TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kisah Adam Malik, Anak Siantar Jadi Jurnalis hingga Wakil Presiden

Pelopor berdirinya kantor berita ANTARA

Adam Malik (Website/kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id)

Pematangsiantar, IDN Times - Lahir dan besar dari keluarga pedagang, Adam Malik muda memilih tidak mengikuti jejak orangtuanya. Pria bernama lengkap Adam Malik Batubara itu lebih memilih menjadi seorang wartawan dan belajar menulis secara otodidak. 

Adam Malik lahir di Pematangsiantar, Sumatra Utara pada 22 Juli 1917. Pada usia 17 tahun, Adam Malik memilih merantau ke Jakarta untuk mengabdi kepada negara, dengan modal ilmu pengetahuan menulis seadanya. 

Bersama 5 orang penulis lainnya, yakni Soemanang, Sipahutar, Armijn Pane, Abdul Hakim dan Pandu Kartawiguna, Adam Malik memelopori berdirinya Kantor Berita ANTARA. Adam Malik dipercaya menjadi redaktur dan merangkap Wakil Direktur ANTARA. Kantor berita itu eksis hingga kini. Kami sajikan kisahnya kembali pada perayaan Hari Kemerdekaan ke-76 Republik Indonesia hari ini.

1. Berkutat di bidang politik sejak usia muda

Adam Malik Batubara (Istimewa)

Sebelum berangkat ke Jakarta, Adam Malik diketahui pernah memimpin Partai Indonesia (Partindo) cabang Pematangsiantar dan Medan. Saat itu usia Adam Malik diketahui belum genap 17 Tahun. Awal karir Adam Malik di dunia politik semakin bersinar setelah meninggalkan Partindo dan merintis terbentuknya Partai Rakyat pada 1946.

Kelahiran Partai Rakyat tak lepas dari andil Tan Malaka. Partai Rakyat dikatakan merupakan lanjutan dari Partai Republik Indonesia (PARI). Tan Malaka yang menjadi panutan Adam Malik saat itu gagal mengambil-alih PKI. 

Pada 7 November 1948, Tan Malaka, Adam Malik dan kawan-kawan membentuk Gerakan Revolusi Rakyat (GRR). Kala itu di Indonesia ada dua kubu merah yang bersaing, yakni GRR melawan Front Demokrasi Rakyat (FDR) bentukan PKI. 

Baca Juga: Romantis dan Haru! Kisah Cinta Sukarno dengan 9 Istrinya

2. Menjadi anggota Parlemen dan selalu masuk dalam kabinet

Adam Malik (Website/kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id)

Partai Murba kemudian naik menjadi penerus trah golongan merah dan mengalahkan PKI. Pada tahun 1949, Tan Malaka meninggal dunia. Adam Malik yang masih tetap setia dengan Tan Malaka tetap di Partai Murba dan bahkan terpilih menjadi anggota parlemen. 

Pada tahun 1960, Presiden Soekarno menunjuk Adam Malik sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh untuk Uni Soviet dan Polandia. Kemudian pada 1962 diangkat menjadi pemimpin delegasi RI berunding dengan Belanda di USA terkait Irian Barat.

Pecahnya Gerakan 30 September 1965, Adam Malik mengambil posisi aman dengan mendukung penuh Soeharto pasca tragedi yang menewaskan pucuk pimpinan TNI Angkatan Darat itu. Setahun kemudian, Adam Malim keluar dari Partai Murba. 

Masih di tahun yang sama Adam Malim dilantik menjadi anggota kabinet dalam Kabinet Dwikora III. Saat itu Soekarno masih ditempatkan sebagai presiden dan sejak itu pula, Adam Malik selalu masuk dalam Kabinet. 

3. Bergabung ke Golkar dan menjadi Wakil Presiden RI

Adam Malik (Website/kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id)

Pada 6 Juni 1968, Soeharto berhasil merebut kursi RI 1 dari Soekarno. Soeharto pun menjadi orang paling berpengaruh di negeri ini sejak saat itu. Lalu 3 tahun kemudian, Adam Malik bergabung ke Golkar dan pada 1978, ia  menjadi Wakil Presiden menggantikan Sri Sultan Hamengkubowono IX. 

Soeharto menunjuk Adam Malik sebagai Wakil Presiden dalam masa jabatan 1878-1983 atau di Kabinet Pembangunan III. Namun secara prinsip, jabatan Wakil Presiden adalah jabatan kehormatan dan tidak memiliki kekuatan dalam eksekutif. 

Adam Malik pun mengeluarkan jargon "Semua bisa diatur". Kata-kata itu tak keluar begitu saja dari seorang Adam Malik. Kondisi Indonesia kala itu mulai menggerahkan karena tidak ada yang tidak bisa diatur dengan uang. 

Baca Juga: Mengenal Dua Lokasi Pengasingan Sukarno di Sumatra Utara

Berita Terkini Lainnya