Polisi Menyiksa Pak Ogah di Medan, SIKAP: Keji dan Tidak Manusiawi

Polda Sumut harus berani ungkap kasus ini

Medan, IDN Times – Dugaan penyiksaan yang dilakukan belasan anggota Satuan Sabhara Polda Sumatra Utara terhadap Ahmad Firdaus (37), memantik kemarahan publik terhadap korps bravo coklat. Ahmad Firdaus yang sehari-hari bekerja sebagai pengatur lalu lintas atau dikenal sebagai ‘Pak Ogah’, harus mendapatkan luka serius akibat perbuatan itu.

Aliansi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan (SIKAP) menilai, apa yang dilakukan personel Sabhara terhadap korban menjadi coreng muka kepolisian. Di tengah upaya perbaikan yang dilakukan dengan jargon PRESISI.

“Ini tindakan yang keji dan tidak manusiawi. Saya menduga ini adalah penyiksaan yang serius. Apalagi dilakukan secara bersama-sama oleh aparat penegakan hukum, yang harusnya menegakkan hukum,” kata Koordinator SIKAP Quadi Azam, Rabu (25/10/2023).

1. Polda Sumut tidak boleh sepele, pelaku harus diberi efek jera

Polisi Menyiksa Pak Ogah di Medan, SIKAP: Keji dan Tidak ManusiawiIlustrasi penyiksaan aparat. (IDN Times/Prayugo Utomo)

SIKAP mendesak Polda Sumut harus mengusut tuntas kasus hukum. Polda juga harus membuka ke publik ihwal kasus tersebut. Justru, jika tidak diusut, ini semakin mengurangi kepercayaan publik terhadap institusi Polri. Terlebih memberikan efek jera kepada para pelakunya.

“Jangan kemudian seolah peristiwa ini dianggap sepele, yang kemudian di eksperiskan dengan meminta maaf dan mengobati korban. Ini harus diperiksa sesuai prosedur hukum. Dengan segala hormat meminta kepada Kapolda Sumatera Utara membentuk tim investigasi atau upaya pengusutan lainnya membuat terang peristiwa tersebut,” ungkap Quadi.

2. Pak Ogah salah apa, kenapa disiksa?

Polisi Menyiksa Pak Ogah di Medan, SIKAP: Keji dan Tidak ManusiawiIlustrasi Polisi anti huru hara (IDN Times/Prayugo Utomo)

Peristiwa dugaan penyiksaan terhadap Firdaus menyita perhatian publik. Bahkan tidak sedikit publik yang mengecam peristiwa itu.

SIKAP justru mempertanyakan, kenapa para personel Sabhara itu menangkap Firdaus. Apakah Firdaus adalah pelaku kriminal, sehingga dia ditangkap?

“Muncul pertanyaan, apakah dugaan penyiksaan itu atas dasar perintah komandan, atau justru inisiatif dari para personel Sabhara,” kata Quadi.

Kata Quadi, pertanyaan-pertanyaan publik harus dijawab dengan mengusut kasus ini secara tuntas. Menjadi evaluasi besar di tubuh korps Samapta Bhayangkara.

Quadi menilai, penyiksaan ini sudah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Para personel kepolisian juga diduga melanggar Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Mereka juga diduga melanggar Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

3. Firdaus ditendang, ditampar, dipukuli dan ‘dibuang’ di jalan

Polisi Menyiksa Pak Ogah di Medan, SIKAP: Keji dan Tidak ManusiawiIlustrasi polisi menangkap pengunjuk rasa. (DOK: IDN Times)

Sampai saat ini Firdaus dikabarkan masih menjalani perawatan di RS Bhayangkara. Karena penyiksaan itu, dia mendapat luka cukup serius di tubuhnya.

Firdaus ditangkap personel Satuan Sabhara Polda Sumut yang melintas di Jalan Sisingamangaraja Polda Sumut, Sabtu (24/10/2023). Saat itu Firdaus tengah mengatur lalu lintas.

Firdaus sempat berupaya melarikan diri. Kemudian ditangkap dan dimasukkan ke dalam truk. Mobil polisi itu kemudian bergerak ke arah Amplas. Sepanjang perjalanan, Firdaus menjadi samsak para personel Sabhara. Dia mengaku dipukuli, ditampar dan ditendang.  Seingat dia, ada 15 personel Sabhara yang diduga menyiksanya. Truk itu kemudian berhenti. Firdaus ‘dibuang’ dalam keadaan terluka. Untungnya, saat itu ada warga yang menolongnya. Dia dibawa pulang ke rumahnya dengan menumpangi becak.

IDN Times mencoba menghubungi Kepala Bidang Humas Polda Sumut Komisaris Besar Hadi Wahyudi untuk mengonfirmasi kronologi versi mereka. Sayang, Hadi tidak memberikan penjelasan.

Perwira melati tiga itu hanya memberikan satu dokumen bertuliskan konferensi pers berjudul “Langkah Cepat Polda Sumut Dalam Penanganan Dugaan Tindak Kekerasan Terhadap Warga”. Di dalam dokumen tertanggal 23 Oktober 2023 itu, Polda Sumut tidak menyebutkan sama sekali ihwal kronologi yang menyampaikan soal penyiksaan yang diterima Firdaus.

Ada empat poin yang tertuang dalam dokumen konferensi pers. Salah satunya berbunyi “Polda Sumut berempati atas kejadian yang menimpa korban dan para pelaku saat ini sedang menjalani pemeriksaan Propam untuk mempertanggungjawabkan atas apa yang telah dilakukan,” tulis keterangan itu.

Kasus penyiksaan dan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian masih terjadi di Sumatra Utara. Catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumut menunjukkan, selama periode 1 Juli 2022 – 1 Juli 2023 ada sebanyak 32 peristiwa kekerasan yang diduga dilakukan kepolisian di Sumut. Antara lain, ialah; 1 kasus ancaman, 1 kasus intimidasi, 2 kasus pemerasan, 1 kasus perintangan, 1 kasus penganiayaan, 11 kasus penyiksaan, 3 kasus salah tangkap, 3 tahanan meninggal dunia, 1 penangkapan sewenang-wenang dan 17 kasus penembakan.

Baca Juga: KontraS Tantang Polda Sumut Buka Identitas Polisi Penyiksa Pak Ogah

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya