu di Muara Upu bukan hal mudah. Ia pun mengedukasi masyarakat setempat untuk tidak lagi mengambil telur penyu untuk dijual atau dikonsumsi.

Ia juga memperlebar kampanyenya ke kelompok pecinta alam di Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel). Ia menginisiasi kegiatan Pantai Barat Camp di Muara Upu untuk mengedukasi anak muda tentang keberadaan penyu dan mengajak mereka menjaga kelestarian Pantai Muara Upu.

Perjuangan Erwin Menyelamatkan Habitat Penyu di Pantai Barat Muara UpuFoto Satelit sebaran lokasi penyu bertelur di Pantai Barat Muara Upu, Tapanuli Selatan (Dok. Sustainable Landscape Partnership)

Digelarlah Pantai Barat Camp I (pertama) pada tahun 2019. Kegiatannya antara lain melakukan bersih-bersih pantai, melakukan edukasi seputar penyu, dan patroli penyu untuk menjaga telur-telur penyu dari mangsa binatang buas.

 “Kalau masih ada penyu di Muara Upu artinya laut Muara Upu masih bersih, masih lestari, dan harus dijaga sampai anak cucu kita,” jelasnya.

Kegiatan konservasi  ini disambut baik oleh Bupati Tapanuli Selatan Syahrul Martua Pasaribu kala itu. Ia menggelontorkan anggaran ratusan juta kepada pemerintahan desa melalui ADD untuk menjaga kekayaan hayati Tapanuli Selatan, khususnya penyu di Pantai Barat Muara Upu.

Selama periode empat bulan, November 2019 hingga Februari 2020, Kepala Desa Muara Upu Husnul Amir Harahap  bersama masyarakat melakukan patroli mencari telur penyu di pantai. Lalu kita pindahkan ke penangkaran.

"Setiap malam selama empat bulan rutin mencari telur penyu, lalu kita pindahkan ke penangkaran, setelah 50 hari menetas baru dilepasliarkan ke pantai," kata Husnul.

Selama proses penangkaran telur penyu tersebut juga dijaga ketat untuk menghindari ancaman predator lain yang mengincar telur tersebut. Puncaknya, pada 18 Februari 2020 masyarakat melakukan pelepasliaran penyu berjumlah ribuan ekor. Penyu Belimbing sebanyak 82 ekor, dan penyu abu sebanyak 1.630 ekor.

Perjuangan Erwin Menyelamatkan Habitat Penyu di Pantai Barat Muara UpuPelepasliaran 55 ekor bayi penyu lekang atau penyu abu-abu yang baru menetas sehari sebelumnya di Pantai Barat Muara Upu, Kecamatan Muara Batangtoru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumut, Minggu (5/12/2021). (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Pantai Barat Camp pun berlanjut pada akhir tahun 2020 dengan melepasliarkan sekitar 500 ekor penyu.

Teranyar, pada tanggal 4 Desember 2021 ratusan komunitas pecinta alam di Tabagsel mengikuti Pantai Barat Camp 3 untuk membersihkan Pantai Barat Muara Upu dan kembali melakukan patroli penyu. Sehari kemudian, ratusan anggota komunitas pecinta alam bersama Bupati Tapanuli Selatan, Dolly Putra Parlindungan Pasaribu melakukan pelepasan puluhan bayi penyu abu ke Pantai Muara Upu.

Dolly Pasaribu mengatakan kawasan pantai di Tapsel hanya 17 Kilometer tetapi memiliki kekayaan yang luar biasa.

"Pantai laut lepas di sini bisa banyak temukan, ada penyu, lumba-lumba, dan lain sebagainya," katanya.

Untuk penyu saja, diperkirakan ada empat jenis penyu di Pantai Barat Muara Upu, dari total enam jenis penyu yang ada di Indonesia. Ia berharap kelestarian Pantai Barat Muara Upu bisa dirawat sebaik mungkin sehingga bayi penyu yang lahir di Muara Upu, kelak akan kembali lagi dan bertelur lagi di sini.

“Hari ini dilakukan pelepasliaran sekitar 55 ekor bayi penyu yang baru berusia satu hari. Jumlahnya tahun ini memang sedikit, karena telurnya yang ditemukan juga sedikit,” ujarnya.

Menurutnya penyu adalah spesies langka yang sangat unik. Karena penyu ini rutinitasnya adalah melakukan migrasi dari satu benua ke benua lain.

Penyu baru bertelur paling cepat saat memasuki usia 20-30 tahun. Uniknya lagi, penyu akan bertelur di tempat ia menetas pertama kali.

“Jadi bayangkan, penyu yang dulu menetas di sini pada 20-30 tahun lalu ini lah yang bertelur lagi di Pantai Muara Upu. Jadi pantai ini harus tetap asri dan jauh dari keributan agar penyu tetap kembali bertelur ke sini. Menjaga Muara Upu tetap asri, bersih sama artinya merawat habitat penyu,” ungkap Dolly.

Setelah melakukan pelepasliaran penyu bersama masyarakat, Dolly merencanakan program pelestarian untuk jangka panjang di Muara Upu. Harapannya Muara Upu punya pusat penangkaran dan edukasi penyu.

Erwin pun mengamini rencana tersebut dan akan terus focus menjaga kelestarian Pantai Barat Muara Upu.

“Jangan sampai anak cucu kita nanti hanya tahu foto penyu tanpa pernah melihatnya langsung di sini,” pungkas Erwin.

Baca Juga: Pantai Barat Camp 3, Lepaskan Puluhan Bayi Penyu ke Pantai Muara Upu

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya