TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Melihat Koleksi 130 Jenis Uang Revolusi di Museum Juang 45 

30 Oktober ditetapkan sebagai Hari Uang Nasional

Museum Juang 45 di Kota Medan (IDN Times/Indah Permata Sari)

Medan, IDN Times - Sumatra Utara menjebol blokade ekonomi Belanda dengan menerbitkan 130 jenis uang revolusi. Tepat 30 Oktober ditetapkan sebagai Hari Uang Nasional.

Dalam sejarahnya, pada tahun 1946-1949 pemerintahan sipil dan militer di Sumatera Utara saling berkonsolidasi untuk membuat uang sendiri di masing-masing kabupaten atau kewedanannya. Hal ini sebagai bentuk perlawanan terhadap blockade ekonomi Belanda yang ketika itu mengedarkan uang Belanda dan uang NICA (uang merah).

Lebih dari 12 daerah di Sumatera Utara pernah membuat dan menghasilkan 130 jenis uang yang sangat beragam dengan 9 kategori yakni URIKA (Uang Republik

Indonesia Kabupaten), Mandat Istimewa, Bon Republik Indonesia / Bon Kontan, Bon Sementara, Uang Keresidenan, ORI (Oeang Republik Indonesia), URIPS (Uang Republik Indonesia Pemerintahan Sumatera), URIPSU (Uang Republik Indonesia Pemerintahan Sumatera Utara) dan Uang TNI.

Bagi Belanda / NICA bertempur secara militer dengan mudah bisa mereka menangkan, yang menyulitkan mereka adalah kegagalan untuk menguasai ekonomi di Sumatra Utara. Kehadiran uang-uang perlawanan ini adalah bentuk perjuangan kemerdekaan, sebuah sejarah heroik dengan perang tanpa mesiu.

1. Berjuang dengan menerbitkan uang lokal di Sumatera Utara

Museum Juang 45 di Kota Medan (IDN Times/Indah Permata Sari)

Tahun 2017 Bank Indonesia Jakarta Menerbitkan Buku Berjudul "Berjuang Dengan Uang: Mempertahankan dan Memajukan Republik Indonesia, Semangat Juang Otoritas dan Masyarakat Sumatera Utara".

Buku itu merupakan pengakuan resmi negara atas peran uang perjuangan di Sumatera Utara, dimana para pejuang moneter melakukan perlawanan heroik atas monopoli dan blokade ekonomi Belanda.

Lebih 130 uang lokal dicetak di Sumatera Utara agar rakyat tidak lagi menggunakan uang Belanda, uang NICA maupun uang Jepang yang waktu itu masih beredar. Hal ini demi menegakkan kedaulatan negara yang baru merdeka.

Baca Juga: Museum Al-Quran Sumut, Ada Mushaf Tertua 370 Tahun

2. Uang pada awal kemerdekaan berfungsi sebagai tanda adanya Negara yang berdaulat

Museum Juang 45 di Kota Medan (IDN Times/Indah Permata Sari)

Dalam sejarah revolusi kemerdekaan Indonesia 1945- 1949, banyak yang melupakan para pejuang yang berjuang di kancah moneter, mencetak dan mengedarkan uang sendiri. Uang pada awal kemerdekaan berfungsi sebagai tanda adanya Negara yang berdaulat.

Uang bukan hanya berfungsi sebagai alat tukar, tetapi sebagai bentuk perlawanan sistem moneter Jepang dan Belanda yang masih berlaku pada awal Indonesia merdeka.

Uang-uang perjuangan itu dicetak dengan seadanya, ada yang menggunakan mesin cetak uang, mesin cetak buku atau koran, mesin stensil, atau bahkan ditulis tangan lalu kemudian dinomori dan diberi stempel.

Meski sangat sederhana dan kini banyak ditemukan dalam kondisi kumuh atau rusak, namun uang-uang perjuangan ini menjadi saksi para pejuang moneter dalam memikirkan, membuat, dan mengedarkannya kepada masyarakat atas nama Indonesia sudah merdeka, di tengah-tengah kecamuk blokade ekonomi dan militer belanda.

Di museum ini dipamerkan puluhan uang era revolusi, baik dalam kondisi masih baik maupun rusak bekas dipakai transaksi 70 tahun yang lalu.

3. Ada uang koin asli sejak abad ke-7 di museum juang 45

Museum Juang 45 di Kota Medan (IDN Times/Indah Permata Sari)

Zeini Sealsa Afrida sebagai penggaet Museum Juang 45 di Medan, mengatakan uang yang sudah ada dari jaman dahulu sebagai alat tukar pembayaran dijaman revolusi, sebelum Indonesia merdeka, hingga abad yang sebelumnya ada disini.

Di museum ini juga terdapat koleksi uang atau koin asli sejak abad ke-7. Seperti koin Abbasiyah dan Umayyah yang sudah tidak asing dalam pelajaran islam hingga mata uang Kerajaan Samudera Pasai.

“Tentunya juga ini jauh di abad-abad sebelumnya, masih bisa ditemukan dan itu asli bukan replika atau sebagainya,” katanya.

Meskipun uang koin yang dipamerkan di museum ini tidak kepemilikan dari Museun Juang 45 tapi dirawat dengan baik.

Beragam koin Kebon juga dipamerkan dalam koleksi museum juang 45. Koin ini dikeluarkan oleh onderneming atau perusahaan perkebunan pada zaman Belanda lebih tepatnya di abad 19.

“Jadi, koin Kebon ini lah yang menandakan bentuk dari yang namanya pengekangan dari para kuli, karena berbeda fungsi dengan uang pada umumnya,” ucapnya.

4. Uang Kebon dicetak di salah satu Kebon wilayah Asahan

Museum Juang 45 di Kota Medan (IDN Times/Indah Permata Sari)

Uang pada umumnya yang dimaksud adalah uang yang dicetak dan dipergunakan ke berbagai daerah mana pun. Namun, koin Kebon berbeda karena dicetak disatu kebon di wilayah Asahan dan hanya bisa digunakan disitu saja.

“Jadi, para kuli ini jika pun kabur membawa banyak koin kebun Asahan ini maka tidak ada gunanya diluar daerah karena hanya bisa digunakan di Asahan saja,” tambahnya.

Sedangkan uang kertas juga ada di Museum Juang 45 dengan memiliki sejarahnya, mulai dari jaman Jepang pada tahun 1940an.

Baca Juga: Museum Sumpah Pemuda: Info Lokasi, Rute, dan Harga Tiket Masuk

Berita Terkini Lainnya