KontraS Tantang Polda Sumut Buka Identitas Polisi Penyiksa Pak Ogah

Penyiksaan itu melanggar Hak Asasi Manusia

Medan, IDN Times – Sampai hari ini, publik belum mengetahui, siapa saja personel Sabhara Polda Sumut, yang terlibat dalam dugaan kasus penyiksaan Ahmad Firdaus (37 tahun). Warga yang sehari-hari mencari nafkah dengan mengatur lalu lintas atau ‘Pak Ogah’ di Jalan Sisingamangaraja, Kota Medan.

Bahkan, belum ada keterangan resmi dari Polda Sumatra Utara yang menjelaskan duduk perkara, hingga dugaan penyiksaan itu terjadi. Peristiwa penyiksaan ini membuat publik berang.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatra Utara menantang Polda Sumut membuka siapa saja personeel Sabhara Polda Sumut yang terlibat menyiksa Pak Ogah. KontraS menduga, ada kesengajaan kepolisian meredam kasus tersebut.

Bagi KontraS cara ini adalah upaya melanggengkan arogansi dan melindungi kesatuan dari kesalahan. Bahkan menimbulkan kesan Polda Sumut tidak akan memroses kasus itu dari sisi pidana.

1. Polda Sumut diduga lakukan glorifikasi selesaikan kasus dengan merawat korban

KontraS Tantang Polda Sumut Buka Identitas Polisi Penyiksa Pak OgahIDN Times/Gregorius Aryodamar P

Staf Advokasi KontraS Sumut Rifky Adrian menguatkan soal dugaan upaya meredam kasus penyiksaan itu. Terlihat dari dokumen konferensi pers Polda Sumut yang disebar ke sejumlah jurnalis. Dokumen konferensi pers itu berjudul “Langkah Cepat Polda Sumut Dalam Penanganan Dugaan Tindak Kekerasan Terhadap Warga”.

Di dalam dokumen tertanggal 23 Oktober 2023 itu, Polda Sumut tidak menyebutkan sama sekali ihwal kronologi yang menyampaikan soal penyiksaan yang diterima Firdaus.

Ada empat poin yang tertuang dalam dokumen konferensi pers. Di antaranya berbunyi “Pihak keluarga Korban berterima kasih dan mengapresiasi serta bersyukur
atas pengobatan dan perawatan yg diberikan Polda sumut. Saat ini Korban merasakan kondisinya sudah lebih baik setelah mendapatkan perawatan dan berterima kasih atas kepedulian Polda sumut,”

Dokumen konferensi pers ini bagi KontraS terkesan sebagai upaya glorifikasi bahwa mereka sudah menangani kasus itu. Bahkan, tindakan tersebut diklaim sebagai langkah cepat penanganan tindak kekerasan di Polda Sumut.

“Klaim atas langkah cepat penanganan tersebut juga menjadi bukti ketidakberanian Polda mengungkap identitas dan mendorong proses hukuman pidana pada pelaku. Serta menyiratkan bahwa ke depan tindak penyiksaan cukup diselesaikan dengan perdamaian dan pemulihan kesehatan pada korban. Kejadian ini juga menambah deretan panjang kasus penyiksaan oleh satuan kepolisian,” tegas Rifki Adrian, dalam Siaran Pers KontraS Sumut, Rabu (25/10/2023).

Baca Juga: 4 Polisi Pemeras Transpuan Disanksi Demosi, LBH: Harusnya Dipecat

2. Tim KontraS diadang polisi saat hendak menemui korban

KontraS Tantang Polda Sumut Buka Identitas Polisi Penyiksa Pak OgahIlustrasi penyiksaan (IDN Times/Prayugo Utomo)

KontraS Sumut sempat melakukan upaya menemui korban yang menjalani perawatan di RS Bhayangkara pada Senin (21/10/2023). Namun, tim yang datang diadang oleh anggota kepolisian yang tidak berseragam di depan ruangan korban dirawat.

Petugas itu melarang tim KontraS Sumut untuk menemui korban. Mereka meminta, agar semua keterangan terkait korban dijawab langsung oleh Humas Polda Sumut.

Pelarangan ini bagi KontraS adalah bentuk pemutusan akses untuk mendapatkan pendampingan hukum dan keadilan bagi korban. Terlebih upaya untuk menutup-nutupi kasus penyiksaan dari publik.

“Setelah menyiksa, mendamaikan, lalu membatasi ruang gerak korban. Cara-cara lama yang selalu dipraktikkan dan menjadi pembenaran,” tambah Rifki.

3. Polisi jauh dari jargon PRESISI

KontraS Tantang Polda Sumut Buka Identitas Polisi Penyiksa Pak OgahIlustrasi penyiksaan (IDN Times/Prayugo Utomo)

Penganiayaan yang didapati ‘Pak Ogah’ dinilai bukan bentuk kekerasan biasa. Ini adalah bentuk penyiksaan yang melanggar Hak Asasi Manusia. Apalagi pelakunya merupakan aparat penegak hukum dan mengakibatkan rasa sakit secara fisik yang serius dan parah.

Efek dari penyiksaan bisa berdampak rasa sakit dan cidera berat, cacat bahkan gangguan psikologis. Penyiksaan yang dialami Pak Ogah semakin membuat korps kepolisian semakin jauh dari jargon PRESISI yang selalu digaungkan.

“Oleh karena itu, korban wajib mendapatkan keadilan dan akses hukum. Alot rasanya mendorong reformasi keamananan di tubuh kepolisian jika hukum sendiri tidak bisa menjangkau mereka,” ungkap Rifki.

Kasus kekerasan dengan pelaku anggota kepolisian masih menjadi budaya di Sumatra Utara. KontraS mencatat, ada sebanyak 32 peristiwa sepanjang 1 Juli 2022 – 1 Juli 2023. Antara lain; 1 kasus ancaman, 1 intimidasi, 2 pemerasan, 1 perintangan, 1 penganiayaan, 11 penyiksaan, 3 salah tangkap, 3 tahanan meninggal dunia, 1 penangkapan sewenang-wenang, dan 17 penembakan.

“Sekali lagi, KontraS mendesak Polda Sumut transaparan membuka identitas personel Sabhara yang melakukan penyiksaan terhadap korban. Kami juga mendesak agar para pelaku tetap dihukum. Baik etik dan pidana,” pungkasnya.

Akibat dari tindak penyiksaan polisi, Ahmad Firdaus mengalami luka di beberapa bagian tubuhnya. Badan, mulut, serta pelipis mata mengalami pendarahan. Sebelumnya dia ditangkap oleh Personel Sat Sabhara Polda Sumut. Para polisi itu kemudian diduga menyiksanya di dalam mobil truk bertuliskan Sabhara Polda Sumut. Korban dipukuli, ditampar, dan ditendang personel Sabhara yang diperkirakan belasan orang.

Setelah disiksa, korban diduga ditendang dari atas mobil dan terkapar di jalan lintas Sumatra di depan PT Trakindo Utama. Dia kemudian diselamatkan warga dan dibawa kembali ke rumah.

Sebelumnya IDN Times sudah mencoba menghubungi Kepala Bidang Humas Polda Sumut Komisaris Besar Hadi Wahyudi untuk mengonfirmasi kronologi versi mereka. Sayang, Hadi tidak memberikan penjelasan.

Baca Juga: Belasan Anggota Sabhara Sumut Diduga Menyiksa 'Pak Ogah’

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya