Pro Kontra Hukuman Mati, KontraS: Jumlah Kejahatan Juga Tidak Menurun

Negara hukum harusnya melindungi hak rakyat untuk hidup

Medan, IDN Times – Hukuman mati dianggap melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Meskipun seringkali soal hukuman mati ini selalu menuai pro dan kontra. Sebagian pihak mensinyalir hukuman mati merupakan hal yang relevan dan diperbolehkan.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatra Utara tetap mengampanyekan bahwa hukuman mati adalah bentuk pengangkangan terhadap HAM. Efektifitas hukuman mati pun masih dipertanyakan.

“Media punya peran penting dalam pro kontra hukuman mati ini. Selain mampu memberikan edukasi bagi masyarakat, media juga berperan dalam melakukan monitoring berbagai peristiwa yang terjadi. Sebab, ditengah penegakan hukum yang masih carut marut ini, bukan tidak mungkin vonis hukuman mati justru diberikan tidak tepat sasaran,” ujar Kordinator KontraS Sumut Amin Multazam Lubis.

1. Eksekusi mati rentan dalam kondisi peradilan yang buruk

Pro Kontra Hukuman Mati, KontraS: Jumlah Kejahatan Juga Tidak Menurun(Ilustrasi palu sidang) IDN Times/Arief Rahmat

Kata Amin, eksekusi mati berpotensi dalam kondisi peradilan dan pengadilan yang buruk seperti saat ini. Eksekusi mati juga berpotensi dilakukan kepada mereka yang sesungguhnya tidak bersalah.

“Mereka yang telah dieksekusi ternyata tidak bersalah tentu tidak bisa dikembalikan hak atas hidupnya,” ujar Amin.

Baca Juga: Kisah Haru Agom, Tukang Becak Medan yang Dijebak Bawa Sabu 45 Kg

2. Negara hukum harusnya melindungi hak untuk hidup

Pro Kontra Hukuman Mati, KontraS: Jumlah Kejahatan Juga Tidak MenurunIlustrasi hukuman mati tembak. (Pixabay.com/USA-Reiseblogger)

Staf Kajian dan Pengembangan KontraS Sumut Rahmad Muhammad menjelaskan, sebagai negara hukum yang bertujuan pada tegaknya perlindungan hak asasi manusia, Indonesia bersepakat bahwa hak hidup harus dilindungi.

Namun, di sisi lain, Indonesia termasuk 58 negara yang masih mempertahankan dan menormakan hukuman mati. Padahal hak untuk hidup merupakan hak fundamental yang dimiliki oleh setiap manusia.

“Negara harus memberikan jaminan perlindungan dan keamanan terhadap setiap warganya sesuai dengan Pasal 28 A Undang-Undang Dasar 1945. Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”, ujar Rahmat.

Selain itu, kata Rahmat, Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) No. 29 pada 18 Desember 2007 telah meminta kepada seluruh negara untuk melakukan moratorium penggunaan hukuman mati dalam sistem hukumnya. Hal tersebut merupakan salah satu langkah menuju penghapusan hukuman mati.

“Sebagai negara yang tergabung dalam komunitas internasional tersebut, Resolusi PBB tersebut menjadi salah satu instrumen hukum internasional yang tidak bisa diabaikan begitu saja oleh Indonesia”, ujar Rahmat.

3. Sebanyak 37 Napi menunggu eksekusi di Sumut

Pro Kontra Hukuman Mati, KontraS: Jumlah Kejahatan Juga Tidak MenurunIlustrasi narapidana (IDN Times/Arief Rahmat)

Dari rangkuman data yang dihimpun oleh Imparsial sepanjang 2019-2021, setidaknya terdapat 115 Vonis hukuman mati yang terdiri dari 82 kasus narkotika, 33 kasus pembunuhan dan 1 kasus terorisme. Terpidana hukuman mati didominasi oleh pelaku tindak pidana narkotika. Sebagai contoh, pada tahun 2018, 81 persen hukuman mati dijatuhkan untuk kejahatan terkait narkotika; kejahatan lainnya adalah pembunuhan berencana 17 persen dan terorisme 2 persen.

Rahmat menjelaskan, dalam sebulan belakangan ini KontraS Sumatera Utara mencoba menghimpun berbagai temuan terkait praktek hukuman mati di Sumatera Utara. Berdasarkan data Kementerian Hukum dan HAM terdapat 37 narapidana mati (sudah inkracht) di lapas kelas 1 kanwil Sumut yang tengah menunggu eksekusi.

“Angka tersebut terdiri dari 27 kasus narkotika, 8 kasus pembunuhan, dan 2 kasus perampokan. Ini bisa bisa bertambah mengingat beberapa terpidana mati masih dalam proses hukum di pengadilan” Kata Rahmat

Menentang hukuman mati bukan berarti menjadikan KontraS Sumut membenarkan atau membela pelaku kejahatan. Itu adalah dua persoalan yang berbeda. Mereka yang telah kehilangan orang yang dicintai dalam kejahatan yang keji berhak melihat pelaku kejahatan dimintai pertanggungjawaban melalui pengadilan yang adil tanpa harus melalui hukuman mati.

Rahmat menambahkan, Dukungan publik yang kuat untuk hukuman mati seringkali berdasarkan kurangnya informasi terpercaya tentang hal itu. Paling sering adalah keyakinan keliru bahwa hukuman mati akan mengurangi angka kejahatan. Banyak pemerintah yang tergesa-gesa menyebarkan keyakinan keliru ini meski tanpa bukti yang mendukungnya

Lebih jauh, KontraS melihat tidak ada korelasi yang jelas antara hukuman mati dengan menurunnya jumlah kejahatan. Salah satu narasi yang dibangun penggunaan hukuman mati untuk memerangi narkotika.

“Faktanya hukuman mati sama sekali tidak efektif menurunkan angka kejahatan terutama peredaran narkotika. Sumut merupakan salah satu wilayah dengan angka terpidana mati yang tengah menanti eksekusi tertinggi justru menjadi provinsi dengan angka peredaran narkotika terbesar di Indonesia”, pungkasnya.

Baca Juga: Kisah Haru Nelayan Alim, Divonis Mati karena Dijebak Bawa Narkoba

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya