KontraS: Data Kasus Corona Sumut Berantakan, Masyarakat Jadi Bingung

KontraS Sumut desak Gubernur Edy evaluasi kebijakan

Medan, IDN Times – Penanganan corona di Sumatera Utara masih dipertanyakan. Sejumlah kebijakan yang dianggap mumpuni untuk melakukan pencegahan, tidak berjalan maksimal di lapangan.

Saban hari, kasus yang terkonfirmasi terus meningkat. Sesekali menurun, kemudian melonjak lagi.

Informasi per tanggal 14 April 2020, ada 100 kasus positif yang terkonfirmasi. Data ini bisa saja lebih. Mengingat ketidaksinkronan data antara kabupaten/kota dengan provinsi.

Meski berbagai kebijakan sudah dibuat, sejumlah evaluasi pun dilontarkan Lembaga Hak Asasi Manusia (HAM), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara. Gubernur Edy Rahmayadi didesak mengevaluasi program penanganan. Pemerintah harus melangkah lebih cepat dari persebaran virus.

Jika tidak, rakyat yang akan jadi korban. Meskipun, masyarakat juga terkadang masih membandel dengan berbagai imbauan untuk memutus mata rantai virus yang pertama kali mewabah di Tiongkok itu.

1. Surat edaran untuk pencegahan sudah tidak relevan dengan yang terjadi di lapangan

KontraS: Data Kasus Corona Sumut Berantakan, Masyarakat Jadi BingungPetugas medis penanganan COVID-19 mengenakan baju Alat Pelindung Diri (APD) ketika berada di ruang isolasi Rumah Sakit rujukan khusus pasien COVID-19 Martha Friska di Medan, Sumatera Utara, Kamis (2/4). (ANTARA FOTO/Septianda Perdana)

Evaluasi yang pertama kali dilontarkan KontraS adalah soal imbauan-imbauan yang sudah dibuat untuk mencegah penularan. Imbauan yang dituangkan dalam surat edaran itu terkesan hanya setengah hati.

Sejumlah kebijakan surat edaran yang tercatat oleh kontras antara lain, SE No 440/2666/2020 tentang peningkatan kewaspadaan terhadap resiko penularan infeksi Covid-19, SE No 360/2854/2020 Tentang Penutupan Sementara Kegiatan Operasional Industri Pariwisata, hingga SE No 800/13978/BKD/I/2020 tentang penyesuaian sistem kerja ASN Pemprov Sumut untuk pencegahan Covid-19.

Menurut KontraS, imbauan demi imbauan yang dibuat sudah tidak relevan lagi. Pelaksanaannya di lapangan tidak maksimal.

“Kita melihat mobilitas masyarakat, seperti di Kota Medan mulai kembali meningkat. Sebuah hal yang wajar mengingat hampir sebulan pembatasan diberlakukan tanpa kepastian waktu. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara harus mengambil kebijakan yang lebih konkret dalam mengatasi kondisi dilematis ini. Bermodal Surat Edaran dan imbauan ditengah situasi dilematis menurut KontraS merupakan langkah yang setengah hati,” ujar Koordinator Badan Pekerja KontraS Sumut Amin Multazam Lubis, dalam keterangan tertulisnya yang diterima pada, Rabu (15/4).

2. Konsolidasi data kasus sangat berantakan, masyarakat jadi bingung

KontraS: Data Kasus Corona Sumut Berantakan, Masyarakat Jadi BingungWarga memanfaatkan waktu di rumah untuk mencari data perkembanagn pandemi corona lewat laman daring (IDN Times/Prayugo Utomo)

Dalam beberapa waktu terakhir, KontraS terus melakukan pemantauan data perkembangan kasus di Sumatera Utara. Ada ketidaksinkronan data antara kabupaten/kota dengan provinsi.

Ketidaksinkronan data ini juga pernah diulas pada beberapa media massa. Sebut saja data pada 14 April 2020. Jumlah positif COVID-19 di Sumut yang dipaparkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Nasional pukul 16.10 WIB, sebanyak 72 orang. Sedangkan pada pukul 17.00 WIB Gugus Tugas di Sumut mengumumkan ada 100 orang yang terkonfirmasi positif. Pada hari sebelumnya data di Sumut juga sudah masuk angka 96 orang.

Perbedaan data juga terjadi pada jumlah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) antara Sumut dan Kota Medan. Jumlah PDP di Sumut sebanyak 101 orang. Sedangkan di Kota Medan sebanyak 201 orang. Menjadi pertanyaan kenapa jumlah PDP di Kota Medan malah melebihi angka Sumatera Utara yang merupakan kumulatif dari 33 kabupaten/kota.

“KontraS menilai pemerintah Provinsi Sumatera Utara tidak mampu mengkonsolidasi dan mengelola data Covid-19 secara professional dan transparan. Kondisi dilapangan kerap menunjukan perbedaan data pemerintah provinsi dan data pemerintah kabupaten/kota.  Perbedaan data yang cukup signifikan ini tentu membingungkan sekaligus dikeluhkan, tidak hanya hanya oleh masyarakat, namun juga oleh rekan-rekan jurnalis yang memiliki tanggung jawab memberikan informasi kepada publik. Selain data persebaran Covid-19, pengelolaan data-data lain seperti pendataan kebutuhan APD untuk daerah, pendataan masyarakat yang membutuhkan subsidi ekonomi, mobilitas orang yang keluar dan masuk Sumatera Utara juga sama buruknya,” tukas Amin.

3. Kebjakan di tingkat Pemko dan pemkab belum terkonsolidasi dengan baik

KontraS: Data Kasus Corona Sumut Berantakan, Masyarakat Jadi BingungPetugas pemakaman membawa peti jenazah pasien COVID-19 di TPU Pondok Ranggon, Jakarta, Senin (30/3/2020).ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

KontraS Sumut juga menilai, kebijakan di tingkat Pemkab/Pemko belum terkonsolidasi dengan baik. Kebijakan untuk penanganan terkesan sporadis. Beberapa daerah masih berkutat pada persoalan minimnya APD, sedangkan beberapa daerah lain fokus menanggulangi dampak COVID-19 dengan mendistribusikan pasokan pangan.

“Namun kenapa belum satupun Pemkab/Pemko di Sumatera Utara yang berkomitmen mengajukan PSBB. Padahal daerah seperti Medan sudah masuk ke dalam zona merah dengan kasus paling banyak,” ungkapnya.

Hal ini menunjukan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara belum memiliki Grand Skenario yang baku dalam penangan Covid-19 di Sumatera Utara. Skenario dibutuhkan agar kebijakan para kepala daerah terkoordinasi, terkonsolidasi serta efektif dan efisien. 

“Harus diakui bahwa kebijakan pusat terkadang membingungkan dan cenderung terlambat. Justru karena itu, Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dilevel daerah sudah selayaknya tampil menjadi pemecah kebuntuan, menjalankan tugas monitoring, evaluasi, dan supervisi terhadap kepala daerah tingkat kabupaten/kota yang sedang menghadapi kemelut Covid-19,” imbuhnya.

4. Gubernur Edy harus bisa menjamin solusi dampak ekonomi

KontraS: Data Kasus Corona Sumut Berantakan, Masyarakat Jadi BingungIlustrasi kemiskinan (IDN Times/Arief Rahmat)

Informasi terakhir yang dihimpun, sudah ada 1.300 buruh sektor formal yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) selama masa pandemi corona. Ditambah 7.000 orang dari sektor informal yang sudah dirumahkan.

Padahal, sebelumnya Gubernur Sumatera Utara sudah meminta kepada para pengusaha untuk tidak melakukan PHK di tengah masa pandemi. Situasi ini akan memperburuku kondisi perekonomian di Sumut. Tingkat pengangguran akan semakin tinggi.

Solusi dari pemerintahan untuk memecahkan masalah ini sangat minim. Disnaker saja masih mengandalkan kartu pra kerja yang merupakan kebijakan pusat.

“Negara melalui pemerintah Provinsi Sumatera Utara harusnya hadir, bertanggung jawab untuk mencarikan solusi penyelesaian. Pembiaran atas situasi ini justru potensial menimbulkan kegaduhan serta melahirkan hal-hal yang tidak kita inginkan,” ungkapnya.

KontraS mendorong Pemerintah Provinsi Sumatera Utara segera melakukan evaluasi atas beberapa persoalan tersebut. KontraS memahami betul COVID-19 bukan hanya persoalan Sumatera Utara, namun juga persoalan dunia.

“Itu pula yang menyebabkan langkah-langkah penangannya juga harus luar biasa dengan kerjasama yang melibatkan seluruh elemen masyarakat. Apalagi persoalan persoalan kesehatan merupakan hak asasi yang tercantum pada pasal 12 Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya (UU No 11 Tahun 2005) dimana Negara wajib memastikan hak setiap orang untuk mengenyam standar kesehatan fisik dan mental yang tertinggi.,” jelasnya.

5. Pemprov Sumut jangan sampai ‘latah’ untuk menerapkan PSBB tanpa persiapan matang

KontraS: Data Kasus Corona Sumut Berantakan, Masyarakat Jadi Bingung[Ilustrasi] Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Jumat (10/4/2020). Pemprov DKI Jakarta mulai memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selama 14 hari dimulai pada 10 April hingga 23 April 2020. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Persoalan ekonomi menjadi polemik yang bergulir di tengah masyarakat selama masa pandemi. Warga yang berada di garis ekonomi menengah ke bawah  mulai khawatir. Mereka di minta berada di rumah, tapi tidak ada jaminan pemerintah memberikan insentif apa-apa. Pun ada, itu belum merata dilakukan.

Jika Pemprov Sumut tidak secara tegas melakukan pembatasan aktifitas sosial, maka potensi ledakan angka kasus bisa saja terjadi.

Bagi Amin, pembatasan sosial termasuk cara yang paling ampuh. Mau tidak mau, itu harus dilakukan. Kebijakan Pemerintah, yang meskipun terlambat untuk memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menjadi harapan untuk memutus rantai penularan.

Pun harus menerapkan PSBB, Pemprov Sumut jangan terkesan latah. Mengingat prasyarat pemenuhan pasokan pangan untuk masyarakat harus bisa mendapat jaminan. Pemprov juga harus tegas mengambil langkah pembatasan, dari tingkat atas hingga jajaran yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Sehingga PSBB bisa efektif terlaksana.

“Pemerintah Provinsi Sumatera Utara harus memastikan prasyarat dan pasokan kebutuhan terpenuhi terlebih dahulu, baru menerapkan kebijakan pembatasan secara power full menggunakan payung hukum PSBB,” pungkasnya.  

Baca Juga: Hina Lagu Aisyah Istri Rasulullah, Youtuber Medan Jadi Tersangka

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya