Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

6 Fakta Tor-tor Sawan Pangurason, Tarian Sakral Batak Toba

Peserta W20 menari tortor (IDN Times/Masdalena Napitupulu)
Peserta W20 menari tortor (IDN Times/Masdalena Napitupulu)

Indonesia, Negara kaya dengan budaya tak terhingga, menyimpan berbagai warisan adiluhung yang sarat akan makna. Salah satunya, Tari Tortor dari suku Batak Toba Sumatera Utara. Sebuah tarian yang bukan sekadar rangkaian gerak tubuh indah, tapi sebuah ekspresi yang mendalam, cerminan harapan, doa, dan permohonan perlindungan dari masyarakatnya.

Di antara berbagai jenis Tortor, Tor-tor Sawan Pangurason berada pada posisi yang istimewa dan sakral. Tarian ini, dengan segala historisnya akan ditampilkan pada acara-acara tertentu yang bersifat ritual dan sakral, pengukuhan raja atau upacara adat penting adalah salah satunya.

Fungsi utamanya adalah sebagai tarian pembuka atau purifikasi (pembersihan) yang bertujuan untuk memastikan kelancaran,dan keberkahan bagi suatu acara adat atau pesta besar.

Keunikan Tor-tor Sawan Pangurason ini, ada pada kemampuan mewujudkan sebuah ritual yang syahdu dan mendalam. Tarian ini dengan teguh mempertahankan akar sakral dan makna ritualnya, sekaligus menunjukkan adaptasi luar biasa sebagai bentuk seni pertunjukan dalam konteks kontemporer.

Oleh karenanya, mari kita simak lebih dalam untuk melihat makna gerakan demi gerakan dalam tarian sakral ini!

1. Bukan Sekadar Nama

IDN Times/Patiar Manurung
IDN Times/Patiar Manurung

Nama "Tor-tor Sawan Pangurason" sendiri adalah kunci untuk memahami esensi tarian ini, menyimpan makna yang sangat dalam dan filosofis. Kata "Pangurason" secara leksikal berarti "menguras" atau "membersihkan wilayah". Secara filosofis, istilah ini merujuk pada proses pembersihan diri, lingkungan, atau suatu area dari segala bentuk hal negatif, bahaya, atau bencana, baik secara fisik maupun spiritual. Ini adalah inti dari tujuan tarian ini, sebagai purifikasi dan penolak bala.

Sementara itu, "Sawan" secara harfiah merujuk pada "cawan" atau mangkuk, yang merupakan properti esensial yang digunakan oleh para penari. Keberadaan cawan ini tidak hanya sebagai alat, melainkan simbol wadah yang menampung air suci untuk ritual pembersihan. Kombinasi kedua kata ini jelas menggambarkan fungsi utama tarian sebagai ritual pembersihan yang menggunakan cawan sebagai medianya.

Pergeseran nomenklatur populer dari "Pangurason" (pemurnian) menjadi "Sawan" (cawan) sendiri mencerminkan evolusi tarian ini. Meskipun fungsinya telah berkembang menjadi tari pertunjukan atau hiburan yang ditampilkan di atas panggung, penting untuk dicatat bahwa dalam beberapa konteks, tarian ini tetap berupaya mempertahankan nilai spiritualnya yang mendalam, bahkan saat disajikan sebagai atraksi.

2. Beragam Kisah Asal-Usul yang Melegenda

IDN Times/Patiar Manurung
IDN Times/Patiar Manurung

Tor-tor Sawan Pangurason diperkaya dengan berbagai legenda yang melatarbelakangi kemunculannya, sebagai jejak betapa tarian ini telah mengakar dalam memori kolektif masyarakat Batak. Merujuk sebuah kisah, disebutkan bahwa tarian ini berawal dari mimpi seorang raja Batak dari silsilah Tarombo Guru Tatea Bulan.

Raja tersebut bermimpi melihat keruntuhan Kasawan Pusuk Buhit, sebuah peristiwa yang ditafsirkan oleh panglima Ulubalang sebagai pertanda bencana alam dahsyat. Sebagai respons terhadap mimpi ini, tarian Pangurason muncul sebagai ritual pembersihan desa, bertujuan untuk menangkal dan mengusir malapetaka yang akan datang.

Versi lain mengaitkan Tor-tor Sipitu Sawan, atau Tari Tujuh Cawan, dengan legenda tujuh putri kayangan yang turun ke bumi untuk mandi di Gunung Pusuk Buhit. Mereka menari sambil membawa tujuh cawan berisi air dari tujuh sumber mata air yang diperas dengan jeruk purut, dengan tujuan membersihkan jiwa dan raga manusia dari perbuatan dosa. Kisah ini menambahkan dimensi spiritual yang kuat, menghubungkan tarian dengan konsep pemurnian diri dari noda dosa.

Selain itu, terdapat pula kisah Boru Lopian, putri Sisingamangaraja XII, yang melakukan ritual "Mangurason" menggunakan satu cawan berisi air jeruk purut dan daun beringin sebelum berangkat perang. Kisah ini menunjukkan praktik awal Tortor Cawan/Sawan merupakan ritual pembersihan diri dan persiapan spiritual untuk menghadapi tantangan besar.

Keberadaan beragam narasi asal-usul ini menunjukkan bahwa fondasi historis tarian ini bukanlah catatan tunggal yang kaku, melainkan memori budaya yang cair dan terus berkembang.

3. Properti Ritual Penuh Simbolisme dan Kekuatan Magis

Kemenpar/IDN Times
Kemenpar/IDN Times

Dalam Tor-tor Sawan Pangurason, setiap properti yang digunakan memiliki peran krusial dan makna spiritual yang mendalam, bukan sekadar pelengkap estetika. Jeruk purut, misalnya, adalah elemen esensial yang digunakan untuk membersihkan tempat atau area dari bahaya dan roh jahat, serta untuk pembersihan diri partisipan. Potongan khusus jeruk purut, seperti iris saur matua (spiral, melambangkan kebaikan berkelanjutan), iris pagar (potongan plus, penolak kejahatan), dan iris guru bolon (tujuh bagian, kekuatan spiritual penari), menunjukkan presisi ritualistiknya.

Berbagai jenis daun juga turut serta dalam ritual ini, masing-masing dengan keyakinan dan fungsinya sendiri. Daun Beringin (Pangir) diyakini memberikan perlindungan dari pengaruh negatif, Daun Sisakil untuk mengusir hal-hal buruk, Daun Silanjuang untuk menghilangkan pengaruh sihir dan mantra, serta Daun Bane Bulan dan Sipilit. Fungsi daun tersebut untuk mengusir energi negatif dan mencegah kerugian atau bahaya.

Ada juga benang tiga warna (hitam, merah, putih) digunakan untuk mengikat daun-daunan,yang melambangkan tiga dunia dalam kosmologi Batak, dunia atas, dunia tengah, dan dunia bawah. Air suci, idealnya dari tujuh sumber mata air berbeda, juga digunakan untuk percikan, membersihkan jiwa dan raga dari kotoran spiritual. Semua elemen ini bersatu menciptakan sebuah ritual yang kompleks dan sarat makna, di mana alam spiritual, alam, dan alam manusia terjalin erat dan berinteraksi secara aktif.

4. Tangan Tak Boleh Melebihi Bahu

Tarian Toba Samosir (IDN Times/Indah Permata Sari)
Tarian Toba Samosir (IDN Times/Indah Permata Sari)

Konon, ada aturan unik dalam Tor-tor Sawan Pangurason yang membedakannya dari tarian Batak Toba lain. Beberapa cerita adat menyebutkan bahwa tangan penari tidak boleh bergerak lebih tinggi dari bahu. Batasan ini dianggap sebagai simbol kerendahan hati di hadapan Tuhan dan leluhur.

Meski tidak semua sumber resmi mencatat aturan ini, filosofi yang dipegang masyarakat jelas, setiap gerakan tari mencerminkan penghormatan. Dengan menjaga posisi tangan tetap rendah, penari menunjukkan rasa hormat pada kekuatan yang lebih tinggi, termasuk pada orang tua dan tetua adat.

Aturan ini juga membuat tarian terlihat sederhana namun anggun. Penonton bisa melihat bahwa tarian tidak berfokus pada atraksi yang megah, melainkan pada makna dan pesan moral yang ingin disampaikan. Kesederhanaan gerakan justru menjadi kekuatan dari tarian ini.

5. Simbolisme Filosofis di Balik Jumlah Cawan

IDN Times/Patiar Manurung
IDN Times/Patiar Manurung

Menurut beberapa cerita adat, jumlah cawan yang digunakan penari Tor-tor Sawan Pangurason menyimpan filosofi tertentu. Satu cawan dilambangkan sebagai pemurnian diri, tiga cawan yang lain sering dihubungkan dengan Dalihan Na Tolu, konsep kekerabatan inti budaya Batak.

Ada pula cerita yang mengaitkan lima cawan dengan Pancasila sebagai simbol nilai kebangsaan, dan tujuh cawan sebagai lambang kesempurnaan serta berkah. Interpretasi ini berkembang dari pemahaman masyarakat modern yang mencoba mengaitkan nilai adat dengan konteks nasional.

Dalam praktik tradisional, tujuh cawan adalah jumlah yang paling sering digunakan. Tujuh cawan dipercaya menghadirkan keberkahan yang lengkap dan keseimbangan dalam acara adat yang dijalankan.

6. Sisa Aura Mistis yang Kuat

IDN Times/Patiar Manurung
IDN Times/Patiar Manurung

Konon, meski kini Tor-tor Sawan Pangurason sering dipentaskan di panggung hiburan, aura sakralnya tetap terasa kuat. Dalam beberapa pertunjukan adat, ada cerita penari yang tiba-tiba mengalami kesurupan saat tarian dibawakan.

Fenomena ini dipercaya sebagai tanda masih adanya interaksi antara dunia spiritual dengan jalannya ritual. Meski tidak terdokumentasi secara ilmiah, cerita-cerita dari masyarakat adat membuat tarian ini semakin misterius dan menarik perhatian.

Kesurupan yang terjadi juga dianggap sebagai bentuk kehadiran roh leluhur yang ikut merestui acara. Inilah yang membuat Tor-tor Sawan Pangurason tetap punya daya tarik spiritual meski tampil di era modern.

Tor-tor Sawan Pangurason bukan hanya tarian, melainkan jembatan antara masa lalu dan masa kini. Ia menyimpan kisah leluhur, simbol-simbol filosofis, dan nilai spiritual yang diwariskan turun-temurun. Meski kini sering tampil di panggung hiburan, tarian ini tetap membawa aura sakral yang tidak lekang oleh waktu.

Bagi masyarakat Batak Toba, tarian ini adalah simbol penyucian, doa, dan penghormatan pada adat. Bagi penonton modern, ia adalah pengingat bahwa setiap gerakan seni punya cerita mendalam di baliknya.

Melihat Tor-tor Sawan Pangurason bukan sekadar menikmati keindahan gerakan, tapi juga menyelami makna yang terkandung di setiap cawan, irama gondang, dan langkah penari. Inilah keindahan budaya: mampu bertahan, beradaptasi, dan tetap memikat lintas generasi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Arifin Al Alamudi
EditorArifin Al Alamudi
Follow Us