TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Cerita Rakyat dari Kepulauan Riau, Ada Putri Pandan Berduri

Mari mengenal cerita rakyat dari Kepulauan Riau

Ilustrasi cerita(pixabay.com/geralt)

Cerita rakyat merupakan cerita yang beredar di suatu wilayah (masyarakat) tertentu, disampaikan secara lisan dari generasi ke generasi, dan hampir setiap daerah memilikinya. Di Sumatera Barat, misalnya, kita mengenal cerita Malin Kundang dan Danau Singarak.

Dari tanah Jawa kita mendengar tentang kecantikan Roro Jonggrang dan Nawang Wulan. Kono, orang-orang tua dulu menggunakan cerita untuk menyampaikan atau menanamkan pesan kepada anak-anak mereka.

Seperti di daerah-daerah lain di Indonesia, Kepri juga kaya akan cerita rakyat. Berikut lima cerita rakyat dari Kepri.

1. Pulau Tapai

Ilustrasi Pulau(pixabay.com/Clker-Free-Vector-Images)

Pulau Tapai menceritakan tentang seorang janda yang pandai membuat tapai dan ia tinggal bersama anak lelakinya, Ujang, di sebuah gubuk reyot di pesisir pantai Pulau Bintan. Sehari-hari Ujang membantu ibunya dengan cara mencari kayu bakar untuk dijual.

Suatu hari, ketika sedang mencari kayu bakar, Ujang mendapat kabar dari tetangganya bahwa ada sebuah kapal milik seorang saudagar kaya berlabuh di pelabuhan. “Saudagar itu mencari pemuda untuk dijadikan anak buah,” katanya. Ujang pun pergi ke pelabuhan dan menemui saudagar kaya itu dan menawarkan diri.

Keinginan Ujang untuk berlayar membaut ibunya sedih sebab perempuan itu tidak ingin Ujang pergi. Tetapi karena Ujang tetap bersikeras, janda itu tidak bisa berbuat banyak; ia pun merelakan Ujang pergi bersama saudagar tersebut. Dan, pada hari keberangkatan Ujang, ibunya membekalinya dengan sebungkus tapai sebab hanya itulah yang ia miliki.

Bertahun-tahun kemudian Ujang kembali ke kampong halamannya dengan penampilan yang berbeda sebab ia sudah menjadi seorang saudagar kaya. Orang-orang pun berdatangan ke pelabuhan menyaksikan kedatangan Ujang. Janda itu ada di sana, di antara kerumunan orang yang memenuhi pelabuhan, dan ia tampak lebih tua dan lebih berantakan dan tak ada seorang pun yang mengetahui perasaan apa yang sedang melanda hatinya.

Janda itu dating membawa sebungkus tapai sebab ia tahu bahwa Ujang menyukai tapai buatannya. Tetapi ketika ia menemui Ujang, hal yang terjadi justru sebaliknya; Ujang bahkan tidak mengakui bahwa perempuan tua itu adalah ibu kandungnya.

Tak lama setelah itu Ujang bersama istri dan anak buahnya pun kembali berlayar dan mereka dihadang oleh badai besar. Kapal Ujang terombang-ambing. Di antara suara derit papan papan dan hujan dan angin dan semua yang bisa ia dengar, Ujang teringat akan ibunya. Ia pun meminta maaf. Tetapi permintaan maaf Ujang tak pernah sampai ke telinga ibunya sebab kapalnya tenggelam.

2. Putri Pandan Berduri

Ilustrasi Putri(pixabay.com/vuongbibiptp)

Putri Pandan Berduri mengisahkan tentang Batin Lagoi, pemimpin Suku Laut, atau Suku Sampan, yang mendapati seorang bayi perempuan di antara semak-semak pandan di pinggir pantai. Lelaki itu kemudian membawa bayi tersebut dan memberinya nama Putri Pandan Berduri. Ia merawat dan membesarkannya dengan penuh kasih sayang.

Ketika akhirnya Puteri Pandan Berduri tumbuh dewasa, Batin Lagoi ingin agar puterinya menjadi istri raja atau, paling tidak, istri megat. Tetapi pada saat ia melihat Jenang Perkasa, anak seorang megat yang pergi dari rumah, Batin Lagoi merasa kagum dengan budi pekerti pemuda itu. Ia pun meminta Jenang untuk menikahi Putri Pandan Berduri.

Mereka pun menikah dan dikarunia tiga orang anak. Tak lama setelah menikah, Jenang Perkasa diangkat oleh ayah mertuanya sebagai batin (kepala daerah) di Pulau Bintan. Karena Jenang memerintah dengan adil dan bijaksana, kabar mengenai sepak terjangnya cepat tersebar – bahkan sampai ke telinga-telinga masyarakat Galang, kampung halaman Jenang Perkasa.

Beberapa orang dari Galang kemudian datang menghadap Jenang Perkasa dan memintanya untuk pulang dan menjadi pemimpin mereka, menggantikan abangnya, Julela, yang memerintah secara buruk. Ketika orang-orang dari Galang itu menghadap Jenang, para penduduk di Pulau Bintan baru mengetahui bahwa pemimpin mereka adalah anak seorang megat.

Tetapi karena kecintaannya pada Putri Pandan Berduri, pada ketiga anaknya, dan kepada masyarakat Pulau Bintan, Jenang Perkasa pun menolak. Ia ingin tetap berada di Pulau Bintan dan menghabiskan sisa hidupnya bersama Putri Pandan Berduri dan mendidik ketiga anak mereka agar tumbuh mejadi manusia yang berbudi luhur.

3. Sungai Jodoh (Batam)

Ilustrasi Sungai(pixabay.com/sasint)

Sungai Jodoh mengisahkan tentang pertemuan antara Mah Bongsu dan seekor ular besar dengan banyak luka. Pertemua yang dramatis itu terjadi di sebuah sungai ketika, pada suatu hari, Mah Bongsu sedang mencuci pakaian majikannya. Karena merasa kasihan, Mah Bongsu pun menangkap ular besar itu dan membawanya pulang; ia merawat ular itu seperti seorang pecinta kucing yang merawat kucingnya.

Setelah hari demi hari berlalu, ular itu mulai menunjukkan tanda-tanda membaik. Kulitnya mengelupas, berganti dengan kulit baru yang tampak licin dan mengkilat. Setiap kali kulit ular itu mengelupas, Mah Bongsu mengambilnya untuk dibakar. Ajaibnya, pada saat Mah Bongsu membakar kulit ular itu, tiba-tiba saja ada setumpuk emas, atau setumpuk berliah, atau setumpuk uang di hadapannya.

Ringkasnya; Mah Bongsu menjadi kaya dan semakin menyayangi ular tersebut. Tetapi, bagaimanapun, ia sadar bahwa ular itu sudah mebaik. Ia harus melepaskannya.
Pada saat Mah Bongsu kembali ke sungai untuk melepas ular itu, hal yang tidak terduga pun terjadi. Ular itu bisa bicara. “Maukah kau menikah denganku?” tanyanya, yang kemudian menjelma menjadi seorang pemuda yang tampan dan gagah. Merekapun menikah.
Kini, orang-orang menyebut sungai tempat pertemuan Mah Bongsu dan ular besar itu sebagai Sungai Jodoh.

4. Legenda Batu Ampar (Batam)

Ilustrasi Batu(pixabay.com/Alexandra_Koch)

(Legenda) Batu Ampar mengisahkan tentang si Badang, seorang pemuda kurus yang tampak berantakan. Tetapi kondisi memprihatikan itu hanya sebentar saja, sebab di masa-masa selanjutnya si Badang menjelma menjadi seorang pria gagah perkasa dan suka berkelana. Menurut kabar, ia pernah mengunjungi Pulau Bintan dan Daik Lingga, termasuk pulau Buluh dan Tumasik.

Di Tumasik, si Badang terkenal sebagai orang sakti mandraguna. Kabar tentang kesaktian si Badang itu pun akhirnya sampai ke telinga putri penguasa Tumasik, yang kemudian memerintahkan orang-orangnya untuk menemui si Badang. Rupanya, setelah bertemu, putri tersebut meminta si Badang mewakili kerajaan Tumasik dalam ajang adu kekuatan melawan orang kuat dari India; apabila si Badang kalah, maka putri harus merelakan seluruh wilayah Tumasik kepada orang kuat tersebut. Sebaliknya, jika perwakilan dari Tumasik yang menang, orang kuat dari India itu bersedia menyerahkan seluruh harta bendanya.

Hari yang ditunggu-tunggu itu pun tiba juga dan semua orang berkumpul di pantai Timur Tumasik, atau di depan Pulau Sentosa, untuk menyaksikan pertandingan antara si Badang dan orang kuat tersebut.

Setelah melakukan sedikit pemanasan, orang kuat dari India itu mulai memamerkan kehabatannya; ia mengangkat batu besar ke atas kepalanya dan semua orang terkagum-kagum. Melihat aksi tersebut, Putri Tumasik merasa cemas. Ia khawatir kalau-kalau si Badang tak lebih kuat dari laki-laki itu.

Ketika giliran si Badang tiba, pertama-tama ia melihat batu yang diangkat oleh orang kuat tadi, lalu memandang jauh ke Gunung Ledang, lalu ke Selat Singapura, lalu ia pun mulai mengangkat batu besar itu. Ia melakukannya dengan mudah. Bahkan, si Badang mampu melambung-lambungkan batu itu, persis seperti seorang ibu yang melambung-lambungkan bayinya ke udara. Melihat kehebatan Badang, semua rakyat Tumasik pun bersorak gembira. “Bang!” teriak mereka. “Luar biasa,” kata yang satu. “I love you bang Badang,” kata yang lain.

Tak lama setelah itu si Badang pun melempar batu tersebut ke arah laut. Tuan putri, yang juga merasa takjub dengan kekuatan Badang, langsung meminta anak buahnya untuk mencari batu tersebut. Rupanya batu itu terlembar sampai ke bagian Utara pulau Batam. Sayangnya, batu tersebut sudah tidak utuh lagi. Ia sudah pecah, dan para anak buah Putri Tumasik mendapati pecahan batu tersebut terhampar luas. Kini, orang-orang menyebut tempat itu sebagai Batu Ampar (batu yang terhampar).

Baca Juga: Sejarah dan Fakta Jembatan Barelang Batam, Diresmikan di Masa Habibie

Writer

Chairil Anwar B.

Saya pikir, saya harus berpikir

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Berita Terkini Lainnya