TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sejarah Masjid Raya Al Mashun, Ikon Medan Peninggalan Sultan Deli

Wisata religi yang selalu disinggahi wisatawan

Masjid Raya Al Mashun Medan (IDN Times/Prayugo Utomo)

Medan, IDN Times  - Perjalanan panjang Kota Medan mencapai usia 433 tahun tak bisa dilepaskan dari Kesultanan Deli. Salah satu peninggalannya adalah Masjid Raya Al Mashun. Masjid ini kini menjadi landmark Kota Medan dan selalu disinggahi wisatawan. 

Masjid ini menjadi bukti penting eksistensi dari Kesultanan Deli. Selain Istana Maimun yang megah pastinya. Masjid ini juga ramai tak hanya waktu salat saja. Apa lagi saat Ramadan, pengunjungnya pasti berlipat-lipat jumlahnya.

Masjid Raya Al Mashun, memiliki daya tarik tersendiri. Berikut beberapa fakta soal Masjid Raya Al Mashun.

1. Masjid dibangun kurun waktu tiga tahun pada lebih dari satu abad lalu

Ilustrasi ibadah (IDN Times/Prayugo Utomo)

Era pembangunan Masjid Raya Al Mashun dimulai pada 1906. Perancangnya disebut berasal dari Belanda bernama Van Erp yang lalu diteruskan oleh J.A Tingdeman. Pembangunan memakan waktu tiga tahun dan rampung pada 1909.

Masjid dibangun dengan pengaruh gaya arsitektur khas India, Spanyol dan Timur Tengah. Masjid dirancang berbentuk segi delapan. Menjadi bukti sejarah Kesultanan Deli yang tersohor di masa kejayannya.

Masjid di bangun dimasa kepemimpinan Sultan Ma’mun Al Rasyid Perkasa Alam. Tepatnya pada 21 Agustus 1906 dan rampung pada 10 September 1909.

Konon katanya, pembangunan masjid memakan biaya satu juta gulden (mata uang Belanda dulu) . Memang sangat mewah. Karena sultan berprinsip rumah ibadah harus lebih mewah ketimbang istananya.

Pendanaan pembangunan masjid ini ditanggung sendiri oleh Sultan. Namun konon Tjong A Fie, tokoh Tionghoa dari Kota Medan yang sezaman dengan Sultan Ma’mun Al Rasyid turut berkontribusi mendanai pembangunan masjid ini.

Baca Juga: Mirip Kelenteng, 5 Fakta Masjid Tan Kok Liong Peninggalan Anton Medan

2. Masjid dibangun dengan material impor

IDN Times/Prayugo Utomo

Dari berbagai sumber menyebutkan, sebagian bahan bangunan masjid diimpor dari luar negeri. Antara lain, marmer untuk dekorasi diimpor dari Italia, Jerman dan kaca patri dari Cina dan lampu gantung langsung dari Prancis.

JA Tingdeman, sang arsitek merancang masjid ini dengan denah simetris segi delapan dalam corak bangunan campuran Maroko, Eropa dan Melayu dan Timur Tengah.

Alhasil bangunan menjadi begitu unik di bagian dalamnya. Tidak seperti masjid-masjid kebanyakan. Pantas saja Masjid Raya Al Mashun punya nilai eksotisme tersendiri.

3. Keindahan masjid bertambah dengan empat beranda di setiap penjuru

IDN Times/Prayugo Utomo

J.A Tingdeman tampaknya memang begitu jenius dalam merancang Masjid Raya Al Mashun. Masjid dibentuk persegi delapan. Di setiap penjurunya diberi beranda dengan atap kubah hitam. Melengkapi kubah utama yang berukuran paling besar.

Bangunan masjid terbagi menjadi ruang utama, tempat wudhu, gerbang masuk dan menara. Lalu Ruang utama, tempat sholat, berbentuk segi delapan tidak sama sisi. Pada sisi berhadapan lebih kecil, terdapat ‘beranda’ serambi kecil yang menempel dan menjorok keluar.

4. Masjid punya jendela kaca patri dari Art Nouveau

Ilustrasi masjid

Jendela-jendela yang menghiasi bangunan masjid adalah kaca-kaca patri yang sangat berharga, sisa peninggalan Art Nouveau periode 1890-1914. Art Noveau sendiri adalah aliran seni rupa yang populer di prancis pada abad ke 19.

Pada setiap dindingnya,masjid dihiasi denngan oranamen bergambar bunga dan tumbuhan lainnya.

Baca Juga: Jejak Hitam PT SMGP, Berkali-kali Makan Korban hingga Meninggal Dunia

Berita Terkini Lainnya