Menapaki Romantisnya Senja di Bukit Singgolom Toba
Antara Matahari, Toba, dan Cinta
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Langit berubah jingga
Surya menembus celah Comulunimbus
Berpendar di atas Kaldera Toba
Semilir angin pun menambah rindu
Toba Samosir, Prayugo Utomo
Waktu menunjukkan pukul 15.00 WIB saat saya berada di Kecamatan Balige, Ibu Kota Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Saya bergegas, berkendara dengan sepeda motor. Menanjak ke arah Desa Lintong ni Huta. Tepatnya di Kecamatan Tampahan.
Kelokan khas perbukitan saya jajal. Beradu cepat dengan roda empat. Saling salip, hingga sepeda motor matik yang saya tunggangi bertemu persimpangan.
Simpang yang cukup sempit untuk dua mobil berlawanan arah itu kadang tak terlihat. Jika silap pasti bakal keterusan. Hanya tugu kecil dan persawahan yang menjadi tanda.
Masuk ke dalam, jalanan sudah beraspal. Meski di beberapa titik masih berlubang dan berbatu.
Hamparan sawah menyambut ketika kita masuk ke kawasan Desa Lintong ni Huta. Hijaunya sawah, membuat mata kembali segar setelah terkena angin jalan lintas.
“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan,” saya bergumam dalam hati.
Saya melambatkan laju kendaraan. Pemukiman penduduk masih sangat jarang. Hanya menumpuk di beberapa titik. Ukiran Gorga Batak tersemat di beberapa hunian.
Di salah satu kelokan terdengar suara orang bernyanyi. Melodinya begitu syahdu. Meskipun saya tak mengerti lagu Batak yang dinyanyikan mereka. Pastinya, suara mereka begitu lantang. Beradu dengan rambasan gitar yang khas.
Ternyata itu warga yang sedang berkumpul. Semuanya laki-laki. Dihadapan mereka tersaji gelas berisi tuak. Minuman khas etnis Batak.
Konon, tuak juga yang membuat suara mereka semakin nyaring. Mampu memanjat nada-nada tinggi. Pantas saja orang Batak dikenal punya suara merdu nan lantang. Sebut saja Judika Sihotang atau pun Rita Butar-butar, penyanyi legendaris itu.
Tibalah saya di hamparan padang rumput yang cukup luas. Berbatas dengan sawah.
“Ini namanya Bukit Singgolom, bang,” sebut seorang bocah dengan logat Bataknya.
1. Jadi lokasi pre-wedding
Informasi tentang Bukit Singgolom masih sangat minim. Saya datang hanya bermodalkan informasi pemberitaan di media massa dan unggahan di Instagram.
Saya memarkirkan sepeda motor di bukit atas. Puncak bukit Singgolom. Waktu masih menunjukkan pukul 15.30 WIB.
Untungnya, saya membawa sedikit bekal. Kopi hitam di dalam termos dan pisang goreng yang masih hangat dibeli di seputaran Balige.
Sambil menyeruput kopi, saya memandang ke arah barat. Hamparan Danau Toba terbentang luas. Begitu indah bak lukisan.
Sejumlah muda-mudi tampak berkumpul. Bercengkrama menikmati waktu senja. Ada juga yang asyik berjoging.
Di sudut lainnya, sepasang kekasih sibuk diarahkan juru potret untuk bergaya. Memakai gaun putih dan jas berwarna hitam.
“Lagi pre-wedding. Bawa orang dari Medan. Ini mau ganti kostum. Nunggu sunset,” ujar si juru potret yang menenteng dua kamera.
Baca Juga: Selain Samosir, Ini 8 Pulau yang Instagramable di Sekitar Danau Toba